Kisah Singkat Terbentuknya Kerajaan Mekongga dan Burung Kongga yang Menakutkan

  • Bagikan
Ilustrasi

SULTRAKINI.COM: Pada masa pemerintahan Larumbalangi, raja pertama Mekongga terdapat kisah adanya seekor burung elang raksasa atau Kongga Owose. Kematian burung inilah yang menandai terbentuknya nama kerajaan tersebut.

Dilansir dari laman Pemkab Kolaka, dahulu wilayah Kerajaan Mekongga disebut Wonua Sorume (Negeri Anggrek) karena wilayah ini dikenal sebagai tempat tumbuhnya berbagai jenis Anggrek. Nama Mekongga baru digunakan setelah kerajaan tersebut terbentuk dengan maksud mengabadikan peristiwa terbunuhnya Kongga Owose (Burung Elang Raksasa) oleh Sangia Larumbalangi Raja Pertama Kerajaan Mekongga.

Pada zaman Sawerigading (diperkirakan abad XIV), Larumbalangi (Raja Pertama Mekongga) salah seorang keluarga dekat Sawerigading berangkat ke Tanau Alau untuk mendirikan kerajaan baru. Dalam perjalanannya ke arah timur kemudian menetap dan bermukim di Kolumba (Ulu Balandete), lalu mendirikan Kerajaan Mekongga.

Di wilayah tersebut sebelumnya telah didiami oleh masyarakat yang menyebut dirinya ‘Orang Tolaki’ yang berarti ‘orang-orang pemberani’.

Pada masa pemerintahan Larumbalangi, di wilayah Kerajaan Mekongga terdapat gangguan berupa datangnya seekor burung raksasa (sejenis burung elang) yang dalam bahasa Tolaki disebut Kongga. Kepanikan terjadi di mana-mana. Jika burung tersebut menampakkan dirinya pada penduduk, dapat dipastikan mengalami kerugian yang sangat besar bahkan tidak sedikit korban jiwa manusia yang akan disambar oleh burung tersebut jika tidak menemukan rusa, babi atau binatang lain yang jadi buruannya.

Dalam situasi yang panik seperti ini, dengan segala keperkasaan, keberanian dan kesaktian seorang cucu Dewata, Larumbalangi turun tangan untuk memberikan petunjuk agar para penduduk secara bersama-sama memberikan perlawanan terhadap burung pemangsa yang ganas tersebut. Secara bahu-membahu antara masyarakat dengan pimpinannya berusaha memancing datangnya burung yang meresahkan kehidupan masyarakat tersebut.

Hingga akhirnya datanglah sang angkara yang akan menyambar korbannya, namun disambut dengan satu lemparan tombak (sungga) dari Larumbalangi yang tepat menancap di bagian jantung burung raksasa itu. Secara beramai-ramai, warga masyarakat menyusul menancapkan bambu runcingnya hingga Burung Kongga mati kehabisan darah.

Lokasi terbunuhnya makhluk tersebut adalah suatu bantaran sungai yang sekarang disebut Lamekongga. Berdasar pembentukan kata, makna kata ‘La’ menunjuk arti ‘bantaran sungai’ yang merujuk pada peristiwa yang dapat berarti mencari, menangkap, dan membunuh. Sedangkan ‘Kongga’ adalah merujuk pada nama ‘Burung Elang’.

Pada zaman dahulu, jazirah Sulawesi Tenggara dikenal dengan nama “Tanah Alau”, yang artinya tanah di sebelah timur, karena orang di Sulawesi Selatan selalu melihat bahwa matahari selalu terbit di sebelah timur tempat mereka. Nama asli daerah Kolaka adalah “Wonua Sorume” artinya negeri Anggrek sebab di daerah ini banyak Anggrek berwarna kuning emas dan mengkilat, Anggrek tersebut biasanya dibuat tikar, tempat rokok dan lain-lain yang harganya mahal. Pada zaman dahulu hanya raja-raja dan bangsawan saja yang boleh memakai benda-beda yang terbuat dari Anggrek ini.

Pada abad 14 dua orang dari keluarga Sawerigading menuju Sulawesi Tenggara (Tanah Alau). Kedua saudara tersebut, yaitu Larumbalangi (laki-laki) dan Wekoila (puteri). Wekoila merupakan nama julukan terdiri atas ‘We’ menyatakan wanita, dan ‘Koila’ adalah sejenis siput di laut yang putih bersih. Wekoila ini adalah seorang puteri yang cantik, kulitnya putih bersih seperti koila. Nama sebenarnya dari Wekoila adalah Tenrirawe (We Tenrirawe).

Larumbalangi membentuk kerajaan Mekongga yang bertempat tinggal di Wundulako, Ulu Balandete. Adapun Wekoila terus ke daerah Kendari dan membentuk Kerajaan Konawe.

Sejarah Perkembangan Pemerintahan Tanah Mekongga

Lokasi Kerajaan Mekongga terletak di daratan Sulawesi Tenggara. Pusat pemerintahan atau ibu kota Kerajaan Mekongga pada awalnya terletak di Kolumba (Ulu Balandete) yang berjarak kira-kira enam kilometer dari Kota Kolaka sekarang. Namun dalam perkembangannya pusat pemerintahan Kerajaan Mekongga kemudian berpindah ke Puunaha (wilayah Wundulako sekarang).

Wilayah Kerajaan Mekongga meliputi empat wilayah hukum (Siwolembatohuuo) sebagai berikut:

  1. Wilayah sebelah Utara dikuasai oleh seorang yang bergelar Kapitayang berkedudukan di Balandete
  2. Wilayah sebelah Timur dikuasai oleh seorang yang bergelar Pabitarayang berkedudukan di Epe.
  3. Wilayah sebelah Selatan dikuasai oleh seorang yang bergelar Putobuuyang berkedudukan di La Mekongga.
  4. Wilayah sebelah Barat dikuasai oleh seorang Sapatiyang berkedudukan di Lelewawo.

Wilayah Kolaka zaman dahulu merupakan wilayah Kerajaan Mekongga yang penduduk aslinya bersuku bangsa Tolaki (artinya orang berani).

Laporan: Sela
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan