Iklan Menari, Remaja Meniru

  • Bagikan

Blackpink, girl group asal korea selatan sedang menajdi sorotan di Indonesia.  Resminya Blackpink menjadi Brand Ambassador Shopee tidak selalu menimbulkan respon positif di kalangan masyarakat. Pada Jumat (7/12/2018) muncul petisi dengan judul “Hentikan Iklan Blackpink Shopee” yang dibuat oleh Maimon Herawati untuk memprotes iklan Shopee yang dibintangi Blackpink “Sekelompok perempuan dengan baju pas-pasan. Nilai bawah sadar seperti apa yang hendak ditanamkan pada anak-anak dengan iklan yang seronok dan mengumbar aurat ini? Baju yang dikenakan bahkan tidak menutupi paha. Gerakan dan ekspresi pun provokatif. Sungguh jauh dari cerminan nilai Pancasila yang beradab,” tulis Maimon pada laman Change.org. ( tirto.id, 10 desember 2018)

Remaja rentan meniru tontonan

Tentu suatu kewajaran apabila seorang Ibu bernama Maimon khawatir dengan sisi negatif dari  laju perkembangan digital mengingat banyaknya iklan Produk yang justru menciderai nilai-nilai etika dan moral. Meski ada yang berkomentar bahwa ini adalah persoalan penerimaan otak dan cara menilai yang selalu menganggap buruk “ketelanjangan” , tapi harus dipahami juga bahwa ini bukan tentang seberapa rusaknya otak manusia tapi sarana yang justru dapat memberikan stimulus pada manusia yang berotak normal dan punya naluri, tentu sama saja jika dianalogikan dengan api, sebab api tak mungkin menyala jika tak ada pemicunya, bahkan tak dapat dipungkiri bahwa tontonan yang disajikan secara terus menerus dapat memberi efek pada psikologis remaja, kecendrungan untuk melakukan hal yang sama terhadap apa yang mereka tonton, Jadi sah saja apabila naluri ibu dan naluri kemanusiaan seorang Maimon tergerak untuk membuat petisi sebab dia pahami betul bahwa iklan yang ditampilkan justru akan mengedukasi masyarakat terutama remaja yang masih labil pemikirannya.

Tontonan yang ditampilkan secara berulang-ulang dan dilihat oleh remaja dapat menstimulus para remaja dan menganggap benar prilaku yang ditayangkan, pada akhirnya remaja mengidentifikasi dengan berpenampilan yang sama dengan sang idola, membenarkan busana minim, gaya menggoda dan ekspresi provokatif. Bahwa ini bukanlah seberapa kuat mental dan keimanan seseorang tapi harusnya ada upaya untuk menutup cela kerusakan moral sebab tak mungkinlah seseorang menganggap benar aksi erotis kalau bukan karena pembelajaran yang intens yang mereka dapat melalui media yang mereka tonton  dan itu terfasilitasi.  Salah satu media yang paling efektif untuk proses pembelajaran modern itu adalah tontonan, karena telah ada adegan visual, audio dan juga gerakan aktivitas yang memberikan contoh.

Persoalan kuat dan bersihnya pemikiran bukan semata-mata yang bertanggungjawab adalah individunya tapi juga peranan keluarga, masyarakat , media, dan tentu Negara, sebab walaupun individunya sekuat batu atau beton sekalipun tapi ketika terus menerus dihantam dan diterjang badai yang dapat merusak moral dan etikanya maka pasti individu itu akan rusak. Maka akan lebih baik semua elemen memfungsikan diri untuk menjaga akal dan kehormatan manusia supaya tidak terjebak dan terjerumus pada tingkah laku hewani yang mencabut nilai nilai luhur yang ada dalam fitrah kemanusiaannya, tentu juga tak dapat menyalahkan otak manusia, sebab jika dia manusia normal sangat memungkinkan untuk terstimulus dengan tontonan yang dia lihat, maka itu harus ada upaya masyarakat termasuk media untuk menjaga remaja dari pengaruh buruk yang dapat merusak mental dan moral mareka begitu pun Negara haruslah berperan dalam memfilter berbagai tayangan yang memang tak layak tonton sebab peradapan bangsa akan merana jika para agen pemikir dan pembangunnya justru terjebak pada pemahaman yang keliru tentang konsep hidup.

