Kemerdekaan Hakiki

  • Bagikan

Merdeka, merdeka, merdeka, itulah kata yang tertancap dalam benak masyarakat Indonesia saat ini, karena bulan ini adalah bulan yang bersejarah dan menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Tepatnya pada tanggal 17 Agustus 2018 masyarakat Indonesia telah merayakan Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang ke 73. Hampir semua dari kalagan masyarakat yang turut ikut merayakannya, dari mulai mengadakan berbagai perlombaan di desa-desa mereka, seperti panjat pinang, lomba makan kerupuk, balap karung dan sebagainya, ataupun perlombaan antar desa seperti sepak bola, voli, lomba masak, gerak jalan indah, dan sebagainya guna merayakan hari kemerdekaan ini.

Namun kita harus merenunggi setiap diperingatinya hari kemerdekaan tersebut, karena kemerdekan hanya diperingati setiap tahun sebagai acara seremonial, tetapi tidak memberikan kesan yang berarti. Indonesia telah merdeka selama 73 tahun, namun apakah negara kita ini telah merdeka secara sempurna, dan terlepas dari penjajahan? Itulah yang menjadi pertanyaan besar bagi kita saat ini.

Kemerdekaan adalah sesuatu yang dicita-citakan oleh suatu negara, karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan. Itulah yang tertulis dalam naskah pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama. Namun, melihat kondisi negara Indonesia saat ini apakah sudah merdeka?

Sejenak kita berfikir dan merenung dengan banyaknya masalah yang dihadapi oleh negara kita ini, mulai dari  merekotnya hutang negara Indonesia dari tahun ke tahun, tingginya angka kemiskinan, kriminal, prostitusi, kenakalan remaja, perzinahan yang merajalela dimana-mana, korupsi, perampokan, keterjajahan pemikiran, hukum, dan lain sebagainya. Bahkan negara kita masih dijajah dari segi politik, pendidikan, dan ekonomi yang dikuasai oleh kapitalisme global.

Anggota MPR Ahmad Basarah, di depan peserta training of trainers 4 pilar di lingkungan TNI dan Polri di Bandung. Mengatakan, bahwa bangsa ini secara ekonomi sudah dijajah  oleh kapitalisme global. Dia mengatakan, tak hanya dalam soal kepemimpinan yang sudah terkontaminasi unsur kapitalisme. Namun saat ini juga ada sekitar 173 undang-undang yang berpihak pada asing dan tak sesuai dengan pancasila (republika.co.id, 25/8/2017).

Belum lagi angka kemiskinan yang menurut Badan Pusat Statistik  (BPS) mengalami menurunan  dari 27,77  juta orang menjadi 26,58 juta orang ditahun 2017. Namun fakta dilapangan tidak membuktikan hal tersebut, karena BPS dalam menghitung angka kemiskinan mengunakan garis kemiskinan sebesar Rp387.160 per kapita per bulan yang ditentukan berdasarkan pemenuhan kebutuhan kalori saja, tanpa melihat kebutuhan lainya seperti listrik, air, dan sebagaianya  (JawaPos.com, 6/3/2018).

Hari kemerdekaan yang selalu diperingati tiap tahun tidak memberikan kesan yang berarti untuk kemerdekaan Indonesia. Peringatan kemerdekaan tersebut hanya seremonial belaka. Kemerdekaan ini hanya candu yang mempersepsikan bahwa kita telah merdeka dan patut disyukuri, namun kenyataanya peringatan tersebut hanya sia-sia saja, karena kita belum merdeka secara sempurna, itu hanya seremonial yang memalingkan kita dari kondisi keterjajahan negara kita saat ini.

Hari-hari yang dilalui  semakin menambah isak tanggis di bumi pertiwi. Berbagai malasah tak kunjung ada solusinya, dari masalah ekonomi misalnya, bahan-bahan pokok yang mencekik sehingga banyak yang perharinya tidak bisa memenuhi kebutuhn pokok yakni sandang, pangan dan papannya, biaya pendidikan yang tinggi, dan biaya kesehatan yang tidak mampu dijangkau sehingga banyak terjadi dikalangan masyarakat yang ditolak di rumah sakit karena kurangnya biaya, tidak sedikit pula kejadian untuk membawa pulang jenazah keluarga dengan dibopong sambil berjalan, naik ojek ataupun angkot karena tak mampu membayar ambulance, ini menjadi potret dari negeri yang katanya sudah merdeka.

Negara kita yang  seharusnya mampu mensejahterakan rakyatnya dengan sumber daya alam yang dimilikinya, namun sumber daya alam yang melimpah ruah itu tidak dapat dirasakan oleh rakyatnya dan tidak dapat menyelesaikan berbagai macam persoalan ekonomi bangsa ini dikarenakan sumber daya alam (SDA) yang melimpah itu telah dijual kepada asing dan aseng, sehingga merekalah para kapital (asing dan aseng) yang merasakan kekayaan alam itu.

