Ketika Sinyal Kenaikan BBM Mulai Bergulir

  • Bagikan
Fitri Suryani, S.Pd, Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe.Foto:ist

SULTRAKINI.COM: Pemerintah telah memberikan sinyal mengenai kenaikan harga BBM dan elpiji di tahun mendatang. Tentu hal itu merupakan kado pahit yang akan diterima dengan terpaksa oleh masyarakat yang sebenarnya memiliki sumber daya alam melimpah, namun sayang semua itu tidak dapat mereka nikmati.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal pemerintah akan menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dan elpiji subsidi 3 kilogram (kg) pada 2019. Hal ini mengikuti kenaikan harga berbagai komoditas terutama harga minyak mentah dunia. Sri Mulyani melanjutkan, tantangan kenaikan harga minyak mentah dunia juga berpotensi menimbulkan dampak multiplier lainnya. Apabila kenaikan harga minyak mentah diikuti oleh kenaikan harga BBM, maka akan berpotensi meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. (liputan6.com, 31/05/ 2018)

Menilik Sinyal Kenaikan BBM dan Elpiji

Sinyal kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji nampaknya kian menguat. Entah sudah berapa kali BBM dan elpiji naik dan naik lagi. Tentu hal tersebut telah menjadi kabar yang menyakitkan bagi rakyat bumi tercinta ini yang konon kaya akan sumber daya alamnya yang sangat melimpah ruah, mulai dari Sabang sampai Merauke. Hal ini dilakukan tentu mulai sejak diminimalisirnya subsidi hingga tidak adanya subsidi pada sebagian jenis BBM, seperti pertalite. Lebih buruknya lagi kenaikan harga BBM dan elpiji akan memicu kenaikan berbagai jenis barang lainnya.

Perkara tersebut tentu menjadi tanda tanya besar. Apakah benar Indonesia negeri yang kaya dengan sumber daya alam?  Apakah karena masyarakatnya tidak mampu mengelola sumber daya alam tersebut? Atau Bagaimanakah yang sebenarnya?

Selain itu, tidak dapat dipungkiri, baik oleh masyarakat Indonesia ataupun dunia, bahwasanya Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dengan berbagai potensi sumber daya alamnya yang sangat melimpah, mulai dari daratan hingga lautan. Namun sangat disayangkan, kekayaan alam yang seharusnya dikelola oleh negara, justru pengelolaannya diambil alih oleh swasta, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Disamping itu dengan alasan membebani APBN, sehingga sedikit demi sedikit subsidi kian diminimalisir bahkan pada level tidak adanya subsidi pada sebagian BBM. Padahal jika kita tengok kembali mengenai isi pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Bagaimana dengan realita banyaknya sumber daya alam yang privatisasi di negeri ini?

Isi pasal tersebut tentu bermakna bahwa segala sesuatu mengenai sumber daya alam, termasuk di dalamnya air beserta kekayaan alam lainnya milik atau berada dalam wilayah teritori NKRI yang berarti dikuasai, diatur, dikelola, dan didistribusikan oleh negara atau pemerintah dengan segenap lembaga pengelolanya yang dipergunakan untuk memakmurkan atau mensejahterakan rakyat Indonesia seluruhnya tanpa terkecuali. Namun sayangnya antara teori dan realisasi kurang sejalan.

Lebih dari itu, karena negara ini menganut neoliberalisme. Sebagaimana menurut KBBI bahwasanya neoliberalisme merupakan paham ekonomi yang mengutamakan sistem Kapitalis yang mementingkan pihak-pihak tertentu dalam menguasai perekonomian, disini pemerintahan hanya berperan sebagai “regulator” atau pemberi “stimulus” (uang negara) untuk menolong perusahaan swasta yang bangkrut.

Adapun tujuan utama ekonomi neoliberal yaitu: Pertama, pengembangan kebebasan individu untuk bersaing secara bebas-sempurna di pasar. Kedua, kepemilikan pribadi terhadap faktor-faktor produksi diakui. Ketiga, pembentukan harga pasar bukanlah sesuatu yang alami, melainkan hasil dari penertiban pasar yang dilakukan oleh negara melalui penerbitan undang-undang (Giersch, 1961). Sehingga dampak negatif  Neoliberalisme yakni ketidak berpihakan kepada rakyat miskin dan lebih mengutamakan kepentingan pemodal atau kapitalis atau juga investor.

Sesuai dengan namannya, neoliberalisme adalah bentuk baru dari paham ekonomi pasar liberal. Sebagai salah satu varian dari kapitalisme. Neoliberalisme merupakan paham ekonomi yang mengutamakan sistem kapitalis perdagangan bebas, ekspansi pasar, privatisasi/penjualan BUMN, deregulasi/penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Tentu hal ini merupakan salah satu bentuk dari  penjajahan gaya baru yang semakin digencarkan di bumi tercinta ini.

Maka selama paham tersebut diemban oleh negara, suatu hal yang sulit dipungkiri jika penguasa kian nampak tak peduli dengan kondisi riil masyarakat dengan terus mengeluarkan kebijakan yang pro pengusaha. Serta selama sistem neoliberalisme kapitalisme tegak, maka kebijakan zalim akan terus dirasakan oleh umat.

Kacamata Islam

Di dalam Islam, BBM maupun elpiji merupakan harta milik umum, karena harta milik umum dan pendapatannya menjadi milik seluruh kaum Muslim, dan merupakan barang yang dibutuhkan semua orang. Maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta tersebut dan pendapatannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, Kaum muslimin berserikat (memiliki bersama) dalam tiga hal, yaitu air, rerumputan (di padang rumput yang tidak bertuan), dan api (migas/energi). (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Selain itu, hasil dari pengelolaan BBM ini diantaranya digunakan sebagaimana pada beberapa opsi berikut: Pertama, untuk membiayai biaya produksi, termasuk infrastruktur yang dibutuhkan, juga bisa didistribusikan langsung kepada rakyat secara gratis. Kedua, negara bisa juga menjual BBM ini kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya, atau mengikuti harga pasar. ketiga, negara bisa juga membagikan hasil keuntungan harta milik umum ini kepada mereka, tidak dalam bentuk materinya, tetapi dalam bentuk uang.

Dengan demikian, untuk mendapatkan hak-hak yang semestinyanya dimiliki oleh rakyat sulit dalam sistem saat ini, jika yang diterapkan adalah aturan yang bersumber dari selain-Nya, karena aturan yang bukan bersumber dari sang pemilik jagat raya ini, tentu akan menghasilkan banyak perselisihan. Olehnya itu, tidak ada pilihan yang lebih baik, kecuali hanya kembali pada aturan-Nya  yang maha baik dan mampu mensejahterakan rakyat, melalui penerapan syariah-Nya. Sehingga rahmatan lil ‘alamin dapat dirasakan, baik oleh Muslim maupun non Muslim. Wallah a’lam bi ash-shawab.

Oleh: Fitri Suryani, S.Pd

(Guru SMA Negeri di Kabupaten Konawe)

  • Bagikan