Hari Tani Nasional, Petani di SLI Mulai Bersahabat dengan Cuaca dan Iklim

  • Bagikan
Peserta SLI dari petani Kelurahan Baruga, Kota Kendari. (Foto: USAID APIK/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: Sekolah Lapangan Iklim (SLI) di Kelurahan Baruga, Kota Kendari, mulai menampakkan hasil dari bidang ilmu yang diketuni para petani. Ilmu memanfaatkan informasi cuaca dan iklim untuk kegiatan pertanian, dipelajari 30 petani dari berbagai kelompok sejak Juli 2017. Di momen Hari Tani Nasional pada 24 September, para petani tersebut mengaku mulai memahami pentingnya mengetahui cuaca dan iklim demi menghasilkan produksi pertanian yang maksimal.

SLI terbentuk dari program USAID Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) yang diinisiasi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk memberikan akses informasi cuaca dan iklim kepada petani. Dengan mengetahui kapan musim hujan, kekeringan, dan kapan fenomena seperti El Nino dan La Nina datang, petani dapat mensiasati praktek pertaniannya dan beradaptasi dengan cuaca ekstrem.

Keberadaan SLI yang diikuti petani Kelurahan Baruga merupakan kerja sama USAID APIK dengan BMKG melalui Stasiun Klimatologi Ranomeeto, Dinas Pertanian Kota Kendari, Penyuluh Pertanian Kelurahan Baruga, Balai Proteksi Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara.

(Baca: SLI: Petani Sultra Belajar Mamahami Iklim Untuk Optimalisasi Pertanian)

Bertepatan Hari Tani Nasional yang jatuh pada 24 September, kelas SLI sesi ke-8 dari rangkaian 10 kelas ini, para petani belajar menganalisis usaha tani. Meski SLI belum usai dan tuntas, namun para petani telah merasakan manfaat dari ilmu pengetahuan yang diberikan dalam setiap kelasnya.

Para petani tersebut, belajar di ‘sawah laboratorium’ seluas 2500 meter persegi. Mereka belajar mengenai cara mengakses, membaca, dan memanfaatkan informasi cuaca dan iklim untuk kegiatan pertanian mereka. 

Setelah kegiatan SLI selesai, para petani dapat mengukur curah hujan secara mandiri menggunakan alat penakar hujan sederhana dan mengamati parameter lingkungan lain seperti suhu dan kelembaban yang berpengaruh terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mungkin menyerang tanaman mereka. Selain itu, mereka juga dapat mengetahui prakiraan musim, kapan waktu yang tepat untuk menanam sebagai antisipasi fenomena cuaca ekstrem dan pada akhirnya mengantisipasi kemungkinan gagal panen. 

Petani perempuan yang menjadi salah satu peserta SLI mengatakan, “Kita jadi tahu sekarang bisa mengukur kelembaban. Kalau kelembaban tinggi, maka penyakit blas akan lebih mungkin menyerang. Sekarang kita tahu ambang batasnya kapan harus menyemprot fungisida. (SLI) banyak manfaatnya, kita jadi memperhatikan tanda-tanda hujan yang sangat berguna bagi petani,” ucap petani. 

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi oleh kaum petani, Manajer Regional Program USAID APIK Sulawesi Tenggara, Buttu Madika mengajak para pihak untuk bersama-sama bekerja untuk para petani mengikuti apa yang telah dicapai melalui kegiatan SLI.

“Sudah terbukti dengan memberikan akses informasi cuaca dan iklim kepada petani dapat membantu meningkatkan kapasitas adaptif mereka dalam menghadapi cuaca ekstrem. Program USAID APIK akan terus bekerja untuk meningkatkan ketangguhan masyarakat terutama seperti petani yang paling rentan dan kami mendorong seluruh pihak dan instansi terkait untuk bersama-sama bekerja. Di Hari Tani Nasional ini, baiklah menjadi pengingat bahwa kesejahteraan petani harus meningkat karena merekalah juga yang menjadi aktor utama untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi masyarakat luas,” kata Buttu Madika.

Sebelumnya, informasi cuaca dan iklim yang selama ini disediakan oleh BMKG, tidak sampai langsung kepada mereka yang membutuhkan seperti petani. Padahal perubahan iklim yang terjadi saat ini sangat dirasakan dampaknya oleh petani. “Unsur cuaca dan iklim sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan produktivitas komoditi pertanian. Kekeringan dan banjir mengakibatkan gagal panen atau puso, dan juga dapat memicu perkembangan OPT,” jelas Koordinator Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP), Samuel Petrus Lewi.

Hal tersebut diamini oleh Arif, petani asal Kelurahan Baruga, Kota Kendari yang mengatakan, “Pernah di tahun 2015 itu kekeringan panjang (dan akhirnya) gagal panen. Seandainya waktu itu kita tahu akan kekeringan, kita tidak akan tanam padi tapi mungkin palawija yang lebih tahan panas,” ujar Arif.

Sumber: USAID APIK

  • Bagikan