Hadiri RDP, General Manager PT AMI Pastikan Beroperasi di Lahan Eks Transmigrasi atau APL

  • Bagikan
RDP DPRD Sultra bersama manajemen PT AMI dan LSM Poros Muda. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)
RDP DPRD Sultra bersama manajemen PT AMI dan LSM Poros Muda. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Komisi III menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan manajemen perusahaan pertambangan PT Akar Mas Internasional (PT AMI) terkait dengan dugaan LSM Poros Muda Sultra, bahwa perusahaan tersebut menambang diluar IUP dan masuk kawasan hutan lindung.

Poros Muda Sultra menduga bahwa aktifitas yang dilakukan oleh PT AMI dalam operasi pertambangan sudah diluar izin usaha dan masuk hutan kawasan yang dimana itu melanggar ketentuan perundang-undangan.

“Jadi ini bukan hearing pertama, tapi yang sudah kedua kalinya, dan hasil investigasi kami dilapangan bahwa perusahaan ini menambang diluar izin usaha pertambangan, maka itu yang ingin kami perjelas,” kata Jefri, perwakilan Poros Muda Sultra.

Dia menyebutkan bahwa data hasil investigasi itu sudah diserahkan ke DPRD dalam hal ini Komisi III. Sehingga itu menjadi acuan atau dasar atas munculnya dugaan tersebut. Pasalnya, pada RDP pertama manajemen PT AMI berhalangan hadir.

“Data itu sudah kami serahkan, dan kami minta hasil evaluasi sudah sejauh mana hasil tindak lanjut dari RDP pertama,” ucapnya.

Terkait dengan dugaan ini, setelah RDP tahap pertama DPRD Sultra melalui Komisi III yang membidangi sektor pertambangan pada dua pekan lalu juga sudah melakukan peninjauan langsung dilokasi IUP perusahaan tersebut. Hal ini untuk memastikan langsung fakta dilapangan.

“Jadi dua pekan lalu kita sudah turun dilapangan dan diterima langsung oleh rekan-rekan di PT AMI, sambutannya luar biasa, tapi kami ingin memastikan bahwa kalau berdasarkan hasil pengamatan kami dilapangan memang ada tumpukan ore nikel masuk kawasan hutan, sudah keluar dari titik koordinat,” kata Suwandi Andi, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, yang memimpin jalannya RDP.

Menanggapi hal itu, General Manager PT Akar Mas Internasional (PT AMI), Naja Sitaba mengatakan bahwa aktivitas perusahaannya yang beroperasi di Desa Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, sejak dibuka pada tahun 2009 dan beroperasi tahun 2010 sudah mengantongi IUP Nomor: 214/November/2009 dengan luas lahan 225 hektare, masuk kategori lahan area penggunaan lain (APL). Sejak menambang tidak pernah merasa terusik oleh pihak manapun. Artinya sudah susuai dengan perizinan dan bukan dalam kawasan hutan lindung.

“Sejak beroperasi pada 2010 lalu, PT AMI belum pernah ditegur oleh instansi pemerintah. Kalau memang kami melakukan pelanggaran, pasti kami ditegur. Tapi, selama ini kan kami tidak pernah ditegur. Bahkan sejak kewenangan dulu dimana pengawasan dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kolaka tidak pernah sama sekali ditegur, nanti detik ini atau hari ini baru ada teguran seperti ini, ini ada apa,” ujarnya, Selasa (6/4/2021).

Bahkan Naja mengaku, bahwa sejak beroperasi hingga sampai saat ini pihaknya merasa tidak pernah melakukan aktivitas pertambangan diluar dari izin usaha produksi  yang sudah diberikan. Juga belum pernah mendapatkan panggilan untuk dimintai keterangan dari pihak manapun karena menambang di hutan lindung.

“Kita ini tetap berusaha dan berupaya agar taat hukum, kenapa baru sekarang disorot, berarti ibaratnya ini PT AMI bagaikan janda kembang yang jadi primadona, seksi, yang lagi disorot dan dicari-carikan cela,” katanya.

Naja menjelaskan, lokasi IUP PT AMI sejak 2010 sampai saat ini sebelumnya merupakan eks lahan transmigrasi. Dimana sebelumnya merupakan lahan milik PT Antam, Tbk yang diserahkan ke Pemda Kolaka lalu Pemda menyerahkan ke warga baik warga dari luar maupun dari daerah setempat, untuk dipergunakan untuk aktifitas pertanian dan lain-lainnya.

Maka dari itu, lahan tersebut sudah di konversi menjadi area penggunaan lainnya (APL). Sehingga bukan lagi masuk kawasan hutan lindung. Dan itu dibuktikan dengan surat alas hak kepemilikan tanah (SKT) dan sertifikat oleh masyarakat.

Naja Sitaba menegaskan bahwa PT AMI mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) hutan koversi dalam artian hutan yang sudah dilakukan perubahan dari hutan kawasan menjadi hutan APL.

“Maka dari itu, untuk apa kita punya IPPKH kalau kita ada APL,” tegasnya.

Lebih lanjut Naja memaparkan, bahwa terkait dengan lahan eks transmigrasi tersebut sebagai bentuk kesepakatan dengan masyarakat setempat diizinkan melakukan pertambangan ada kesepakatan internal antara kedua belah pihak.

“Warga yang mempunyai lahan di tempat tersebut kami diberikan royalti dan biaya-biaya lainnya. 2010 kita di APL, kok ribut-ribut tidak miliki IPPKH, untuk apa kita IPPKH,” tandasnya.

Naja juga membantah terkait dengan tudingan bahwa PT AMI belum memiliki  terminal khusus (Tersus).

“Tersusnya sudah ada, sudah lengkap semua administrasi, cuman belum rampung, tapi kan ada namanya perubahan sebagaimana yang tertera dalam peraturan pemerintah  (PP) sesuatu yang belum clear bisa dilanjutkan kembali,” pungkasnya. (B)

Laporan: La Niati
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan