Infrastruktur Maju Tapi Miskin Fungsi, Hugua: Warga Kolut Butuh Gelora Pertanian

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Saat berkunjung ke Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), tampak di ibukotanya sejumlah bangunan bertingkat, dengan fasilitas milik pemerintah yang terlihat moderen. Di ruas jalan utama sejumlah sarana olahraga terbangun, bahkan kolam renangnya yang cukup luas terletak tak jauh dari pantai.

Pendatang yang mampir, akan melihat Kota Lasusua (ibukota Kolut) meniru kota di Australia. Seolah-olah setiap orang di kota itu berminat untuk melakukan olahraga atau berenang tiap saat.

Hal ini kontradiktif dengan kondisi masyarakat Kolut yang mayoritas bertani, berkebun, nelayan dan pedagang, yang masih menggunakan cara tradisional. Pembangunan yang dilakukan miskin fungsi, sebab anggaran yang dihabiskan untuk
infrastruktur itu tak dapat dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat. Apalagi biaya pemeliharaannya relatif mahal.

Pemimpinnya tak sadar, masyarakat Kolut sedang terancam kehilangan pendapatan dari hasil kebunnya, terutama petani Kakao. Padahal, daerah ini dikenal sebagai salah satu lumbung Kakao Provinsi Sulawesi Tenggara. Begitu pula tanaman cengkeh. Namun pemerintah sebelumnya tampak abai terhadap “piring makan” warganya.

Petani Kakao Kolut menderita atas serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Produksinya menurun drastis. Serangan hama tak dapat diatasi. Pemerintah sejak bertahun-tahun lalu sibuk membangun gedung.

Hugua yang dimintai tanggapannya, menilai pembangunan di Kolut salah arah. Menurut Calon Wakil Gubernur Sultra nomor urut 2 ini, Jakarta saja sebagai kota besar belum tentu mau membangun fasilitas mewah seperti itu, apalagi bagi daerah pertanian seperti Kolut. Masyarakatnya lebih membutuhkan perhatian terhadap lahan pertaniannya, ketimbang memanfaatkan kolam yang berbiaya perawatan mahal seperti itu.

“Pemimpinnya itu suka bersimulasi gambar-gambar dengan motivasi tidak
jelas, sementara masyarakatnya, petani yang sudah mau mati karena PBK sudah menyerang. Hanya difokuskan kepada bangunan-bangunan. Ya kita apresiasilah, padahal belum tentu bisa ke situ. Sementara mereka masih bergolak dengan perutnya,” ucap Hugua yang pernah jadi Bupati Wakatobi dua periode.

Dia menilai, petani Kolut lebih membutuhkan bantuan modal tanpa agunan, tanpa bunga dan tanpa proposal. Khususnya di sektor pertanian. Kolaka Utara kata dia, butuh menggelorakan kembali produksi pertanian dan perkebunan, terutama Kakao dan Cengkeh.

Kesulitan petani Kakao saat ini, adalah memusnahkan hama PBK. Solusinya, kata mantan konsultan JICA ini, memutus siklus hama dalam satu periode, selama satu atau dua tahun. Semua tanaman Kakao harus ditebang, sebab hama PBK dapat menjangkiti semua pohon sehat. Berpindah dari pohon sakit ke pohon sehat. Bahkan pohon remaja ketika berbuah akan terserang PBK.

“Pemerintah harus menyediakan alternatif sumber penghasilan bagi petani yang Kakaonya ditebang. Misalnya dengan bertani nilam atau jagung, atau tanaman lain. Pohon remaja juga harus diberi kompensasi,” kata Hugua.

Hal terpenting lain, pemerintah harus menjamin pasar dari hasil produksi pertanian tersebut. Selain itu, kekompakan para petani dalam fase pemutusan siklus hama PBK dan masa penanaman kembali. Jika dipaksakan, hama ini tidak akang hilang.

Untuk tanaman Cengkeh, yang kehidupannya butuh kemarau minimal dua bulan, juga perlu perhatian khusus. Sebab dua tahun terakhir ini hujan lebat terus menerus menurunkan produktifitasnya.

Sektor tambang, lanjut Hugua, bisa dihidupkan asal dengan penataan yang sangat serius. Masalahnya, sektor ini terbukti tidak memberikan dampak ekonomi yang serius pada masyarakat
secara massif dan massal.

“Kalau Asrun-Hugua menang, akan membenahi Pasar Lapai sebagai pasar terbesar di Kolut yang masih membutuhkan perhatian pemerintah. Kita janjikan modal kepada usaha mikro tanpa proposal, tanpa agunan dan tanpa bunga,” pungkasnya.

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan