Kolaborasi Lima Penulis Kendari Bukukan Pantun Tolaki Versi Indonesia

  • Bagikan
KPSK saat foto bersama usai peluncuran buku mereka di Rumah Pengetahuan Idea Project Kendari. Foto: Didul Interisti / SULTRAKINI.COM

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Lima penulis Kendari yang tergabung dalam Komunitas Penulis Sastra Kendari (KPSK) membuat pantun Tolaki versi Indonesia. Pantun yang disebut Kinoho dalam etnis Tolaki ini ditulis bersama oleh Syaifuddin Gani, Mas Jaya, Al Galih, Didul, dan Sartian Nuriamin. Sebanyak 191 Kinoho ditulis berdasarkan tema rekonsiliasi dan perdamaian di Sulawesi Tenggara, khususnya wilayah tempat bermukim etnis Tolaki.

“Ide awalnya saat kami mendapatkan sosialisasi dari Yayasan Kelola untuk membuat program bertema perdamaian yang dituangkan dalam karya sastra. Setelah diskusi maka kami sepakat menggunakan media Kinoho,” terang Koordinator Tim KPSK, Syaifuddin Gani, di lokasi peluncuran buku, Sabtu (8/10/2016) malam.

Menurut Syaifuddin, Kinoho memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan pantun lain yang ada di Indonesia secara umum dan Sulawesi Tenggara secara khusus. Jika pantun lain umumnya hanya bersajak /aa/ /aa/ atau /ab/ /ab/ di akhir baris, maka Kinoho bersajak tidak hanya di akhir baris. “Kinoho bersajak /aa/ /aa/ atau /ab/ /ab/ juga di awal dan kadang di tengah baris,” terangnya.

Selain itu, kata staf Kantor Bahasa Sultra ini, Kinoho juga setiap katanya berakhiran dengan huruf vokal, /a/, /i/, /u/, /e/, /o/. Hal ini karena memang ciri bahasa Tolaki dan umumnya bahasa di Sulawesi Tenggara berciri vokalis.

“Dengan ciri vokalis itu, maka dalam membuat Kinoho versi Indonesia ini kami harus terikat dengan pola itu dan harus memilih kata-kata yang berakhiran huruf vokal,” beber Syaifuddin.

Ia mencontohkan jika pantun Melayu berbunyi seperti berikut

/1/

buah rumbia buah silat

pokok tumbuh tepi perigi

hidup di dunia kita beradat

bahasa tidak dijual beli

/2/

ampun patik beribu ampun

sembah patik harap diampun

menghadap tuan orang nan santun

puak Melayu kita berhimpun

Sedangkan dalam Kinoho Tolaki berbunyi seperti berikut

/3/

ino wingi ino susua

umurumu ronga tepotira

niino wingi teposua

mooru-oru toteporaa

/4/

hulo kinondo ine sohami

hende kuro ana kinia

hawo kinondo ihanumami

omambu kura ilakoe anakia

Ia juga mencontohkan Kinoho versi Indonesia karya Tim KPSK, misalnya

/5/

Wonggeduku bumi merana

bumi warga tiada kuasa

Wonggeduku bumi kami lara

bumi warga dicuri penguasa

/6/

cerita sirna di Kota Lama

merupa baja dari penguasa

cipta Pemda mengabai budaya

merupa jaya ternyata gaya

Dari contoh pantun Melayu dan Kinoho serta Kinoho versi Indonesia tersebut, kata Syaifuddin, pola Kinoho dalam permainan rima lebih terikat ketimbang pantung Melayu. Hal itu dikarenakan Kinoho tak hanya terikat oleh rima di akhir tetapi juga di awal dan di tengah setiap baris. “Di situ tantangan kami menulis versi Indonesianya,” ujarnya.

Syaifuddin mengaku, ia dan keempat anggota Tim KPSK dalam proses pembuatan Kinoho versi Indonesia ini berlangsung selama tiga bulan, Mei hingga Juni. Diawali dengan studi pustaka, kemudian melakukan beberapa kali pertemuan dengan pakar.

“Selanjutnya kami turun ke lapangan untuk merekam realitas yang ada. Kendari, Konsel, Konut, Konawe, dan Kolaka sebagai tempat studi lapangan kami. Kami ke pasar, daerah tambang, tempat-tempat masyarakat berkumpul, dan ke kampus di Konawe untuk mengumpulkan data. Hasil dari pengumpulan data itulah yang kami jadikan dasar menulis,” paparnya.

Ari Ashari sendiri selaku pendamping program ini di Kendari mengungkapkan, Program penulisan Kinoho versi Indonesia ini sendiri didanai oleh Kedutaan Besar Denmark di Indonesia dengan perantara Yayasan Kelola. “Untuk Indonesia Timur, Kendari, Makassar, Palu, dan Mataram merupakan daerah yang disasar oleh program bertema rekonsiliasi dan perdamaian ini. Kendari sendiri berhasil meloloskan dua tim untuk program di 2016 ini,” terang direktur Rumah Pengetahuan Idea Project ini.

  • Bagikan