Kontroversi Vaksin MR Haram, Islam Solusinya

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Tribunnews)
Ilustrasi.

Status halal-haram imunisasi dan vaksinasi kembali menjadi perdebatan yang sangat sengit dan bahkan panas di negeri yang mayoritas muslim ini. Pro dan kontra tentang kehalalan vaksin Measles Rubella (MR) yang diusung oleh kementerian kesehatan untuk diberikan kepada masyarakat Indonesia yang dilakukan serentak pada tanggal 1 Agustus kemarin, spontan mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Bagaimana tidak vaksin tersebut teryata belum mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI  menyayangkan hal tersebut, sehingga pihaknya meminta pemberian vaksin tersebut dihentikan sementara sampai terbukti status kehalalannya.

Kini tepatnya pada tanggal 20 Agustus 2018 MUI resmi mengeluarkan fatwa bahwa vaksin Measles Rubella (MR) yang berasal dari India tersebut adalah haram. Meski haram, vaksin MR boleh digunakan (Tempo.co, Jakarta, 20/8/2018).

“Pengunaan vaksin MR produk  dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari “babi.” Kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanaddin di kantor MUI Pusat, Jakarta.

Meski dinyatakan haram, vaksin MR boleh digunakan. “Pengunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) pada saat ini, dibolehkan atau mubah,” kata Hasanuddin.

Peryataan Majelis Ulama Indonesia ini jelas sangat mengejutkan masyarakat muslim di Indonesia. Bagaimana tidak hal yang jelas haram mengapa diperbolehkan untuk  dimasukan dalam tubuh orang-orang muslim. Bukankah Allah telah melarang kita untuk memakan barang  yang haram. Sebagaiamana firman-Nya “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya da tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhna Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dari ayat diatas telah jelas bahwa Allah telah mengharamkan bagi kaum muslimin daging babi, dan apapun itu yang terkandung didalam babi. Walaupun dibolehkan untuk mengkonsumsinya itu hanya dalam keadaan yang sangat darurat. Yang menjadi pertanyaan bagi kita saat ini, apakah kasus campak dan rubella telah gawat darurat di negeri ini? apakah tidak ada jalan lain selain Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) yang mengandung unsur babi. Bagaimana dampak yang ditimbulkan setelah pemberian vaksin MR tersebut? Padahal Allah telah memberikan penyakit kepada manusia lengkap dengan obatnya. Dan tidak mungkin Allah memberikan obat yang telah jelas diharamkan-Nya. Sebagaimana sabda Rasulullah : Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram” (HR. Thabrani, hasan).

Hukum vaksinasi secara syar’i adalah sunnah (mandub/mustahab), karena termaksud dalam aktivitas berobat (at tadaawi) yang hukumnya sunnah asalnya memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu; pertama, bahan vaksinnya tidak mengandung zat najis seperti enzim babi. Kedua; vaksinasi yang dilakukan tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi orang yang divaksinasi.

Menilik kembali dari kedua syarat vaksinasi tersebut bahwa vaksin Measler Rubella (MR) jelas haram dan tidak boleh digunakan karena vaksin tersebut bertentangan dengan kedua syarat diatas yaitu vaksin MR jelas mengandung enzim babi, dan vaksin MR banyak menimbulkan kelumpuhan, bahkan kematian setelah disuntikan ketubuh manusia.

Hal ini seharusnya menjadi pertimbagan bagi MUI untuk melarang pengunaan vaksin tersebut, bukan malah membolehkan walaupun telah jelas bahwa vaksin tersebut mengandung unsur babi dan menimbulkan dharar (bahaya).

Semua itu seharusnya menjadi tanggung jawab negara, dimana negara harus melayani masyarakatnya dalam memperoleh fasilitas dan kualitas kesehatan yang baik, gratis, dapat dijangkau, dan dijamin mutunya dalam hal ini jelas halal-haramnya. Begitupun dengan peredaran vaksin didalam masyarakat. Seharusnya negara menjamin kehalalan vaksin tersebut. Namun pada kenyataannya tidak demikian.  Biaya pengobatan saat ini sangat diluar jangkauan, apalagi bagi rakyat miskin, fasilitas kesehatanpun sulit untuk dijangkau bagi rakyat di pedesaan, belum lagi obat atau vaksin yang terkadang belum jelas halal-haramnya.

Hal ini terjadi karena negara masih mengemban sistem politik kapitalis sekuler yang diterapkan hampir diseluruh aspek kehidupan. Dalam sistem ini semua dilandaskan kepada aspek manfaat saja dan  berhitung untung rugi terhadap rakyatnya. Begitupun dengan kesehatan yang telah dikapitalisasi seperti pengelolaan vaksin atau obat-obatan tersebut.

Peredaran vaksin tidak bisa terlepas dari riset dan industri farmasi. Riset membutuhkan dana yang sangat besar dan kapitalislah yang berada dibalik riset itu, mereka membiayai kebutuhan riset itu. Begitu juga dengan industri farmasi yang memproduksi vaksin dikuasi oleh perusahaan mereka dengan hak paten yang mereka miliki, sehingga wajar jika tujuan utama mereka adalah mencari keuntugan dari pada mengutamakan kesehatan masyarakatnya. Halal dan haram vaksin tersebut tidak menjadi hal penting bagi mereka.

Industri vaksin kini telah menjadi bisnis raksasa yang hanya menguntungkan segelincir orang yaitu para kapital (pemilik modal). Contohnya seperti tindakan KLB  terhadap suatu penyakit  yang direspon secara cepat oleh pemerintah dengan program vaksinasi, seolah-olah tidak ada cara lain lagi untuk mengatasi hal tersebut selain vaksinasi. Namun ketika terjadi masalah dalam pemberian vaksin tersebut seperti kelumpuhan, kecacatan, bahkan mengakibatkan kematian pemerintah tidak mengoreksi industri farmasi malah terkesan menyalahkan rakyatnya. Inilah bukti bahwa negara telah tunduk kepada kepentingan kapitalis dari pada kepada kepentingan rakyatnya.

Hal tersebut seharusnya tidak akan terjadi, jika akar masalah dari semua persoalan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan dicabut yaitu sistem kapitalis sekuler, kemudian digantikan dengan sistem Islam.

Negara yang menjadikan sistem Islam sebagai landasan berfikir akan mampu menyediakan fasilitas dan kualitas kesehatan yang baik sesuai aturan Islam. Karena sistem Islam dengan syariah-Nya telah di desainoleh Allah sebagai satu-satunya sistem yang pasti mampu menciptakan Rahmatan lil alamin, dan telah terbukti selama 13 abad mampu mensejahterakan rakyatnya tanpa memandang ras, suku, ataupun agam.

Dalam sistem Islam, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara, riset dan industri farmasi juga harus dikuasai oleh negara. Oleh sebab itu pembuatan obat atau vaksin tersebut semata-mata hanya untuk tujuan kesehatan masyarakat bukan profid oriented. Negara juga dituntut untuk menyediakan kesehatan gratis, mudah dijangkau dan obat atau vaksin juga jelas kehalalannya. Dengan demikian akan terwujud kesehatan yang berkualitas. Bahkan akan terwujud kesejahteraan dalam seluruh aspek kehidupan.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf : 96).

Oleh karena itu marilah kita semua berjuang untuk menegakkan aturan Allah agar diterapkan dalam segala aspek kehidupan ini, melalui opini yang terus digaungkan kepada masyarakat. Wallahu a’lam Bish-shawab.

  • Bagikan