Inflasi Ramadhan, Akibat Psikologi Pasar?

  • Bagikan
Syaifullah Sanggala, S.Ak, Alumni FEB UHO.Foto: Ist

Syaifullah Sanggala, S.Ak
Alumni FEB UHO

“Sayur naik, bawang naik, semua naik”, keluh salah seorang ibu selepas dari pasar tradisional membeli beberapa bahan pokok untuk keperluan jamuan ifthar dan sahur. Begitulah fenomena ramadhan di negeri ini, negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar didunia selalu saja menjalani ramadhan dengan tertatih-tatih menghadapi inflasi yang tak kunjung berakhir.

Entah apa penyebab inflasi di negeri ini, bahkan kementrian menjalankan tugas gabungan dengan beberapa instansi pun sepertinya tak mampu menghentikan laju harga yang semakin meroket selama ramadhan dan menjelang idhul fitri 1438 H mendatang.

Sepertinya permintaan yang tinggi akan sebuah produk/bahan pokok selama ramadhan tak mamapu dipenuhi oleh  kuantitas penawaran atau supplies yang ada, yang menjadi pertanyaan adalah benarkah demikian adanya?

Salah seorang pengamat dalam sebuah acara economic challengies ia mengatakan bahwa salah satu penyebab inflasi ramadhan adalah terjadinya psikolgi pasar yakni over demand (permintaan yang begitu banyak) untuk memenuhi kebutuhan ramadhan. “Jadi ibu-ibu atau orang datang ke pasar membawa harapan untuk membeli banyak barang atau bahan pokok, sehingga kebutuhan saat ramadhan ini meningkat”, tuturnya saat ditanya tentang inflasi ramadhan

fenomena tahunan saat ramadhan dan menjelang lebaran idul fitri tersebut seharusnya telah menjadi perhatian khusus para pemangku kebijakan, jika program – program seperti operasi pasar yang dilakukan juga belum memberi kontribusi aktif dalam mempengaruhi inflasi ramadhan yang ada mungkin inti perosalannya bukan pada titik itu, seharusnya evaluasi kebijakan lebih menyentuh pada aspek inti seperti menambah jumlah titik operasi pasar pada objek masyarakat/warga tertentu.

Dimensi lain, selain psikologi pasar yang terjadi selama ramadhan dan memiliki kontribusi besar pada inflasi adalah adanya para kapitalis yang melakukan praktek-praktek kartel ilegal sehingga supply yang ada dilapangan cenderung tipis dan harga pun dengan mudah dimainkan sesuka hati memenuhi jiwa serakahnya.

Komisi pengawas persaingan usaha (KPPU) telah melakukan pengkajian dan penelusuran selama ramadhan tahun ini. untuk komoditas bawang putih saja, terdapat sedikitnya 4 perusahaan besar yang melakukan praktek kartel ilegal. Sehingga kenaikan harga dipasar pun bisa menembus 40% dari harga biasanya.

Praktek kartel sepertinya kurang mendapat sanksi yang tegas dari rezim dan produk legislatif di negeri ini, hukum yang sedikit malu-malu pada para pemilik modal yang mungkin juga teman para politisi pembuat hukum.

Kondisi inflasi ramadhan yang merupakan fenomena tahunan sepertinya akan terus terjadi jika dimensi kartel oleh para kapialis ini tak bisa dibendung dengan kekuatan hukum yang tegas, apalagi harmonisasi kapitalis dan politisi berjalan langgeng dalam demokrasi liberal di indonesia sehingga hukum menjadi tumpul kepada ‘mereka’, yah mereka yang berjiwa komprador.

  • Bagikan