KPK ‘Rajin’ Datang ke Sultra, Lima Pimpinan Daerah Terjaring Pemeriksaan

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Google)

SULTRAKINI.COM: Kedatangan Komisi Pemberantasan Korupsi RI terbilang sering di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Paling banyak hadirnya utusan lembaga anti rasuah ini terjadi di 2017. Sejumlah instansi sampai pejabat pun diperiksa penyidik.

Nama-nama pimpinan maupun mantan pimpinan daerah di Sultra, seperti Samsu Umar Abdul Samiun atau Umar Samiun, Nur Alam, Aswad Sulaiman, Asrun, dan Adriatma Dwi Putra (ADP) tak lepas dari maksud kedatangan KPK tersebut.

Kasus populer pertama ketika KPK menahan Umar Samiun pada 26 Januari 2017 usai diperiksa KPK. Singkat cerita, dia akhirnya dibui 3 tahun 9 bulan dengan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan. Umar Samiun dinyatakan terbukti menyuap Hakim Konstitusi Akil Mochtar senilai Rp 1 miliar dalam gugatan sengketa pilkada. Samsu Umar memberikan uang tersebut kepada Akil untuk memengaruhi putusan akhir perkara MK Nomor : 91-92/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juli 2012, tentang perkara Perselisihan Hasil

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Buton Tahun 2011. Samsu terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kedua, kasus Nur Alam. Gubernur Sultra dua periode sejak 2008-2018 ini, dalam perkembangan kasusnya kini menyandang status terdakwa atas menerima gratifikasi USD 4.499.900 atau Rp 40.268.792.850 saat menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara dua periode. Gratifikasi yang diterima Nur Alam berasal dari berbagai pihak.

Selama kasus ini bergulir, kedatangan KPK di Sultra terus menghebohkan, khususnya warga setempat. Misalnya penggeledahan kantor gubernur, rumah jabatan sampai rumah pribadi Nur alam tak luput dari KPK sewaktu pertengahan 2016.

Ketiga Aswad Sulaiman. Mantan Bupati Konawe Utara tersebut dijadikan tersangka pada 3 Oktober 2017 karena diduga menerima suap senilai Rp 13 miliar terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara.

Disinyalir hal tersebut dilakukan dengan melawan aturan hukum saat menjabat pejabat Bupati Konawe Utara 2007-2009 dan Bupati Konawe Utara 2011-2016.

Aswad disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rumah mewah Aswad di Jalan Lumba-lumba, Kelurahan Lalolama, Kecamatan Kambu, Kota Kendari menjadi yang pertama digeledah KPK pada 2 Oktober 2017.

Kasus ini kembali mengundang kedatangan KPK di Sultra. Tepatnya 3 Oktober 2017, KPK menyambangi kantor Bupati Konawe Utara. Pihaknya memeriksa sejumlah ruangan dan mengamankan berkas terkait tambang semasa jabatan Aswad. Tak lepas, empat mantan pejabat turut diperiksa usai melakukan penggeledahan.

Selanjutnya, 5 Oktober 2017 rumah kontrakan milik Aswad di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Wuawua, Kota Kendari digeledah KPK yang tak lain usaha milik Aswad Sulaiman bernama PT Manunggal Sarana Surya Pratama.

Keempat adalah figur pemimpin daerah dua periode sebagai Wali Kota Kendari, Asrun. Calon Gubernur Sultra periode 2018-2023 ini diamankan KPK pada Rabu, 28 Februari 2018. Dia selanjutnya diperiksa penyidik KPK di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sultra bersama enam orang lainnya. Belum diketahui pasti sebab ketujuhnya diincar KPK. Yang pasti, pemeriksaan Asrun dilanjutkan di Jakarta.

Kelima, yakni Adriatma Dwi Putra atau ADP. Wali Kota Kendari periode 2017-2022 ini tak lain anak dari Asrun yang turut diperiksa KPK. Dia diamankan bersamaan dengan ayahnya, begitu juga lokasi pemeriksaanya, yaitu di Polda Sultra. Wali Kota termuda se-Indonesia tersebut dipastikan bersama ayahnya akan diperiksa lagi oleh KPK di Jakarta. Sama seperti Asrun, ADP juga belum diketahui pasti kasus yang membawanya masuk daftar pemeriksaan KPK.

Sejumlah kesempatan, KPK pernah mendatangi Provinsi Sultra, di antaranya menyambangi kantor Dinas Pekerjaan Umum Kendari dan PDAM Kendari pada 13 Juli 2017. Namun kembali lagi ke kantor Dinas PU Kendari pada 25 Juli 2017.

Ada juga kedatangannya di Kabupaten Konawe Sultra, tepatnya mencari data di Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) pada 1 November 2017. Anggota KPK ketika itu bermaksud meminta data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Konawe. Khususnya, NJOP mengenai NJOP Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sultra mengeluarkan rilis data penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh Kejati dan Kejari se-Sultra sepanjang Januari-November 2016 sebanyak 45 kasus korupsi.

  • Bagikan