Sesungguhnya kita tengah terjebak dalam euforia sekulerisme yang melahirkan hedonisme dan permisivisme , nilai-nilai spiritual religius menjadi tak bermakna sebab agama telah dipisahkan dalam aspek kehidupan jadilah nilai tertinggai adalah pemuasaan diri untuk meraih kebahagian, tentu kebahagian dalam standar sekulerisme adalah kapital yaitu modal atau uang jadi materi dalah tujuan hidup tertinggi maka apapun cara yang di tempuh untuk mendapatkan uang adalah sah dilakukan meskipun mengabaikan nilai-nilai moral dan spiritual, sesungguhnya kapitalisme sekulerisme telah membunuh logika sehat manusia dan menempatkan fitrah dan nauri manusia pada lorong sempit yang bernama materi .

Kolaborasi antara pengusaha dan penguasa yang hanya berorientasi profit justru menghasilkan korban kemanusian yang mendalam terutama aspek pemikiran dan moralitas. Dan remaja adalah korban terbanyak dari kebuasan, keegoisan dan keserakahan para Kapital yang hanya mengejar nilai keuntungan materi, sayangnya wajah buas pengejar profit tersembunyi dalam mantel pernak pernik kemewahan dunia sehingga banyak yang tak menyadari betapa mereka telah diperdaya dan  hanya menjadi komoditas yang akan menambah pundi-pundi materi para Kapital, ditambah dengan abainya penguasa yang orientasi berfikirnya hanyalah sekedar segepok receh menghiasi setiap limbik otaknya.

Posisi Media Di Masyarakat

Mengutip dari muslimah News ID, Media massa baik cetak maupun elektronik, memiliki posisi penting dalam masyarakat. Media massa mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam baik di dalam maupun di luar negeri (Sya’rawi, 1992: 140). Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat islami yang kokoh. Media islam menjadi sarana menjelaskan semua tuntunan hidup baik berdasar syari’at, beberapa nilai dan panduan bersikap hingga peningkatan kualitas hidup dengan pemanfaatan iptek. Media juga sarana shiro’ul fikry dan kifahus siyasi. Menunjukkan kesesatan ideologi dan pemikiran di luar islam serta mengungkap cara busuk yang digunakan untuk menjerumuskan manusia pada kehinaan dan kehilangan fitrah manusia. Di samping itu, juga menjadi sarana informasi, edukasi dan persuasi serta hak berekspresi publik dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar dan muhasabah lil hukam.

Dalam negara Khilafah, media ditangani khusus oleh departemen penerangan (daairat i’lamy) yang bertanggungjawab langsung pada khalifah. Khilafah memiliki beberapa kebijakan terkait media, diantaranya : Khilafah mengerahkan segenap potensi dana, ahli dan teknologi untuk memangkal masuknya pemikiran, ide serta nilai yang bertentangan dengan akidah islam via media, Khilafah melarang semua konten media yang merusak, baik dalam buku, majalah, surat kabar, media elektronik dan virtual.”Segala sesuatu yang menghantarkan pada yang haram hukumnya adalah haram. Jika hanya dikhawatirkan maka tidak diharamkan.” (Syekh Taqiyyuddin an Nabhani, Muqadimah ad dustur, hal. 88). Oleh karena adanya kebijakan Negara, maka seseorang, lembaga atau perusahaan industri tidak akan menyebarkan segala sesuatu yang justru dapat merusak akal manusia.

Kita tentu ingin membangun peradapan yang agung dan peradapan itu adalah yang menghargai nilai-nilai moral dan etika manusia bukan hanya tujuan profit bukan pula mengapresiasi popularitas palsu, tetapi peradapan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan menghargai martabat dan kehormatan manusia, menjaga akal dan berorientasi pada kemajuan hakiki yang terefleksi pada kecerdasan  penguasa dan rakyatnya dan itu tak akan mungkin terjadi jika nilai-nilai religius di abaikan dalam kencah kehidupan manusia  sebab jika aturan ilahi telah disingkirkan dalam ranah kehidupan manusia maka pasti manusianya keropos, karena itu mengembalikan aturan ilahia dalam kencah kehidupan adalah kewajiban yang tak dapat di tunda karena itu perlu ada pendidikan dan pembinaan di masyarakat akan arti penting penyatuan nilai-nilai religius dalam kehidupan. Wallahu a’alam(***)

Oleh : Mariana, S.sos ( Guru SMPS Antam Pomalaa )

  • Bagikan