JSI Dinilai Tidak Kredibel, Merusak Demokrasi, Titipan Paslon Tertentu

  • Bagikan
Konferensi pers JSI, Jumat (22/6/2018). (Foto: Gugus Suryaman/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Lembaga survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang dipimpin Popon Lingga dinilai tidak kredibel sehingga menciderai proses demokrasi di Indonesia. Hasil survei dan perhitungan cepatnya kerap kali meleset, rilisnya di media sering menuai kontroversi.

Begitu pula rilisnya pada Jumat (22/6/2018) terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, disebut-sebut sebagai pesanan pasangan calon tertentu. Kesalahan perhitungan saat quick qount Pemilihan Presiden tahun 2014 lalu, kegagalan prediksi di pemilihan kepala daerah Kota Kendari, Kabupaten Bombana dan Kolaka Utara yang hasil surveinya meleset menguatkan keraguan masyarakat.

“Survei JSI ini tidak kredibel, tidak bisa dipercaya. Saya menduga hanya mencoba melakukan penggiringan opini kepada pemilih, untuk memilih salah satu pasangan calon tertentu. Ini berbahaya, karena merusak sistem demokrasi Indonesia, khususnya di Sultra yang dibangun pemerintah bersama rakyat. Saya himbau masyarakat Sultra jangan percaya,” tegas Rudi Supriono, Ketua Tim Relawan Koalisi Pemuda dan Pemudi Asrun-Hugua (Kopi Surga), Sabtu (23/6/2018).

Berdasarkan data yang dirilis JSI, elektabilitas Ali Mazi-Lukman Abunawas 47,6 persen, Asrun-Hugua 17,1 persen, dan Rusda Mahmud-Sjafei 16,1 persen. Kemudian 13,3 persen belum memutuskan dan 5,9 persen tidak memberikan jawaban.

Rudi Supriono (dok pribadi)

“Ini kan tidak akurat hasilnya. Bagaimana rakyat mau dipercaya kalau hasil surveinya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Saya sarankan, jangan giring opini ke publik seolah-olah ada paslon tertentu yang sudah menang mutlak sebelum pemilihan,” ujar Rudi.

Direktur JSI sendiri, Popon Lingga, saat konferensi pers di salah satu hotel di Kendari, Jumat (22/6/2018), mengaku sebagai konsultan politik Paslon Ali Mazi-Lukman Abunawas. Lembaganya pun sudah terdaftar di KPU sejak menerima surat pemberitahuan pada 6 Juni 2018 lalu. Meskipun dia mengatakan data surveinya tidak dibiayai Ali Mazi-Lukman. Karenanya, Rudi menilai rilis survei ini sangat jelas sebagai bentuk penggiringan opini publik dari paslon tertentu.

“Saya berani bertaruh, bahwa data sensus yang dikumpulkan 60 ribu relawan di Sultra, pasangan Asrun dan Hugua yang terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Sultra. Mari kita lihat hasilnya tanggal 27 Juni 2018,” tegas Rudi yang juga menjabat Kepala Bagian Kajian, Perencanaan, Strategi dan Evaluasi di Tim Pemenangan Ir Asrun-Ir Hugua.

Walaupu JSI menggunakan ketentuan survei sesuai standar, lanjut Rudi, namun sampling data sebanyak 800 orang yang diambil, tidak mewakili jumlah pemilih sesuai Daftar Pemilih Tetap (DPT) KPU Sultra yang mencapai 1,6 juta orang.

“Secara statistik data sampling JSI, jauh sekali dengan data DPS. Bagaimana mungkin mau dipercaya data 800 orang yang ditanya, sementara pemilih 1,6 juta lebih. Makanya jangan percaya data survei yang dirilis JSI. Kami memiliki data pembanding hasil sensus yang dilakukan 60 ribu relawan. Data sensus ini lebih akurat, dimana Asrun dan Hugua dominan di semua daerah, kecuali Bau-bau yang sedikit dibawah,” jelasnya.

Hal senada dikatakan Agus Ode, salah seorang aktivis mahasiswa di Kota Bau-bau. Hasil survei JSI yang dirilis di beberapa media di Sultra, jangan dipercaya. Sebab survei tersebut terindikasi titipan atau pesanan dari paslon tertentu.

“Masyarakat jangan mau dibodoh-bodohi hasil survei. Tetap gunakan hati nurani untuk memilih calon pemimpin Sultra ke depan. Mari kita tegakkan sistem demokrasi kita. Ini jauh lebih penting daripada menggiring opini masyarakat yang dapat merusak tatanan demokrasi, ” jelasnya.

Editor: Gugus Suryaman

  • Bagikan