Belum lagi hukum kita yang didominasi oleh hukum-hukum kapitalistik, rakyat yang belum merasa aman dari banyaknya kriminalitas dikarenakan tidak adanya hukum yang membuat efek jera pada pelakunya, hal lain juga seperti perampokan, penganiyaan, pemerkosaan dan pembunuhan dan lain sebagainya yang menjadi menu harian masyarakat Indonesia saat ini, dan masyarakat pun belum aman dari penguasa dengan berbagai kebijakan yang kontra dengan rakyat.

Negera seharusnya menyediakan pendidikan gratis, kesehatan gratis, lapangan pekerjaan, bahan pokok yang merakyat dan kebijakan yang pro dengan rakyat. Sehingga makna kemerdekaan bukan hanya utopis belaka. Namun, juga dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat

Namun hal tersebut tidak mungkin terjadi karena negara Indonesia menganut sistem Kapitalisme yang diterapkan hampir diseluruh aspek kehidupan, yang hanya mementingkan aspek manfaat saja bagi para pengembannya, tanpa melihat aspek syariahnya. Hanya memberikan solusi sementara dalam berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini atau bahkan tak meyentuh sedikitpun penyelesaiannya, tanpa melihat secara mendalam akar masalah tersebut dan memberikan solusi secara tuntas untuknya.

Kemerdekaan hakiki ideal adalah ketika rakyat terbebas dari segala penghambaan pada makhluk dan hanya menghamba pada Sang Kholiq dan terlepas dari sistem buatan manusia yang berlandaskan akal dan hawa napsu.

Kemerdekaan hakiki yaitu saat rakyat  negeri ini yang mayoritas muslim, bebas mentaati perintah dan larangan Tuhanya secara kaffah. Tanpa ada ancaman dari pihak manapun. Padahal, disadari ataupun tidak negara ini diperjuangkan oleh para ulama bukan hadiah dari asing. Bahkan Bung Tomo Berujar:

“Andai kata tidak kata takbir, entah dengan kata apa untuk membakar semangat para pemuda negeri ini untuk melawan penjajah”.

Namun kini, setelah para pejuang Islam berani mati untuk membebaskan negeri ini dari cengkraman penjajah. Malah sekarang para pemegang kekuasaan yang menawarkan negeri ini untuk dijajah. Inilah faktanya, terjadi penjajahan gaya baru atau neoimperalisme. Menjajah bukan lagi dengan genjatan senjata,  namun menjajah dengan non fisik dan pemikiran atau faham yang digunakan untuk menjajah dalam segala aspek kehidupan kita saat ini, baik ekonomi, sumber daya alam (SDA), politik, bahkan akidah kita pun mulai dijajah. Penjajahan ini jika dibiarkan jutru lebih berbahaya dari penjajahan fisik yang dahulu pernah dialami negeri ini

Muslim di negeri ini pun terpenjara dengan aturan yang dibuat oleh para penguasa, tanpa bisa menjalankan syariat Islam secara kaffah yang mereka yakini, bahkan pembungkaman-pembungkaman terjadi di negeri ini terhadap muslim yang mendakwahkan Islam secara kaffah.

Mengapa hal ini terjadi, karena negara ini jauh dari rahmad Allah SWT. Karena ridho Allah hanya dapat dicapai oleh suatu negeri yang menerapkan aturan-aturanNya dalam berbagai aspek kehidupan tanpa terkecuali.

Padahal bila syariat Islam diterapkan secara kaffah , maka kemaslahatan dan kesejahteraan akan dapat dirasakan semua kalangan masyarakat, baik  oleh umat muslim maupun non muslim, baik kaya maupun miskin. Sebagaimana sejarah kehidupan Rasulullah yang telah ditorehkan oleh tinta emas tanpa ada satupun zaman yang mampu menandingginya. Dan kemerdekaan hakiki akan bisa tercapai dengan sempurna. Masyarakat bisa hidup damai, aman dan tentram, tanpa perlu was-was dalam menjalani hidupnya. Negeri tersebut pasti akan mendapatkan keberkahan dari Sang Kholiq, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri Beriman dan Bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siska mereka- disebabkan perbuatannya.” (QS. Al- A’raf : 96).

Sudah saatnya kini kita harus menyadari bahwa negeri kita masih dalam cengkraman penjajah neoliberalisme, penjajah yang berupaya menawarkan segudang bantuan, tersenyum manis kepada kita, namun diam-diam telah mengambil seluruh aset sumber daya alam yang kita miliki. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama memperjuangan syariat Allah secara kaffah, dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan kita, agar kesejahteraan dan kedamaian dapat dirasakan di negeri tercinta kita ini, dan kemerdekaan hakiki dapat di raih, bukan hanya di negeri ini saja, namun di berbagai belahan dunia pun dapat merasakan kemerdekan hakiki tersebut. Wallahu a’lam Bish-shawab.

  • Bagikan