Hukum Melakukan Perdagangan Elektronik

  • Bagikan
Ilustrasi (Google Images)

Seiring dengan perkembangan zaman, interaksi antara manusia dalam memenuhi kebutuhan juga mengalami banyak perubahan. Pada awalnya sistem penukaran barang hanya dilakukan secara manual (barter) dengan mengharuskan kehadiran antara penjual dan pembeli dengan adanya barang disertai dengan transaksi (ijab dan qabul).

Dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi, proses jual beli yang tadinya hanya dilakukan secara manual, kini dapat dilakukan melalui via internet. Hal ini disebut dengan e-commerce.

Perdagangan elektronik (Bahasa Inggris: electronic commerce atau e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.(Wikipedia).

Dilihat dari sistem serta prinsip operasionalnya, E-commerce atau E-business menurut kacamata fiqih kontemporer sebenarnya merupakan alat, media, metode teknis ataupun sarana (wasilah) yang dalam kaidah syariah bersifat fleksibel, dinamis dan variabel. Hal ini termasuk dalam kategori umuriddunya (persoalan teknis keduniawian) yang dimana Rasulullah telah pasrahkan sepenuhnya kepada umat Islam, selama hal itu masih berada dalam koridor syariah untuk menguasai dan memanfaatkannya demi kemakmuran umat.

Namun, dalam hal ini ada yang tidak boleh berubah dan prinsipil yakni prinsip-prinsip syariah dalam muamalah yang tidak boleh dilanggar dalam mengikuti perkembangan. Menurut kaidah fiqih sebagaimana dikemukakan Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu (IV/199) bahwa prinsip dasar dalam transaksi muamalah dan persyaratannya yang terkait dengannya adalah boleh selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan dalil (nash) syariah.

Oleh karena itu, hukum transaksi dengan menggunakan media E-commerce adalah boleh berdasarkan prinsip mashlahah karena kebutuhan manusia akan kemajuan teknologi ini dengan berusaha memperbaiki dan menghindari kelemahan dan penyimpangan teknis maupun syariah sebab tidak dapat dipungkiri bahwa mekanisme yang dibuat manusia tidak luput dari kelemahan dan selama masih relatif aman dan didukung oleh upaya-upaya pengaman hal itu dapat ditolerir.(berdasarkan prinsip toleransi syariah dalam muamalah dan kaidah fiqih: Adh-DhararuYuzal/Mudarat harus dihilangkan)

Mengenai teknis operasionalnya dikembalikan kepada kebiasaan, tradisi, prosedur dan sistem (‘urf) yang kesepakatannya berlaku termasuk dalam implementasi ijab dan qabul dalam jual-beli, serta tidak harus dilakukan dengan mengucapkan kata atau bertemu fisik, tetapi bersifat fleksibel dengan memilih pilihan tertentu pada cyberspace. Yang selanjutnya melakukan penyelesaian pembayaran dengan cara dan media teknologi apapun dapat dianggap sah selama memenuhi kriteria dan persyaratan syariah dalam transaksi untuk selanjutnya masing-masing pihak komitmen untuk memenuhi kewajibannya masing-masing sesuai kesepakatan.

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS.Al-Maidah:1)

Nabi SAW bersabda: “Orang Islam itu wajib memenuhi komitmen kesepakatan mereka kecuali kesepakatan atau perjanjian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Wallahu Alam.

 

Oleh: Ummu Nurkhalila

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2009/08/20/3498/hukum-electronic-commerce-e-commerce/#ixzz4cD0QUUz1

  • Bagikan