Jasmin, Penolak Tambang di Wawonii Dijadikan Tersangka

  • Bagikan
Pulau wawonii dan tambang. (Foto: Ist)
Pulau wawonii dan tambang. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Salah seorang aktivis penolak tambang di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulawan, Provinsi Sulawesi tenggara, Jasmin resmi dijadikan tersangka, usai ditangkap penyidik ​​Direktorat Kriminal Umum Polda Sultra pada Minggu, 24 November 2019.

“Sesuai KUHAP diterbitkan sprint membawa status yang bersangkutan sudah dinaikkan menjadi tersangka, yang bersangkutan dipersangkakan Pasal 333 KUHP,” jelas Kabid Humas Polda Sultra AKBP Harry Goldenhart, Selasa (26/11/2019).

Sebelumnya, Jasmin ditangkap di rumah kakeknya di Kota Kendari sekitar pukul 17.00 Wita, atas laporan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) anak usaha Harita Group dengan tuduhan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang. Jasmin dijemput personel kepolisian karena yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik selama 2×24 jam.

Namun kata Harry Goldenhart, penyidik langsung memulangkan Jasmin setelah di BAP pada Senin (25 November 2019).

Devisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Muh Jamil menjelaskan, pihak PT GKP sebelumnya telah melaporkan sebanyak 27 orang warga Wawonii ke polisi. Tuduhan kepada warga yang dilaporkan pun bermacam-macam, mulai dugaan menghalang-halangi aktivitas tambang, dugaan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, dugaan tindak pidana penganiayaan, dan dugaan tindak pidana pengancaman.

Kemudian Jasmin bersama 21 orang warga lainnya sebelumnya dilaporkan ke polisi oleh pelapor atas nama Marion, karyawan PT GKP pada 24 Agustus 2019, dengan tuduhan dugaan tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap seseorang, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 333 KUHP.

“Empat hari sebelum penangkapan Jasmin, tepatnya pada 20 November 2019, sekelompok massa yang diduga dimobilisasi PT GKP mendemo Polda Sultra untuk mendesak polisi memproses hukum seluruh warga yang dilaporkan perusahaan. Hal ini kami nilai sebagai bentuk nyata intervensi perusahaan terhadap kepolisian,” tegas Muh Jamil.

Muh Jamil menilai, pelaporan terhadap Jasmin dan warga Wawonii lainnya hingga tindakan penangkapan oleh kepolisian, patut dipertanyakan. Sebab, lahan-lahan yang dipertahankan warga yang diterobos pihak PT GKP adalah milik sah masyarakat dan tidak pernah diserahkan atau dijual ke PT GKP untuk dijadikan jalan tambang (hauling).

“Yang mestinya diproses polisi adalah tindak kejahatan PT GKP yang menerobos lahan milik masyarakat,” ucapnya.

Bahkan, ia menduga keberadaan PT GKP termasuk semua perusahaan tambang di Wawonii ilegal, sebab Wawonii adalah pulau kecil yang luasnya 708,32 km2.

Berdasarkan ketentuan UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil peruntukannya bukan untuk kegiatan pertambangan.

Tak hanya itu, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Sultra, peruntukkan Pulau Wawonii tidak untuk pertambangan.

“Dengan demikian, penangkapan terhadap Jasmin, berikut 26 warga lain yang dilaporkan ke polisi, patut diduga atas ‘pesanan’ PT GKP kepada polisi yang bertujuan untuk membungkam suara penolakan tambang dari masyarakat Pulau Wawonii di satu sisi dan memuluskan niat jahat PT GKP dalam mengeruk perut pulau kecil itu di sisi yang lain,” ujarnya.

Dugaan ini kata dia, beralasan mengingat PT GKP sendiri, yang dikawal ketat aparat kepolisian, tercatat sudah tiga kali menerobos lahan milik masyarakat untuk membangun jalan tambang.

“Penerobosan pertama terjadi pada 9 Juli 2019 di lahan milik Ibu Marwah, penerobosan kedua pada 16 Juli 2019 di lahan milik Bapak Idris, dan penerobosan ketiga yang berlangsung tengah malam pada 22 Agustus 2019, di lahan milik Bapak Amin, Ibu Wa Ana, dan Bapak Labaa. Lahan-lahan yang diterobos itu, merupakan milik sah masyarakat, telah dikelola lebih dari 30 dan selalu bayar pajak,” terangnya.

Penerobosan berulang-ulang itu pun dilaporkan warga kepada polisi. Idris, warga Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara.

Misalnya, melaporkan PT GKP ke Polres Kendari pada 14 Agustus 2019. Laporan itu sudah diterima dan diregistrasi dengan Laporan Pengaduan Nomor: B/591/VIII/2019/Reskrim. Namun, laporan itu tampak didiamkan hingga saat ini.

Atas persoalan tersebut, pihaknya mendesak kapolri untuk memerintahkan kapolda Sultra menghentikan semua proses hukum atas 27 warga Wawonii yang dilaporkan pihak PT GKP, serta bebaskan segera warga yang ditangkap polisi.

“Mendesak Komnas HAM segera membuka ke publik rekomendasi kepada Polda Sultra terkait pelanggaran HAM dan kriminalisasi warga Wawonii yang memperjuangkan lingkungan hidup dan mempertahankan hak kepemilikan atas tanahnya masing-masing,” tambahnya.

Selain itu, pihaknya juga mendesak Komnas HAM untuk segera berkoordinasi dengan kapolri RI dan kapolda Sultra untuk menghentikan semua proses hukum kepada warga. Mengingat keberadaan PT GKP dan terminal khusus yang dibangun di Pulau Wawonii diduga cacat administrasi dan tidak memiliki izin lingkungan.

Pihaknya menilai, Jasmin murni memperjuangkan lingkungan hidup, yang dikategorikan Anti Slapp (strategic Lawsuit Against Public Participation), sebagaimana amanat Pasal 66 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk memidanakan PT GKP yang menambang di pulau kecil Wawonii, serta segera segel terminal khusus yang dibangun pihak perusahaan,” sambungnya.

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan