Kacang Jodoh Membawa Berkah

  • Bagikan
Mirna, penjual kacang tanah di tradisi Herapo-rapo, pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sultra. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Mirna, penjual kacang tanah di tradisi Herapo-rapo, pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sultra. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Datangnya bulan ramadan sangat dinanti-nanti oleh seluruh umat Islam di muka bumi. Begitu pula para muda-mudi di pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Bulan yang suci ini turut dimanfaatkan sebagai ajang mencari jodoh.

Pulau Wangi-wangi terdapat tradisi Herapo-rapo atau kacang jodoh yang berlangsung selama ramadan. Tradisi sejak ratusan tahun ini, para gadis akan menjajakan kacang tanah sangrai di depan rumahnya menggunakan penerang lampu obor atau lampu minyak, usai salat Tarawih hingga pukul 23.00 Wita.

Misalnya Mirna. Gadis 19 tahun asal Desa Waha Wapia-pia itu sejak malam pertama ramadan sudah setia dengan meja kecilnya di depan rumah. Tumpukan kacang tanah tak lupa dihidangkan di atas meja tersebut, sembari menanti sang pria datang menghampirinya. Bahkan ia mampu menjual dua liter kacang tanah setiap malam.

“Dalam semalam keuntungannya lebih dari Rp 100 ribu. Kami beli kacang Rp 8 ribu per liter di pasar dan kami jual enam sampai tujuh biji seharga Rp1000,” kata Mirna, Sabtu (19/5/2018).

Menurutnya, membeli kacang yang datang bukan para pemuda dari desanya saja, namun mereka yang berasal dari Desa Tindoi, Wanci hingga ke Mandati Kecamatan Wangi-wangi Selatan.

Dikatakan Mirna, keuntungan dari hasil jualan kacang ini akan ditabung untuk belanja kebutuhan lebaran nanti. Terkadang kata dia, para penjual kacang ini tidak menjual sebulan penuh, mengingat minggu terakhir lebaran pembelinya sudah mulai menurun.

Berbeda lagi dengan Ebi (17) dan Serli, gadis asal Keluarahan Wandoka. Mereka bisa menjual kacang tanah hingga tiga liter dalam semalam dengan keuntungan lebih dari Rp 150 ribu.

“Keuntungannya kami tabung untuk membeli kebutuhan lebaran, seperti pakaian lebaran dan kebutuhan lainnya,” ungkap Ebi.

Ebi, penjual kacang tanah di tradisi Herapo-rapo, pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sultra. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Ebi, penjual kacang tanah di tradisi Herapo-rapo, pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sultra. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Serli, penjual kacang tanah di tradisi Herapo-rapo, pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sultra. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Serli, penjual kacang tanah di tradisi Herapo-rapo, pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Sultra. (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

Dikatakan Serli, dirinya menjual kacang bukan mengharapkan mendapatkan jodoh. Menurutnya, jodoh telah ditentukan oleh Allah SWT. Tapi Ia tidak memungkiri bahwa banyak orang yang menemukan jodohnya dengan tradisi Herapo-rapo tersebut.

“Banyak orang yang awalnya hanya berkenalan namun akhirnya hubungan mereka berakhir ke pelaminan,” terangnya.

Salah seorang peminat atau pembeli kacang yang berasal dari Kelurahan Mandati, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Dani mengungkapkan kedatangan dirinya bersama teman-temannya bukan hanya ingin membeli kacang, namun ia juga ingin bersilaturahmi dan mencari teman.

“Berkat tradisi ini saya sudah dapat teman baru. Ini Ebi saya baru kenal di sini. Kalau penjualnya asyik kita ajak ngobrol kita akan lama duduk di situ, tapi kalau penjualnya cuek, kami tidak akan berlama-lama, kami pergi ke tempat lain yang asyik kita ajak ngobrol,” jelas Dani.

Dulunya, kata dia, tradisi ini sangat dinanti-nanti dan dimanfaatkan oleh para pemuda, karena dulu anak gadis dilarang keluar rumah, terkecuali di acara atau tradisi tertentu baru anak perempuan diperbolehkan keluar rumah sehingga tradisi ini dimanfaatkan oleh para pemuda untuk berkenalan dengan para gadis.

 

 

Laporan: Amran Mustar Ode

  • Bagikan