Ketakutan Tukang Kebun di Ujung Kepemimpinan Rektor UHO

  • Bagikan
Ibu Hamni sedang istrahat setelah membersihkan taman di sekitar tugu UHO. (Foto: Wahyul)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Beberapa saat setelah butiran bening membasahi bumi, cahaya di atas sana mulai memendar, memancarkan terik yang tak segan menyapa siapa saja. Menyengat semangat yang membara di kulit-kulit pekerja serabutan yang harus mencoba berdamai dengan panas.

Siang itu, sekira pukul 12.10 Wita, seorang wanita paruh baya bersama rekannya dalam posisi setengah duduk mencoba memangkas batang-batang bunga yang mulai meninggi. Ia dikenal dengan sapaan ibu Hamni.  Hamni merupakan salah seorang cleaning service (tukang kebun) yang bekerja di Univesitas Halu Oleo (UHO). Area yang menjadi tanggung jawab setiap pekerja sudah ditetapkan sejak pertama mulai bekerja di lingkungan hijau tersebut. 

Sayup-sayup terdengar keduanya bekerja sambil sesekali bercerita dalam bahasa daerah Muna. Hamni bukanlah suku Muna, namun kemahirannya berbahasa Muna ia dapatkan dari sang suami yang merupakan suku Muna asli. 

Hamni merupakan suku Buton yang mulai tinggal di Kendari sejak tahun 1988. Keinginannya untuk bertahan di Kota Kendari rupanya tidak semudah yang dibayangkan. Ia harus berjuang menghadapi kerasnya kehidupan di kota. Beruntung tempat tinggalnya  masih memberikan ruang untuk hidup layaknya kampung halaman. Hamni tinggal di Kecamatan Abeli, Kelurahan Benua Nirae. 

Hamni sebenarnya sangat senang bisa berperan membantu suami, memenuhi nafkah keluarga kecilnya. Sang suami yang hanya berprofesi sebagai tukang becak memiliki penghasilan yang tidak seberapa untuk mecukupi kebutuhan. 

“Suami saya hanya berprofesi sebagai tukang becak di kota lama, ia juga senang saya bisa bekerja di sini,” kisahnya.

Ia memiliki empat orang anak. Tiga anaknya hanya berhasil mengenyam pendidikan sampai bangku Sekolah Menengah Atas. Bukan karena tidak mampu untuk membiayai sekolah anak-anaknya, tetapi anak-anaknya yang justru memilih berkeluarga sendiri. Saat ini Hamni dan suami hanya memiliki seorang anak yang masih duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar.

“Yang bungsu ini merupakan harapan terakhir kami, semoga ia bisa sekolah setinggi-tingginya sesuai dengan yang kami  inginkan,” tuturnya dengan raut wajah yang tidak dapat dijelaskan.

Hamni merasa cukup puas dengan gaji yang ia dapatkan dari perjuangan membersihkan setiap inchi area tanggung jawabnya. Satu juta rupiah mungkin memang bukanlah harga yang cukup fantastis untuk pekerjaan yang sangat menghabiskan tenaga. Ia harus rela menanggalkan tugas rumah yang merupakan kewajibannya untuk jam kerja separuh hari. Pekerjaanya yang dimulai dari jam enam pagi sampai jam duabelas siang merupakan jam regular termasuk untuk pekerja lainnya. 

Sama seperti karyawan kantor, ada jam lembur yang harus mereka laksanakan, biasanya pada hari libur. Tukang kebun UHO biasanya tidak bekerja pada hari Minggu. Namun, jika ada perintah lembur dari pengawas maka mereka akan memanfaatkan hari minggu yakni dari jam enam pagi hingga jam enam sore. Hitungan gaji juga akan berbeda dari jam regular, delapan puluh ribu rupiah  per hari.

“Kami senang jika ada perintah lembur karena itu berarti ada uang tambahan untuk gaji bulanan yang dihitung dengan uang lembur,” tuturnya dengan senyuman tulus. 

Kurang lebih empat tahun lamanya Hamni mengabdikan diri dalam taman-taman UHO, yang saat itu diajak oleh tetangganya. Namun kini ada kecemasan yang nampak tergambar jelas dari raut wajahnya. Kecemasan akan kejelasan ke mana ia dan teman-temannya akan pergi jika Rektor baru yang terpilih tidak membutuhkan tenaga mereka lagi.

“Kami takut jika rektor yang baru mengubah kebijakan soal taman-taman dan memberhentikan atau mengurangi pekerja yang terlalu banyak,” ungkapnya dengan mata menerawang jauh ke depan. 

Ketakutan Hamni memang bukan tanpa alasan mengingat tukang kebun UHO memang merupakan kebijakan Rektor dua periode, Usman Rianse. Sedangkan tahun ini masa jabatan Usman Rinse akan berakhir. Hamni bersama kawannya  mengumpulkan pundi-pundi harapan agar yang menjadi ketakutan mereka tidak hadir di kehidupan nyata.

“Semoga saja itu tidak menjadi kenyataan dan Rektor yang akan terpilih ini tinggal melanjutkan program yang sudah dibuat oleh pak Usman, ” tambah temannya yang bernama Wa Ode Suma. 

Hamni juga berharap semoga Rektor yang terpilih adalah orang bijaksana. “Semoga siapapun yang terpilih ia adalah orang bijaksana yang akan melanjutkan hidup kami, sehingga suami saya tidak akan kesusasahan soal uang,” tegasnya mengakhiri kisahnya. 

Wahyul

(Mahasiswi Jurnalistik Universitas Halu Oleo Kendari)

Redaksi SULTRAKINI.COM menerima kiriman artikel citizen journalism (jurnalisme warga), barupa info, berita, maupun foto seputar wilayah Sulawesi Tenggara. Pembaca dapat mengirimkan artikel/foto melalui email: [email protected] atau [email protected]. Kontributor artikel/foto kami menyebutnya CitizenS (jurnalisme pembaca SULTRAKINI)

  • Bagikan