Goyang Ipar Sampai Hamil 5 Bulan, Pelaku Dibebaskan Polisi?

  • Bagikan
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: MUNA – Daftar kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur terus bertambah. Meski Undang-Undang tentang Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak gencar disuarakan, namun tak mengurasi jumlah kasus tiap tahunnya.

Ironisnya, penegak hukum seolah ikut-ikutan memperparah terjadinya kasus predator anak ini. Seperti yang terjadi pada WN (16), siswi SMK di Kecamatan Wakorumba Kabupaten Buton Utara.

Ia kini berbadan dua, mengandung anak dari kakak iparnya sendiri berinisial SK. Usia kandungannya itu saat ini sudah berumur 5 bulan.

Sebelumnya, pada 29 Maret 2016, WN ditemani orang tuanya melaporkan perbuatan bejat kakak iparnya terhadap dirinya ke Mapolsek Labuan, Buton Utara. Orang tua korban, MS menuturkan, pada hari itu juga SK dijemput aparat Polsek Labuan dan diamankan di Mapolsek Labuan.

Keesokkan harinya, difasilitasi oleh Polsek Labuan, mereka melaporkan kejadian itu ke Polres Muna. “Pada hari Rabu tanggal 30 Maret 2016 lalu, anak saya dijemput oleh polisi, katanya mau ke Raha untuk divisum,” tutur MS.

Laporan Korban di Mapolres Muna dibuktikan dengan Surat Tanda Terima Laporan bernomor LP/90/lll/2016/SPKT/Res Muna yang ditandatangani oleh Bripka Muh. Safri Malaka, S. Sos selaku Kanit SPKT III, dan Bripda Syaril selaku Banit SPKT III Polres Muna.

Harapan besar kasus tersebut dituntaskan seadil-adilnya oleh pihak berwajib, pupus tatkala korban dan orangtuanya pada 16 April 2016 lalu mengetahui bahwa si pelaku (SK) sudah tidak berada lagi di sel tahanan Polsek Labuan.

Kepada media ini, orang tua korban menyesalkan tindakan aparat Polsek Labuan yang tidak peka terhadap nasib yang dialaminya. Parahnya, ada salah seorang oknum anggota Polsek Labuan meminta kepadanya agar kasus ini tidak dipertanyakan lagi.

“Ada anggota Polsek yang datang menemui saya di sini (rumah orang tua korban) dan mengatakan jika kasus ini berlanjut, anak saya juga bisa dipenjara karena melakukan perzinahan,” kata MS.

“Kemana lagi kami harus mencari keadilan,” imbuh MS.

Direktur Yayasan Lambu Ina, Yustina Fendrita mengatakan, pelaku harus diproses secara hukum. Apalagi sekarang sudah ada Perpu penambahan hukuman terhadap pelaku, dan korban harus mendapatkan pemulihan psikologi.

“Hanya sayangnya, informasi ini baru kami ketahui dari SULTRAKINI.COM namun kami akan melakukan investigasi, sekaligus melakukan pendampingan terhadap korban,\” terang Yustina.

\”Itu sudah menjadi tugas kami sebagai pendamping korban kekerasan terhadap perempuan, dan selama ini persoalan-persoalan seperti itu yang menjadi domain Lambu Ina,\” pungkas Yustina.

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan