IMFI: Daya Beli Motor Masyarakat Wakatobi Turun Drastis

  • Bagikan
Ilustrasi (Momotor.id)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Masuknya Wakatobi sebagai salah satu daerah miskin ekstrem di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) nampaknya tak terlepas dari lesunya perekonomian Wakatobi sejak tahun 2021, kian terpuruk.

Sehingga pemerintah pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Republik Indonesia pun langsung turun tangan dengan mengeluarkan surat keputusan nomor 25 tahun 2022 tentang kabupaten/kota prioritas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem tahun 2022-2024 pada tanggal 16 Juni 2022.

Lesunya perekonomian ini berimbas terhadap turunnya daya beli masyarakat, salah satunya bidang otomotif kendaraan roda dua (motor).

Kepala Indomobil Finance Indonesia (IMFI) Wakatobi melalui Staff Marketing, Junidin La Muini mengatakan, turunnya daya beli masyarakat pada motor terjadi sejak wabah Covid-19 melanda dunia yaitu sejak tahun 2019, namun makin parah lagi daya beli masyarakat terjadi di tahun 2021.

Ia mengungkapkan, di tahun-tahun sebelumnya pihaknya mampu menjual motor hingga 30 unit perbulan, namun sekarang paling banyak 10 unit sebulan yang dapat terjual.

“Dulu di jamannya pak Hugua pimpinan Wakatobi (2006-2016), rata-rata kita laku sekitar 30 unit perbulan, bahkan pernah tembus 60 unit. Jamannya pak Arhawi (2016-2021) sekitar 15 sampai 20 unit, tapi sekarang di jamannya pak Haliana ini hanya sekitar 10 unit, bahkan bulan ini kami laku tidak cukup 10 unit,” kata Junidin, Selasa (28 Februari 2023)

Menurutnya, turunnya daya beli masyarakat ini bukan hanya terjadi di IMFI, namun juga dialami oleh perusahaan pembiayaan lainnya.

Bukan saja daya beli masyarakat yang turun, namun juga saat ini banyak konsumen yang menunggak membayar cicilan motor karena penghasilan mereka juga menurun.

Ia menjelaskan, konsumen yang masih lancar membayar cicilan kebanyakan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan mempunyai usaha di luar daerah.

“Saya pernah tanya mereka (konsumen) kenapa menunggak bayar cicilan, alasannya menunggu kiriman uang dari keluarga yang mencari di luar daerah. Katanya kalau harapkan penghasilan di sini saja jangankan bayar cicilan, untuk makan saja susah,” tegasnya.

Lanjutnya, untuk konsumen mereka yang berprofesi sebagai nelayan kebanyakan beralasan turunnya pendapatan mereka dikarenakan tingginya biaya yang harus dikeluarkan saat turun melaut yang disebabkan tingginya harga solar yaitu Rp240 ribu perjerigen 20 liter, itupun susah payah didapatkan.

“Jadi pendapatan mereka lebih banyak habis dikeluarkan untuk beli solar. Bahkan mereka tidak rutin turun melaut karena susah dapat solar. Sehingga kami dari perusahaan pembiayaanpun tidak bisa berbuat banyak saat konsumen kami tidak mampu membayar cicilan,” terangnya.

Ia berharap, perekonomian Wakatobi segera pulih agar masyarakat bisa lebih sejahtera. (B)


Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan