Klarifikasi Provokasi Etnis, DPRD Sultra akan Panggil PT VDNI dan LAT

  • Bagikan
Ketua Komisi IV DPRD Sultra, La Ode Freby Rifai menerima massa aksi dari APTS. (Foto: La Niati/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Meski gelombang kedatangan ratusan tenaga kerja asing di perusahaan tambang PT Virtu Dragon Nikel Industri dan PT Obsidian Stainless Steel di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe telah terjadi, namun masih dilakukan aksi penolakan TKA. Termasuk mempersoalkan nota kesepahaman antara PT VDNI dengan LAT.

Aksi tolak kedatangan TKA di Sultra dilakukan Aliansi Pemerhati Tambang Sultra (APTS) di Kantor DPRD Sultra, Selasa (21/7/2020). Penolakannnya dilatarbelakangi adanya potensi penyebaran Covid-19.

Menurut Jenderal lapangan aksi, Rustang, kehadiran PT VDNI di Sultra belum mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Melainkan kada dia, menciptakan potensi konflik horizontal dan perpecahan antaretnis di Sultra. Hal itu diawali dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Lembaga Adat Tolaki Sultra dengan PT VDNI beberapa waktu lalu.

“PT VDNI melalui manajemen, Indra mengambil kebijakan penandatangan MoU antara PT VDNI dengan Lembaga Adat Tolaki yang terkesan memprovokasi etnis yang ada di Sultra,” ujarnya di hadapan anggota dewan, Selasa (21/7/2020).

Demonstran juga mendesak DPRD Sultra segera menggelar rapat dengar pendapat bersama dua perusahaan tambah tersebut guna mengklarifikasi alasan PT VDNI menandatangani kesepakatan dengan lembaga adat tolaki. Sebab salah satu poin nota kesepahaman tersebut terkesan mengistimewakan salah satu etnis di Sultra dan dinilai mendiskriminasi etnis lain.

“PT VDNI harus segera melengserkan saudara Indra sebab tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan sebagai asal muasal terjadinya potensi konflik horizontal antara etnis masyarakat di Sultra yang selama ini hidup berdampingan secara harmonis. Kami juga minta aparat kepolisian segera memproses hukum Indra selaku manajemen PT VDNI karena adanya unsur-unsur provokasi atau perbuatan melawan hukum PT VDNI,” ucapnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi IV DPRD Sultra, La Ode Freby Rifai,, mengatakan terkait kedatangan TKA asal China di Sultra pihaknya pernah melakukan penundaan melalui rapat paripurna. Kehadiran TKA memang ada beberapa persoalan, khususnya masalah perizinan.

“Di Komisi IV, kami sementara mensikronkan data-data TKA yang masuk di Sultra karena ada fakta TKA yang masuk di Sultra masih ada yang menggunakan visa kunjungan. Itu disampaikan langsung oleh Kepala Imigrasi bahwa 45 TKA yang masuk di Sultra menggunakan visa kunjungan, namun dalam perjalananya visa tersebut diubah menjadi visa tenaga kerja karena adanya sorotan dari masyarakat,” jelasnya.

La Ode Freby Rifai mengakui dalam pengawasan pihaknya, data TKA yang masuk di Sultra tidak sinkron dengan data yang dimiliki oleh Kemenaker.

“Saya cek di Kemenaker ada yang tidak sinkron, ternyata lebih besar jumlah TKA yang masuk di PT VDNI dan OSS dari pada di Kemenaker. Untuk mencocokan itu kita harus cek kembali di Imigrasi. Beberapa TKA masih menggunakan visa kunjungan. Ketika mereka menggunakan visa 211 itu disebut tenaga kerja ilegal,” tambahnya.

Sehubungan LAT lanjutnya, pihaknya akan mengundang langsung PT VDNI dan LAT untuk mendengarkan langsung penjelasan kerja sama tersebut.

“Soal provokasi nanti kita akan dengarkan langsung melalui RDP, yang akan diagendakan pada minggu depan. Pada dasarnya tidak boleh membeda-bedakan suku yang ada di Sultra,” ujarnya. (C)

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan