Kepala BPK Sultra Ditahan KPK

  • Bagikan
Konferensi pers penetapan dan penahanan tersangka dugaan TPK di Provinsi Sulsel. (Foto: potongan video KPK)

SULTRAKINI:COM: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka terkait dugaan korupsi dalam laporan keuangan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) di Provinsi Sulawesi Selatan pada 2020. Salah satu terduga penerima suap adalah Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulawesi Tenggara, Andy Sonny (AS).

Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK, Alexander Marwata, mengatakan tim penyidik telah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, termasuk fakta persidangan dan fakta hukum perkara eks Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah. KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan.

“KPK kemudian melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan cukup, sehingga meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” jelasnya dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (18 Agustus 2022).

Adapun lima orang tersangka tersebut adalah selaku terduga pemberi suap atau janji mantan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat (ER). Sedangkan selaku terduga penerima suap atau janji sebagai berikut.

  1. Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Tenggara yang ketika itu menjabat Kasub Auditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel, Andi Sonny (AS)
  2. Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulsel, Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM).
  3. Mantan Pemeriksa Pertama BPK Perwakilan Sulsel/Kasubbag Humas dan Tata Usaha BPK Perwakilan Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW).
  4. Pemeriksa pada BPK perwakilan Sulsel/Staf Humas dan Tata Usaha Kepala Perwakilan BPK Sulsel, Gilang Gumilar (GG).

Alex menjelaskan, konstruksi perkara yang menjerat kelima bermula ketika pada 2020 perwakilan BPK Sulsel melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel. BPK kemudian membentuk tim dan beranggotakan YBHM.

Salah satu objek pemeriksaan, yaitu Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulsel. Sebelum proses pemeriksaan, YBHM aktif berkomunikasi dengan AS, WIW, dan GG. Sebab sebelumnya pernah menjadi tim dalam pemeriksaan keuangan Pemprov Sulsel pada 2019, di antaranya terkait cara memanipulasi temuan dalam item pemeriksaan.

“Atas temuan ini, ER kemudian berinisitiaf agar hasil temuan dari tim pemeriksa dapat direkayasa sedemikian rupa, di antaranya untuk tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa item pekerjaan, nilai temuan menjadi kecil hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada,” terang Alex.

Dalam proses pemeriksaan ini, ER selaku Sekertaris Dinas PUTR aktif melakukan komunikasi dengan GG yang dianggap berpengalaman dalam pengkondisian temuan item pemeriksaan termasuk teknis penyerahan untuk tim periksa.

“GG kemudian menyampaikan keinginannya tersebut pada YBHM. Selanjutnya YBHM bersedia memenuhi keinginan ER dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang,” tambahnya.

ER menyepakati adanya pemberian uang yang disebut “dana partisipasi” kepada tim pemeriksa. WIW dan GG diduga menyarankan ER agar memungut uang dari pemenang proyek di tahun anggaran 2020 untuk memenuhi “dana partisipasi” tersebut.

Diduga besaran dana partisipasi yang dimintai adalah satu persen dari nilai proyek dari kesepakatan. Nantinya ER akan mendapatkan 10 persen dari dana yang terkumpulkan tersebut.

YBHM, WIW, dan GG menerima uang secara bertahap dengan total Rp 2,8 miliar. AS yang juga menjabat Kasub Auditorat Sulsel I BPK Perwakilan Provinsi Sulsel saat itu turut diduga mendapatkan bagian Rp 100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikkan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan. ER juga mendapatkan jatah sejumlah Rp 324 juta.

Atas perbuatannya, ER sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, AS, YBHM, WIW, dan GG sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Guna kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama. Mulai dari 18 Agustus hingga 6 September 2022. Termasuk AS ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Sementara YBHM, WIW, dan GG ditahan di Rutan KPK Kavling C1. (B)

Laporan: Elsa Claudia
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan
Exit mobile version