SULTRAKINI.COM:KENDARI – Sudah tujuh bulan berlalu sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 20 Januari 2016 lalu, namun hingga kini mantan Bupati Konawe Utara (Konut) Aswat Sulaiman belum juga disidangkan atas kasus korupsi yang menjeratnya.
Menurut Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Muhamadiah Kendari (UMK), jika kasus ini telalu berlarut-larut maka bisa saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil Alih. “Kalau terlalu lama bisa saja KPK mengambil alih,” ujar salah seorang anggota Pukat Faisal Abu Daud pada SULTRAKINI.COM.
Kasus ini sendiri sempat menyita perhatian publik, setelah tersiar kabar kepergian Aswad keluar negeri, padahal saat itu Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) memberikan status pencekalan terhadap Aswad.
Menurut Faisal Abu Daud, hal semacam itu sudah biasa terjadi. Dari beberapa kajian yang sudah di lakukan oleh Pukat terhadap kasus korupsi, bukan hanya Aswat saja yang melakukan perjalanan keluar negeri atau kegiatan apapun yang seolah -seolah menghindari jeratan hukum.
“Hal itu sebenarnya hanya trik saja dari koruptor, bukan hanya Aswat saja tapi banyak kok yang lain,” ujar Faisal Abu Daud selaku anggota Pukat kepada SULTRAKINI.COM, Rabu (13 /7/2016).
Atas penanganan kasus korupsi pembangunan Kantor Bupati Konawe Utara tahap III ini, Asisten Tindak Pidana Khusus (Asipidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Rimel Jesaja mengatakan bahwa kasus tersebut akan segera dilimpahkan ke pengadilan. “Timnya udah siap kok,” ujar Raimel Jesaja, Rabu (13/7/2016) saat ditemui diruangannya.
Penetapan Aswad sebagai tersangka didasari surat perintah penyidikan (Sprindik) Kejati Sultra, tertanggal 20 Januari 2016 dengan nomor Sp-Dik.Aswad Sulaiman Tersangka Print-01/R.3/Fd.1/01/2016.
Terkait tidak ditahannya Aswad sejak ditetapkan sebagai tersangka, Januari 2016 silam, Kejati beralasan saat penetapan Aswad masih menjabat sebagai bupati dan Ia menjaminkan keponakannya kepada pihak Kejaksaan.
Ketika Aswat melepaskan jabatannya sebagai bupati pada 21 April 2016 lalu, kejaksaan juga tidak melakukan penahan, kali ini dengan alasan mantan bupati 2 periode ini dinilai kooperatif karena mengembalikan uang negara yang dikorupsinya senilai Rp2,3 miliar, pada 24 Februari 2016.
Aswat Sulaiman ditetapkan sebagai tersangka setelah dinyatakan bersalah atas dugaan korupsi pembangunan Kantor Bupati Konawe Utara tahap III. Terbongkarnya kasus ini berdasarkan laporan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang menemukan kelebihan pembayaran dan kesalahan dalam kontrak kerja proyek tersebut.
Pada pelaksanaanya, proyek yang dianggaran senilai Rp15,8 miliar ini dibagi dalam dua tahap yakni tahap pertama pada tahun 2008 sebesar Rp7,3 Milliar dan tahun 2009 yang kembali dianggarkan sebesar Rp2,4 Miliar. Sedangkan pada tahap kedua dianggarkan sebesar Rp5,9 Miliar dan proyek tersebut mengalami kelebihan pembayaran sehingga merugikan negara sebesar Rp2,3 Miliar.
Dalam kasus tersebut, Kejati menetapkan ada 10 tersangka yakni Alimuddin mantan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Konut dan Syamsul Muttaqim, Kepala Bidang Pemerintahan Konut.
Tiga orang lainnya adalah Usman sebagai PPTK, Asmara sebagai Kabid Akutansi DPPKAD, dan Cakunda dalam jabatan Pendataan Keuangan yang sudah divonis masing-masing 1 Tahun penjara beberapa waktu lalu. Selain itu terdapat juga nama Arnold Lili selaku Direktur PT Poni Bintang Nusantara, kemudian Yani Sumarata, Gina Lolo, Siodinar dan juga Aswat Sulaeman yang menjabat sebagai Bupati Konut Tahun 2011.
Dalam dugaan korupsi itu ke-10 tersangka ikut berperan, Aswat Sulaeman sendiri sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Ia melakukan penunjukan langsung kepada pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan proyek tersebut tanpa melalui proses tender.
Dalam perkembangan kasus ini, baru dua tersangka yang berkasnya dinyatakan lengkap yakni Yani Sumarata dan Gina Lolo dinyatakan lengkap pada 20 Juni 2016.