Jurus Jitu Singkirkan Virus Penista Agama

  • Bagikan

Penistaan dan penghinaan agama seakan tidak ada hentinya. Cara dan motif penistaan dan penghinaan terhadap Islam juga beragam, mulai dengan cara ekspresi lewat media cetak dan medsos berupa artikel, gambar, karikatur hingga diekspresikan dalam bentuk ucapan, perbuatan, dan lain sebagainya, baik yang dihina berupa simbol-simbol Islam, kitab suci Al-Qur’an maupun Nabi Muhmmad SAW, dan bahkan Allah SWT.

Belum terlupa dari inggatan kita tentang kasus penistaan agama yang dilakukan oleh ibu Sukmawati Soekarno Putri melalui Puisinya yang berjudul “Ibu Indonesia” terhadap ajaran syariah Islam, salah satunya adalah merendahkan suara azan. Kasus tersebut hanya berakhir dengan kata maaf. Dan kasus penistaan agama Islam yang dilakukan oleh  mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menimbulkan perhelakan luar biasa didalam masyarakat Indonesia. Banyak pro dan kontra terhadap kasus penistaan agama tersebut.

Kini kasus penistaan agama Islam kembali mencuat dipermukaan bumi muslim ini. Kasus penistaan agama Islam ini dilakukan oleh seorang wanita berusia 44 tahun, Meiliana asal Tanjungbalai, Sumatera Utara.  Perkara ini bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di jalan Karya Lingkugan I, Kelurahan Tangjungbalai Kota I, untuk meminta tetangganya mengecilkan volume suara azan di masjid yang berada di daerah tempat tinggalnya tersebut (JawaPos.com, 23/8/2018).

Dia berkata kepada tetangganya, “Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid, sakit kupingku, ribut.” Katanya sambil menggerakan tangan ke kuping kanannya.

Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum pada hari itu juga. Pengurus masjid langsung mendatangi kediaman Meiliana dan mempertanyakan permintaannya.

“Ya lah, kecilkan suara mesjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu,” jawab Meiliana.

Meilina kemudian dilaporkan atas ucapannya yang telah dianggap menistakan agama Islam. Komisi Fatwa MUI Sumut bahkan membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meilina. Dua tahun berselang, Meiliana mendekam di Rutan Tanjung Gusta Medan. Tepatnya Mei 2018.

Kini wanita berusia 44 tahun tersebut telah divonis 1 tahun 6 bulan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) karena terbukti bersalah menistakan  agama sebagaimana yang diatur dalam pasal 156A KUHP. Ia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia (Liputan6.com, Medan, 26/8/2018).

Namun, keputusan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu telah menuai kontroversi yang luar biasa dari mayarakat yang kotra dengan keputusan tersebut. Bahkan MUI pun menyesalkan reaksi pihak yang kontra atas vonis Meiliana yang justru menimbulkan kegaduhan di masyarakat (Lipitan6.com, Jakarta, 25/8/208).

“MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga peryataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat,” kata wakil ketua umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi.

Kasus yang menjerat wanita 44 tahun tersebut merupakan murni kasus penodaan agama dan penghinaan terhadap simbol-simbol Islam, bukan hanya sebatas keluhan terhadap volume azan tetapi keluhanya menggandung  kalimat yang bernada ejekan. Bila kita cermati dalam kalimat yang dikatakan oleh Meiliana sangat jelas bahwa dia merasa terusik dan membenci suara azan yang ada di masjid tempat tinggalnya.

Kasus tersebut juga sama dengan kasus yang dialami Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis.  Jadi cukup jelas bahwa kasus Meiliana sama dengan kasus Rusgiani yang merupakan kasus penodaan agama bukan semata-mata karena ada mayoritas atau minoritas beragama di negeri muslim Indonesia ini.

Seharusnya semua pihak-pihak terkait dapat menerima keputusan dari MUI tersebut bukan malah menimbulkan kegaduhan yang membuat pro dan kontra didalam masyarakat. Dan bahkan menentang keputusan MUI dengan cara mengadakan petisi untuk mendesak pemerintah melakukan revisi undang-undang KUHP tentang penistaan agama dengan dalih intoleransi terhadap umat non muslim di Indonesia.

Padahal jika kita melihat dan membuka kembali sejarah Rasulullah dan para sahabatnya terdahulu sunguh umat muslim dan non muslim hidup berdampingan selama 14 abad dengan damai di bawah naungan Islam. Islam merupakan agama yang paling toleran terhadap agama lain. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri, bagaimana Beliau sangat menghormati kaum yahudi (non muslim). Dengan didukung oleh beberapa media sekuler, baik cetak maupun online untuk memuluskan jalannya.

