Hugua: Guru Honorer K2 Butuh Revisi Undang-undang

  • Bagikan
Perwakilan PHK2-I Sultra berdiskusi dengan anggota DPR RI, Hugua. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)
Perwakilan PHK2-I Sultra berdiskusi dengan anggota DPR RI, Hugua. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Dunia pendidikan di tanah air masih menyisakan sejumlah problematika yang harus diselesaikan, salah satunya mengenai nasib guru honorer kategori 2 (K2) yang tak kunjung diberikan kepastian oleh pemerintah.

Peran K2 saat ini di daerah seakan tidak pernah dihargai oleh pemerintah. Bagaimana tidak, upah yang diterima tidak sebanding dengan beban kerja mereka selama ini, sementara peran mereka dalam mendukung tata laksana pemerintahan sangat tinggi.

Melalui Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2-I) Provinsi Sulawesi Tenggara, mereka menyambangi anggota Komisi II DPR RI Dapil Sultra, Hugua pada Jumat, 29 November 2019 di kediamannya. Mereka berharap Hugua memperjuangkan nasib K2 khususnya di Sultra.

Koordinator Wilayah PHK2-I Sultra, Madeyang, mengatakan para honorer K2 di Sultra berharap diagendakan rapat dengar pendapat bersama pemerintah dan DPR.

“Terima kasih kepada Hugua karena memperjuangkan nasib honorer K2. Kami meminta beliau agar mengagendakan RDP. Kami berharap melalui pertemuan ini ada kejelasan nasib honorer K2,” ujarnya sambil berderai air mata.

Ia jelaskan, kondisi honorer K2 saat ini sangat memprihatinkan karena beban kerja dengan gaji yang diterima tidak sebanding. Gaji yang mereka terima tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Madeyang juga membantah apa yang disampaikan oleh pemerintah bahwa honorer sudah sejahtera.

“Kalau kami honorer tenaga pengajar, dibayar Rp 10 ribu perjam. Jika banyak jamnya, gaji kami bisa terima Rp 700 ribu pertiga bulan. Itupun digaji dari uang komite dan dana bos. Beda lagi dengan honorer di kecamatan dan kelurahan, mereka nanti setelah mengetik baru dikasih lima ribu,” jelasnya.

“Kami mengabdi 15 tahun sampai saat ini, jangankan beli motor, mencicilnya pun kami tidak bisa. Itulah nasib kami. Apa yang dikatakan pemerintah pusat bahwa kami sejahtera itu tidak benar,” sambungnya.

Madeyang meminta adanya revisi undang-undang ASN yang bisa mengakomodir honorer K2 diangkat menjadi PNS, dengan tidak melihat batas umur dan kualifikasi pendidikan.

“Siswa yang kami ajar sudah PNS, tapi kami masih K2. Kalau honorer K2 tidak bermutu, tidak mungkin ada siswa kami yang lulus USBN, bahkan mereka sudah selesai kuliah dan menjadi PNS. Kami berharap honorer K2 tidak lagi di P3K, tapi langsung di PNS-kan,” ucapnya.

Menanggapi itu, Hugua berjanji akan memperjuangkan nasib para honorer K2 karena mereka memiliki kompetensi dan peran sangat penting. Memperjuangkan honorer K2 adalah sebuah tanggung jawab.

“Saya melihat sepintintas mereka hampir putus asa, seakan tidak ada lagi jalan keluar. Hambatan mereka adalah undang-undang, solusinya adalah revisi undang-undang,” jelasnya.

Hugua mengaku, di Komisi II ia getol menyuarakan nasib honorer K2. Bahkan ia dipercayakan dan ditugaskan untuk berada di kelompok kerja (Pokja) kepegawaian atau ASN yang nantinya melakukan revisi UU ASN. Ia juga akan mengagendakan pertemuan antara komisi II dengan PHK2-I.

Hugua juga tidak sepakat bahwa honorer K2 disebut tidak kompeten karena mereka sudah lama mengabdi. Bahkan ia menegaskan, honorer K2 tidak perlu lagi dites untuk diangkat menjadi PNS.

“Honorer K2 adalah utang negara. Revisi UU ASN ini masuk dalam Prolegnas DPR RI melalui Komisi II. Salah satu poin harus direvisi adalah bagaimana UU ini bisa mengakomodir pengangkatan para honorer K2 dengan penekanan mereka ini bisa diangkat tanpa harus mengikuti proses tes lagi,” terangnya.

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan