Ironi Generasi Tik Tok

  • Bagikan
Arianti Anas Tasya.Foto:ist

SULTRAKINI.COM:Tik Tok adalah bagian dari Bytedance Inc, perusahaan internet raksasa Cina yang juga jadi induk usaha Musically. Di negara asalnya, Cina, Tik Tok dikenal dengan nama Douyin.

Di Indonesia, Tik Tok resmi diluncurkan pada September 2017 dengan sebuah pesta peluncuran di Jakarta. Aplikasi ini dengan cepat menarik banyak perhatian.

Kepopuleran Tik Tok memunculkan selebriti dadakan yang terkenal karena aktivitasnya di aplikasi tersebut. Salah satunya adalah Prabowo Mondardo, atau yang akrab disapa Bowo/Kak Bowo. Dengan akun Tik Tok Bowoo_Outt_Siders, ia telah memiliki lebih dari 840 ribu fans dan video-video singkatnya telah disukai lebih lebih dari 7,4 juta kali.

Para fans Bowo sangatlah fanatik. Mereka rela hadir ke acara meet and greet yang digelar oleh tokoh idolanya tersebut meski dikenakan tarif yakni sebesar Rp. 80.000 hingga Rp. 100.000 per orang.

Tak hanya itu, beberapa orang anak perempuan, lewat status Facebooknya, bahkan mengaku rela menjual ginjalnya demi bertemu Bowo (Tribunnews.com). Yang lebih mencengangkan, seorang fansnya mengatakan dalam sebuah caption di akun instagram pribadinya, “Aku rela tidak masuk surga, asalkan perawanku p*cah sama Bowo.” Naudzubillah!

Tak hanya Bowo, bahkan sejumlah remaja muslimah pun ikut menyalagunakan aplikasi ini. Memaksa muslimah menanggalkan rasa malu. Tercoreng iffah dan izzah-nya. Joget tak berarah di depan kamera.

Ironinya generasi muda saat ini. Generasi yang semestinya menjadi generasi penerus perjuangan dan tonggak perubahan sebuah peradaban. Nyatanya kini terhipnotis ke dalam permainan yang tidak berfaedah.

Beginilah dapak dari sekulerisme, hidup jauh dari dari aturan Tuhan. Agama dibuat lelucon. Usia belia, tapi gaya dipaksa dewasa. Berkiblat pada idola instan. Sibuk memuja popularitas dan syahwat. Pun, orang tua banyak yang berlepas tangan.

Padahal Allah SWT memerintahkan untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka.

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS. at-Tahrim: 6)

Adapun dalih idola bagi remaja, hal ini sangat berbanding terbalik di masa pemerintahan Islam. Masa dimana syariat Islam ditegakkan. Para remaja sibuk menjadi yang terbalik di hadapan Rabbnya. Bahkan menyibukan diri dalam menegakan agama Allah.

Mari melihat sejarah. Muhammad Al-Fatih, di usianya yang baru 21 tahun ia menjadi panglima perang yang berhasil menakhlukkan Kota Konstantinopel.

Uwais Al-Qorni. Pemuda yang sangat mencintai ibunya. Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Aisyah binti Abu Bakar adalah sosok seorang Ummul Mukminin yang begitu istimewa di hati Rasulullah Saw. Ia adalah orang tercinta di hati Nabi Saw setelah ayahnya. Dialah yang meneguk air kejujuran dari kedua orang tuanya , dan makan diatas jamuan makanan nubuwah. Dialah wanita suci lagi disucikan yang dibebaskan Allah dari tuduhan keji yang dialamatkan kepadanya dari langit ketujuh. Dialah wanita yang bertakwa, suci, wara’, dan zuhud.

Sepatutnya generasi masa kini menjadikan Islam sebagai pedoman atas tutur dan lakunya. Sejatinya, dengan itulah akan tercipta sosok-sosok generasi berkualitas yang akan mampu menjadi tonggak peradaban di masa depan.

Untuk mengubah cerminan generasi saat ini, di butuhkan dukungan dari berbagai pihak. Yakni keluarga, keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Dilingkungan keluargalah anak di tanamkan pendidikan adap dan akidah sejak dini.

Masyarakat, masyarakat harus berjiwa kritis jika melihat fenomena yang berbenturan dengan syara. Dengan demikian segala penyimpangan dapat ditekan dan diberantas.

Yang tak kalah penting negara,     negara bertanggung jawab menciptakan suasana kondusif bagi pelaksanaan seperangkat hukum syariat. Negara tidak boleh mendiamkan segala sesuatu yang dapat mengantarkan pada pelanggaran hukum syariat. Apalagi jika berdampak pada rusaknya akidah dan akhlak generasi.

Dengan demikan, akan tercipta cerminan generasi yang memiliki kejelasan visi hidup, untuk apa ia diciptakan. Wallahu’alam bisshawab.

Oleh: Arianti Anas Tasya (Guru SMAN 1 Motui, Sulawesi Tenggara)

  • Bagikan