Harapan Sederhana untuk Bupati Baru

  • Bagikan
Gubernur Sultra Nur Alam mengambil sumpah jabatan Bupati dan Wakil Bupati Kolaka Timur, Konawe Kepulauan dan Buton Utara, Rabu (17/2/2016) di Aula Bahteramas Komplek Kantor Gubernur Sultra. Foto: Merr

SULTRAKINI.COM: Selamat datang bupati baru, bupati rakyat. Tiga bupati baru itu adalah Abu Hasan sebagai bupati Buton Utara, Amrulah sebagai Bupati Konawe Kepulauan, dan Tony Herbiansyah sebagai Bupati Kolaka Timur. Ketiganya dilantik bersama wakil bupati masing-masing untuk menakhodai daerahnya selama lima tahun ke depan (2016-2021). Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam melantik mereka pada Rabu (17 Februari 2016).

Ketiga bupati itu adalah hasil pemilukada serentak 9 Desember 2015, bersama empat kabupaten lain di Sultra, yakni Kabupaten Wakatobi, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Muna. Empat kepala daerah yang terpilih di empat kabupaten ini pelantikaannya masih pending, bahkan untuk Muna masih menunggu proses sidang sengketa selisih 33 suara di Mahkamah Konstitusi.

Bupati baru adalah harapan baru. Harapan rakyat yang telah memilih untuk mengantarkan mereka pada kursi nomor satu di daerahnya. Harapan manis sebagaimana telah dijanjikan dalam masa-masa sosialisasi dan kampanye politik adalah jamak adanya. Harapan adalah satu perkara, kenyataan perkara lain. Kemudian hari ada kekecewaan karena ekspektasi dan realitas tidak seiring, biasalah itu terjadi.

Namun sebagai bupati baru harapan tetap harus digantungkan. Misalnya, gubernur Nur Alam pun dalam acara pengambilan sumpah ketiga bupati dan wakil bupati itu mengingatkan untuk menjadi pemimpin yang adil, tidak dendam, dan merangkul seluruh elemen masyarakat, dan mengedepankan kepentingan publik.

Pesan Nur Alam itu sangat sederhana, namun mengandung makna yang sangat dalam. Mengedepankan kepentingan publik, kepentingan rakyat. Bukan kepentingan golongan, bukan kepentingan partai, bukan kepentingan primordial apalagi kepentingan pribadi. Pesannya sederhana memang, lantaran sederhananya sehingga mungkin sulit untuk dilaksanakan. Itulah ironi kesederhanaan. Tampak mudah, tapi sulit.

Ada fakta sederhana atas terpilihnya ketiga bupati tersebut. Sebut saja Abu Hasan yang kesehariannya selalu tampil sederhana namun mampu menumbangkan calon bupati lain, incumbent. Masyarakat Buton Utara secara gotong royong menyumbangkan apa saja yang dimiliki untuk mendukung calon pemimpinnya. Ini juga sebuah fakta yang mulai memudarkan bahwa untuk memenangkan pertarungan politik haruslah beruang. Ternyata uang bukan lagi segalanya. Rakyat juga bisa mengumpulkan apa pun yang bernilai uang ketika harga dirinya tersinggung.

Kekalahan seseorang dalam posisi menjabat untuk merebut kembali hati rakyatnya di beberapa pemilukada di Sultra dan juga daerah lain biasanya disebabkan oleh hal-hal sederhana. Tidak memihak pada kepentingan umum. Ia lebih memihak pada insting dan rasionalitasnya sendiri. Lupa sejarah, bahwa ia menjadi bupati lima tahun sebelumnya karena suara rakyat. Jangan sekali-kali menyakiti hati rakyat karena merekalah pemegang kedaulatan sesungguhnya.

Pesan demikian adalah amanat kualitatif yang perlu ditangkap sebagai bahan renungan untuk para bupati baru. Orientasi pendekatan pragmatisme dan praktis secara konkret dalam memecahkan setiap persoalan otomatis diperlukan. Karena rakyat butuh ketegasan dan keseriusan pemimpinnya. Keseriusan menangani persoalan-persoalan mikro daerah tanpa mengesampingkan problem makro yang ada.

Bupati Abu Hasan, Amrulah, dan Tony Herbianysah adalah bupati rakyat. Bupati berbasis dukungan mayoritas rakyat. Kepercayaan rakyat demikian merupakan sebuah modal awal dalam memimpin lima tahun pertama. Bukankah lima tahun kedua masih ingin direbut? ([email protected])

 

Oleh: M Djufri Rachim

  • Bagikan