General Manager PT AMI Tegaskan Perusahaannya Menambang di Area Eks Transmigrasi

  • Bagikan
General Manager PT. Akar Mas Internasional, Naja Sitaba (Foto: Ist)
General Manager PT. Akar Mas Internasional, Naja Sitaba (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – General Manager PT Akar Mas Internasional (PT AMI), Naja Sitaba menegaskan bahwa aktivitas perusahaannya yang beroperasi di Desa Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara merupakan eks lahan transmigrasi.

Maka dari itu, Naja memastikan aktivitas pertambangan tersebut bukan merupakan aktivitas ilegal atau diluar daripada izin usaha operasional (IUP) yang sudah dikantonginya sejak 2010 silam, seperti yang didugakan oleh LSM Posor Muda Sulawesi Tenggara bahwa PT AMI telah menambang diluar IUP dan tidak memiliki IPPKH.

“Awal ihwalnya munculnya PT Akar Mas Internasional, dulu lahan tersebut milik PT Antam Tbk seluas kurang lebih sekitar 422 sampai 425 hektare yang diserahkan ke Pemerintah Kabupaten Kolaka, kemudian lahan tersebut diserahkan pemerintah ke masyarakat setempat dan dari luar daerah sebagai lahan transmigrasi,” ungkap Naja Sitaba, Kamis (8/4/2021).

Dari situ, Naja menjelaskan, bahwa setelah tanah itu diserahkan ke masyarakat artinya status lahan tersebut sudah pasti diturunkan dari hutan kawasan menjadi transmigrasi. Kemudian oleh pemerintah desa dan kecamatan, kala itu masyarakat yang sudah mendiami diberikan surat keterangan pemilikan tanah (SKT) dan sertifikat.

“Tidak mungkin ada suatu kawasan transmigrasi juga masuk dalam kawasan hutan, itukan tidak mungkin, Itu menandakan kawasan itu sudah tidak ada lagi (sudah turun status,red). Jadi bisa disimpulkan bahwa PT AMI menambang di area penggunaan lain (APL) bekas transmigrasi,” tegasnya.

Oleh masyarakat setempat PT AMI diizinkan melakukan operasional pertambangan karena sudah membuat sebuah komitmen antara kedua belah pihak. Salah satunya pemberian ganti rugi berupa royalti.

“Kita (PT AMI) dengan pemilik lahan sudah terjadi sebuah perikatan tertulis, apabila kita melakukan produksi masyarakat diberikan 1$ royalti pribadi dan 1/2 $ royalti umum diberikan kepada pemilik lahan, belum lagi bantuan-bantuan lainnya,” bebernya.

Atas aktivitas tersebut, lanjut dia, Dinas Kehutanan Kabupaten yang melakukan pengawasan pun tidak pernah melakukan teguran ataupun memberikan sanksi karena menambang diluar IUP dan tidak memiliki IPPKH.

“Sejak beroperasi pada 2010 lalu, PT. AMI belum pernah ditegur oleh instansi pemerintah mana pun kalau memang kami melakukan pelanggaran, pasti kami ditegur. Tapi, selama ini kan kami tidak pernah ditegur dan beroperasi dengan baik-baik saja, kenapa nanti sekarang baru ribut-ribut, ini ada apa?,” ujarnya.

Maka dari itu, Naja Sitaba menegaskan bahwa PT AMI mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) dengan luas 225 hektare merupakan hutan koversi dalam artian hutan yang sudah dilakukan perubahan dari hutan kawasan menjadi hutan APL.

“Maka dari itu, untuk apa kita harus punya izin IPPKH kalau kita ada APL, karena inikan lahan transmigrasi,” pungkasnya.

Belum lama ini, atas dugaan LSM Poros Muda Sultra karena tidak memiliki IPPKH dan diduga melakukan pertambangan diluar IUP, PT AMI diundang hadir rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada Selasa (6 April 2021). Atas tudingan tersebut RDP yang dipimpin oleh Komisi III DPRD Sultra belum berakhir dan di skorsing sementara karena belum membuktikan adanya dugaan tersebut.

Laporan: Hasrul Tamrin

  • Bagikan