“Pada saat itu ketika rombongan jenazah yahudi melewatinya, Rasulullah berdiri (sebagai penghormatan). Sahabat protes “Wahai Rasulullah tapi dia itu orang yahudi?” Rasulullah menjawab, “bukankah dia juga manusia?”. Bahkan dilain kesempatan ketika Rasulullah ditanya tentang memberi bantuan materi kepada non muslim,  “Apakah kami boleh memberi bantuan kepada orang-orang Yahudi?” tanya sahabat kepada Rasulullah SAW.  “Boleh, sebab mereka juga makhluk Allah, dan Allah akan menerima sedekah kita”, jawab Rasulullah sambil bangga atas inisiatif sahabat-nya.  Dan masih  banyak lagi contoh lain yang membuktikan bahwa Rasulullah telah mengajarkan umat Islam untuk toleran terhadap umat non muslim.

Namun perlu digaris bahwahi dalam hal toleransi Rasulullah kepada mereka yang berbeda keyakinan, tidak menjadikan Rasulullah membenarkan  apa yang menjadi keyakinan mereka. Seperti pada kasus 60 nasrani dari kota Najran. Dalam dialog antara Rasulullah dengan utusan Najran itu tidak ada “kesepatakan” karena mereka mengangap Isa adalah “anak Tuhan” sedangkan Rasulullah tetap pada pendiriannya bahwa Isa adalah utusan Allah dan sebagai Nabiyullah. Isa adalah manusia biasa. Namun para utusan tersebut tetap dijamu oleh Rasulullah dengan baik sampai beberapa hari.

Rasulullah telah mengajarkan kepada kita untuk toleran terhadap sesama umat lainnya. Namun berbeda dalam masalah mempertahankan aqidah. Ketika Beliau diajak oleh seorang kafir untuk saling menukar waktu, tempat, dan bergantian menyembah Tuhan, beliau menjawab dengan tegas : “Agama kamu untukmu, dan agamaku untukku”. Dalam kisah-kisah diatas jelas bahwa Islam merupakan agama yang paling toleran terhadap umat beragama lainnya.

Sekulerisme Melanggengkan Penistaan Agama

Kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Meiliana adalah salah satu dari beberapa kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia.  Semua itu terjadi karena asas sekulerisme masih eksis ditengah-tengah masyarakat saat ini, yang keberadaannya ditopang oleh negara sekuler. Negara yang menjadikan sekulerisme sebagai asas dalam kehidupannya mengangap eksistensi agama  diakui tapi tidak boleh dijadikan sebagai aturan dalam sistem kehidupan ini. Akhirnya sendi-sendi kehidupan masyarakat tidak diatur dengan Islam.

Sekulerisme menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam bukunya Peraturan Hidup dalam Islam adalah pemisahan agama dari kehidupan. Sekulerisme menjadi asas bagi liberalisme yang diwujudkan dalam hak asasi manusia (HAM), berupa kebebasan berpendapat, dan kebebasan berprilaku yang sering dijadikan alasan banyak orang  untuk melakukan penghinaan terhadap Islam.

Di negara yang menjadikan sekulerisme sebagai dasar hukumnya, belum mampu mengobati virus penistaan agama tersebut. Bahkan kasus ini tidak diangap sebagai hal yang menggangu jika masyarakat tidak mengeliat-ngeliat protes. Dan penanggananya pun terbilang lamban, bahkan tidak ada inisiatif dari pemeritah untuk mengusut tuntas kasus penistaan agama tersebut dengan baik, apalagi jika pelakunya merupakan pejabat negara.

Akibatnya, penghinaan dan penistaan terhadap agama Islam semakin tumbuh subur di negeri muslim ini. Sekulerismelah yang telah menjadikan umat Islam yang mulia ini terlihat hina hingga akhirnya benar-benar jadi sasaran penghinaan. Ide sekulerisme yang dianut negara inilah  yang telah menggusur sebagian besar hukum syariah Islam. Padahal syariah Allah inilah yang menjadi rahasia kemuliaan umat Islam. Sebagaimana Sabda Rasulullah “Sesungguhnya kita dulu adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah memuliakan kita dengan Islam. Bagaimanapun kita mencari kemuliaan selain dengan Islam yang dengan itu Allah telah memuliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakakn kita.” (HR. al-Hakim).

Hukuman  Tegas  Bagi  Penista  Agama

Hukuman bagi para penista agama dalam pandagan Islam sangat tegas dan memberikan efek jera bagi para pelaku penghinaan, bahkan bagi para manusia lainnya. Dalam kasus penghinaan agama ini ibarat virus penyakit yang telah menjangkiti seluruh elemen masyarakat. Jika tidak diobati dengan obat yang mujarap maka virus tersebut akan terus berkembang. Begitu juga dengan penistaan agama ini, banyak yang telah dihukum akibat hal tersebut namun pada akhirnya masih banyak dari kalagan masyarakat yang melakukan penistaan agama terkhusus agama Islam.

Dalam pandagan Islam, hukuman bagi penista dan penghina agama Islam adalah dibunuh. Ini didasarkan pada 2 hal:

Pertama; jika pelakunya adalah seorang muslim maka atas perbuatannya menistakan agama telah menyebabkan dirinya murtad dan kafir. Sebagaimana Ibn Qudamah Al- Maqdisi mengatakan, “barang siapa saja yang menghina Allah ta’ala, maka dia telah kafir baik dalam keadaan bercanda ataupun sungguhan (serius), begitu pula menghina  Allah SWT (langsung), ataupun dengan ayat-ayat-Nya, para utusan-Nya atau kitab-kitab-Nya.” (Ibn Qudamah, Al-Mughni, 12/297).

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Setiap orang yang menghina Nabi Muhammad SAW dan mengejek beliau baik muslim ataupun kafir maka dia wajib dibunuh dan saya berpendapat dia dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat.” (Ibnu Taimiyah Sharimu Al-Maslul, 315). Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat tentang hukuman mati bagi para penista agama.

Dari penjelasan para fukaha diatas jelas bahwa siapa saja seorang muslim yang melecehkan dan menistakan agama Islam maka dia dianggap murtad dan kafir, seorang yang murtad harus dibunuh yang sebelumnya diminta bertaubat. Sebagaimana firman Allah

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab; “sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?. Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kalian (lantaran mereka tobat, niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. At-Taubah : 65-66)

Rasulullah SAW kembali menegaskan : “Siapa saja yang mengganti agamanya maka bunuhlah”. (HR al-Bukhari, an-Nasa’i, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad). Jadi sangat jelas bahwa orang yang menistakan agama Islam dianggap sebagai seorang yang murtad dan kafir sehingga hukuman bagi orang yang murtad adalah hukuman mati.

Kedua; jika pelakunya seorang non muslim (kafir), maka Allah SWT juga memerintahkan kepada umat Islam untuk menghukum mereka dengan hukuman yang amat keras yakni dia juga harus dibunuh (hukuman mati). Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT

“Jika mereka merusak sumpah (perjanjian damai)-nya sesudah mereka berjanji dan mereka mencerca agama kalian, perangilan para pemimpin kaum kafir itu”. (QS. At-Taubah :12).

Dari ayat diatas al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan. “ Dan dari sinilah diambil (hukum) hukuman mati bagi siapa saja yang mencela Rasul SAW, atau siapapun yang mencela agama Islam atau menyebutnya dengan nada meremehkan”. (Tafsir Ibnu Katsir, 4/116).

Sistem Islam Menjaga Akidah

Dalam proses penangganan kasus penistaan agama yang berlarut-larut dan lanban menunjukkan bahwa duduk persoalan dari masalah ini bukanlah sekedar penistaan itu sendiri. Belum lagi potensi berulangnya kasus penistaan agama yang sama.  Semua proses penanganan tersebut tidak mampu mencegah dan memberikan efek jera terhadap pelaku penistaan tersebut dan juga yang lainnya.

Persoalan ini baru akan tuntas jika akar permasalahannya, yakni sekulerisme dicabut dan dicampakkan dari kehidupan umat. Dan kemudian diganti dengan sistem Islam yang menerapkan seluruh aturan Islam dalam sendi-sendi kehidupan manusia, termaksud sanksi tegas bagi para pelaku penistaan agama. Islam akan senantiasa melindungi kesucian  dan kehormatan agama dan umatnya sehingga mereka tidak akan pernah terhinakan lagi. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya Imam (khalifah) adalah perisai; rakyat akan berperang dibelakangnya dan akan berlindung kepada dirinya”. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Islam mengagap bahwa persoalan agama adalah sesuatu yang harus dilindungi dengan segenap jiwa dan raga, yang mempertaruhkan hidup dan mati dalam melindungi dan membelanya. Bukan sekedar memberikan efek jera tetapi juga memberikan sanksi tegas terhadap pelaku penista agama. Dalam hal ini  Islam memberikan sanksi tegas dan keras terhadap siapapun yang mencela agama Islam tanpa pandang bulu.

Selain sanksi yang tegas bagi para pelaku penistaan agama tersebut, alasan ketidak tauan dan ketidak sengajaan tersebut tidak akan pernah terjadi. Karena Islam diterapkan diberbagai aspek kehidupan masyarakat, baik dalam individu, bermasyarakat maupun bernegara. Dan Islam pun ditanamkan sejak dini sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengetahui tentang Islam, baik ajarannya maupun simbol-simbolnya. Sehingga tidak akan ada lagi orang-orang iseng yang berani memainkan ajaran Islam dan simbol-simbolnya.

Oleh karena itu marilah kita semua melakukan perubahan melalui opini yang ditorehkan dengan pena untuk mengajak seluruh elemen masyarakat agar berjuang sehingga aturan Allah dapat diterapkan di muka bumi ini, khususnya di Indonesia. Dan mampu mengatasi berbagai persoalan yang menimpa negeri ini, khususnya kasus penistaan agama agar kasus-kasus tersebut tidak terulang kembali. Sehingga kita dapat hidup sejahtera, damai dan mendapatkan ridho Allah.  Wallahu a’lam Bish-shawab.

 

Oleh : Sitti Komariah, S.Pd. I (Komunitas Peduli Ummat) Konda, Konawe Selatan

  • Bagikan