Indonesia Dalam Cengkraman Dollar

  • Bagikan
Sitti Komariah, S.Pd. I (Komunitas Peduli Umat) Konda, Konawe Selatan.Foto:ist

Rakyat Indonesia kembali dikejutkan dengan pemberitaan baik melalui media televisi, cetak maupun online, tentang laju tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang kian melemah. Dimana nilai tukar tersebut menyentuh 14.840 terhadap per Dollar AS pada Jum’at, 31/8/2018 tengah malam. Bahkan ini merupakan posisi terendah  rupiah terhadap dollar sejak Juli 1998, setelah krisis keuangan melanda Asia (Liputan6.com, Jakarta, 1/9/208).

Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bima Yudhistira menilai  pelemahan rupiah terhadap dollar ini sudah diluar fundamentalnya.

Perlemahan nilai tukar ini dinilai tidak hanya beresiko kepada para pengusaha, melainkan juga bagi pemerintah dan bahkan akan berimbas kepada  kehidupan masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tersebut maka akan berimbas kepada kenaikan bahan-bahan pokok, bahan bakar minyak (BBM), pengangguran meningkat, PHK dimana-mana, dan lain sebagainya, yang akan kembali membuat masyarakat menjerit merasakan pahitnya hidup di negara bersumber daya alam (SDA) yang melimpah ruah ini.

Karena apabila kita menilik kembali negara Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam, seperti tambang nikel, minyak, emas, aspal, hasil bumi yang berlimpah, dan lain sebagainya. Seharusnya semua ini bisa menjadikan Indonesia, negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya. Tanpa takut perlemahan nilai tukar mata uang.

Inilah buah dari sistem ekonomi kapitalis, dimana sistem ekonomi kapitalis memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian secara penuh. Kebebasan itu berupa kebebasan dalam memproduksi, memiliki alat-alat produksi, menjual barang serta menyalurkan barang. Dalam sistem ini peran negara sangat dibatasi, bahkan sistem ini bertujuan untuk meraih laba (keuntunggan) yang sebesar-besarnya tanpa memikirkan nasib rakyat miskin, ataupun kesejahteraan dunia. Bahkan sistem ini telah menetapkan uang kertas (Fiat Money) sebagai mata uang dalam sistem moneternya, dimana nilai instrinsik dalam mata uang tersebut dapat berubah kapanpun sesuai kehendak para kapital (pemilik modal). Seperti hari ini yang dialami oleh negara Indonesia nilai tukar rupiah mampu menguat dan meturun dihadapan dollar AS yang menjadi patokan dalam bertransaksi.

Sehingga secara tidak langsung ini merupakan penjajahan gaya baru yang mau tidak mau membuat kita (negara Indonesia) harus tunduk kepada para kapital (pemilik modal), dimana dalam sistem ekonomi kapitalis ini, mereka yang memiliki modallah yang berkuasa, bebas menentukan harga barang termaksud dalam nilai tukar mata uang (sistem moneternya). Negara-negara yang mengemban sistem ini telah memanfaatkan nilai tukar uang tersebut sebagai salah satu alat penjajahan. Mereka mempermainkan mata uang dunia sesuai  dengan kepentingan mereka dan membangkitkan goncangan-goncangan moneter serta krisis-krisis ekonomi dengan cara memperbanyak penerbitan uang kertas inkonvertibel tersebut yang nilai instrinsiknya berubah-ubah sesuai kehendak para kapital.

Sistem ekonomi kapitalis pun juga berlandaskan pada pilar-pilar yang sangat rapuh yaitu, ekonomi berbasing investasi Asing, ekonomi bebasis utang (riba), ekonomi berbasis uang kertas (Fiat Money) dan ekonomi berbasis sektor moneter/keuangan non-riil).

Hal ini jelas berbeda dengan sistem ekonomi Islam, dimana dalam sistem ini berpedoman kepada hukum syara, yang bertujuan untuk mencapai kesejahterakan rakyatnya dan keberkahan di akhirat. Ekonomi Islam dijalankan melalui usaha-usaha yang halal menurut syariat Islam. Dalam sistem ini, bukan keuntungan sebesar-besarnya yang dicari, melainkan keseimbangan dan kesejahteraan hidup di dalam negara, bahkan dunia. Termaksud dalam sistem moneternya.

Dalam sistem ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi, yaitu yang terdiri dari sektor riil dan sektor keuangan (non-riil). Ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil saja. Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar perputaran harta kekayaan tetap berputar. Larangan terhadap adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal dalam sektor ekonomi riil, karena modal di sektor lain dilarang. Walaupun ada yang ingin tetap menaruh sejumlah uang sebagai tabungan atau simpanan di bank pasti tentunya tidak akan diberikan bunga. Modal yang tersimpan tersebut juga akan dialirkan kepada sektor riil. Artinya, tiap individu yang memiliki lebih banyak uang bisa di tanam  di sektor ekonomi riil, yang akan memiliki efek berlipat ganda karena berputarnya uang dari orang ke orang lain. Keberadaan bunga, pasar keuangan jelas dilarang oleh sistem ini.

Di Baitul Mal, rakyat juga mendapat bagian khusus untuk pinjaman bagi mereka yang membutuhkan, termaksud para petani, nelayan sebagai bentuk bantuan untuk mereka, tanpa ada unsur riba sedikit pun didalamnya. Karena dalam sistem ini transaksi ribawi jelas dilarang. Sebagaimana firman Allah  “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak melaksankan (apa yang diperintahkan ini) maka ketahuilah, bahwa akan terjadi perang dahsyat dari Allah dan RasulNya dan jika kamu bertaubat maka bagimu pokok harta kamu, kamu tidak dianiaya dan tidak pula dianiaya” (QS. Al-Baqarah :278-279).

Dan Allah tegaskan kembali tentang keharaman melakukan transaksi ribawi dalam ayatNya  “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantara (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(QS. Al-Baqarah : 275).

Sistem Islam juga melarang individu, institusi dan perusahaan untuk memiliki apa yang menjadi kepemilikan umum, seperti tambang emas, nikel, minyak, hutan, energi sebagai bahan bakar. Islam menjadikan negara sebagai penguasa yang memiliki kewajiban mengelola sumber daya alam tersebut dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyatnya. Negara  memiliki peran langsung dalam pencapaian tujuan ekonomi, dan tidak membiarkan  begitu saja semua tambang di kuasai oleh swasta. Sebagaimana hadist Rasulullah  “Seorang imam (khalifah) memelihara dan mengatur urusannya terhadap rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sistem Islam juga telah menetapkan dalam sistem moneternya bahwa emas dan perak merupakan mata uang, bukan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah “Orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah SWT. Maka beritahukanlah kepada mereka azab yang pedis” (QS. At-Taubah : 94). Dari ayat tersebut telah jelas bahwa Allah melarang orang yang menimbun emas dan perak karena kedua benda tersebut adalah hal sangat penting bagi suatu negara begitupun dengan halnya uang.

Dalam sistem ini mengeluarkan uang kertas substitusi harus ditopang dengan emas dan perak, dengan nilai yang sama dan dapat ditukar saat ada permintaan. Dengan begitu, uang kertas negara manapun termaksud dollar tidak akan bisa mendominasi uang negara lain. Sebaliknya, uang tersebut mempunyai nilai instrinsik yang tetap, dan tidak berubah. Sehingga tidak ada  kata perlemahan dan penguatan nilai mata uang yang menyebabkan terjadinya goncangan-goncangan moneter serta krisis-krisis ekonomi.

Namun penerapan sistem ekonomi Islam ini tidak akan sempurna bila tidak didukung dengan adanya negara yang menerapkan seluruh aturan-aturan Islam dalam segala aspek kehidupan dengan bingkai Daulah Khilafah Islamiyah, yang terbukti mampu mensejahterakan rakyaknya selama 14 abad silam, yang menerapkan pada sistem moneternya emas dan perak sebagai mata uangnya. Dengan demikian, niscaya akan terwujud kestabilan ekonomi, dan lenyapnya hegemoni mata uang suatu negara atas negara lain.

Oleh karena itu, marilah kita berjuang dengan terus mengemakan opini ditengah-tengah umat, agar sistem Islam segera ditegakkan, dan mengambil aturan-aturan Allah sebagai solusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dan meraih keberkahan dan ridho Allah SWT. Wallahu a’lam Bish-shawab.

Oleh : Sitti Komariah, S.Pd. I (Komunitas Peduli Umat) Konda, Konawe Selatan

  • Bagikan