SULTRAKINI.COM: YOGYAKARTA-Menjelang Pilkada serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024, ancaman penyebaran hoaks diprediksi meningkat tajam, menyusul tren yang terjadi pada Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif awal tahun ini. Komite Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mencatat, selama semester I 2024, terjadi lonjakan signifikan penyebaran hoaks di ruang digital terkait tahapan Pemilu 2024. Total 2.119 hoaks ditemukan dalam periode tersebut, hampir menyamai jumlah total hoaks sepanjang tahun 2023. Tren ini menimbulkan kekhawatiran bahwa penyebaran hoaks, yang seringkali menyerang penyelenggara pemilu, kontestan, serta partai pendukungnya, dapat berulang dan meningkat pada Pilkada 2024.
Peningkatan hoaks yang terjadi pada Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2024, yang mewarnai berbagai tahapan pemilu seperti pendaftaran, kampanye, hingga penetapan hasil, menandai tingginya risiko disinformasi dalam proses pemilu. Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, menyebutkan bahwa isu yang sering dimanipulasi dalam hoaks terkait Pilkada 2024 meliputi politik lokal, etnis, agama, dan kelompok sosial. “Pengalaman dari Pemilu sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan isu SARA dalam kampanye dapat memicu polarisasi sosial yang ekstrem, seperti yang kita lihat dalam Pilpres 2019 dan Pilgub DKI 2017,” jelas Septiaji.
Risiko Tinggi Hoaks Lokal dan Penggunaan AI
Pilkada, yang merupakan kontestasi tingkat lokal, menghadirkan potensi besar penyebaran hoaks yang menyasar masyarakat setempat. Berdasarkan data Mafindo, hoaks pada Pilkada nanti kemungkinan besar akan menargetkan penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, serta para kontestan dan partai politik. Selain itu, hoaks juga diprediksi akan meningkat selama setiap tahap proses pemilu, mulai dari pendaftaran, kampanye, pemungutan suara, hingga penghitungan dan penetapan hasil.
Peningkatan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam pembuatan hoaks juga menjadi ancaman yang perlu diwaspadai. Hoaks berbasis AI lebih mudah dibuat dan lebih sulit dideteksi, terutama ketika digunakan untuk menyebarkan disinformasi visual seperti video dan gambar yang dipalsukan. Hal ini semakin memperkuat urgensi untuk memitigasi dampak hoaks menjelang Pilkada 2024.
Langkah Mitigasi dan Pentingnya Kolaborasi
Untuk menghadapi potensi lonjakan hoaks selama Pilkada 2024, Mafindo menekankan pentingnya literasi media bagi masyarakat, peningkatan transparansi dari penyelenggara pemilu, dan penggunaan teknologi yang mampu mendeteksi hoaks secara real-time. Kolaborasi antara pemerintah, platform media sosial, dan masyarakat sipil juga dianggap sebagai kunci untuk menekan penyebaran disinformasi.
Septiaji Eko Nugroho mengingatkan bahwa stabilitas sosial dan demokrasi menjadi taruhannya apabila hoaks terus dibiarkan berkembang tanpa penanganan yang tepat. “Hoaks bukan hanya ancaman bagi individu, tetapi juga bagi stabilitas sosial dan proses demokrasi secara keseluruhan. Kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama memerangi penyebaran hoaks, terutama menjelang Pilkada 2024,” tambahnya.
Pemantauan Hoaks Semester I 2024: Data dan Temuan
Hasil pemantauan Mafindo menunjukkan peningkatan signifikan dalam temuan hoaks selama semester I 2024, dengan total 2.119 hoaks, hampir dua kali lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hoaks bertema politik mendominasi, mencapai hampir setengah dari total hoaks yang beredar. Sebanyak 62,9% hoaks berbentuk kombinasi teks dan video, memanfaatkan konten visual untuk memperkuat narasi. Facebook tercatat sebagai platform dengan penyebaran hoaks terbesar (30,4%), diikuti oleh TikTok (26,7%) dan YouTube (25,4%).
Temuan tersebut menggarisbawahi pentingnya strategi mitigasi disinformasi, terutama di platform berbasis video yang kian berpengaruh, terutama di kalangan pemilih muda. Dengan potensi hoaks yang terus berkembang dan meningkatnya penggunaan AI dalam penyebaran disinformasi, langkah-langkah preventif yang kuat sangat dibutuhkan untuk menjaga integritas pemilu dan melindungi demokrasi.