Oleh: Ashari
Ketua Explor Anoa Oheo
Kembali naiknya isu pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) terkhusus di Bumi Oheo Kabupaten Konawe Utara (Konut) seharusnya jadi perhatian serius dari semua aparat ditingkat daerah sampai pusat. Bukan lalu menjadi seperti “Kentut” tak nampak tapi baunya terasa.
Inilah potret antara kebijakan dan kepentingan satu sama lain yang patut dicurigai tentang bagaimana keterlibatan jajaran penegak hukum “Berselingkuh” dibalik kepentingan pengusaha atau pemodal besar yang hasil profitnya dipakai sekedar kesenangan dunia saja.
Satu hal, catatan yang menarik yang kami telaah dan bedah bahwa nyaris semua perusahaan tambang di wilayah kami Bumi Oheo Konawe Utara tak satupun legal standingnya mulus seratus persen yang artinya semua punya celah dan cerita yang sama.
Lalu aneh juga ketika perusahan-perusahaan tambang di Konut terlihat segelintir pos security-nya ada yang berseragam dan bersenjata.
Kuatnya indikasi pertambangan ilegal baik yang terus di suarakan dari berbagai lembaga kemasyarakatan melalui demonstrasi maupun pemberitaan di media massa semuanya hanya sekedar angin lalu.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah mau atau tidak para penegak hukum membuktikan semua ini, ditengah banyaknya aparat penegak hukum sendiri yang terlibat. Nuansa politis dan kepentingan gajah-gajah inilah sulit untuk di bongkar.
Studi kasus komparatif antara penegakan PT Bososi Pratama dengan PT Roshini Indonesia yang kami nilai tendensius. Wilayah hukum Konut ada institusi Polres yang kadang tidak dilibatkan seketika “Kaget” mendengar garis police line sudah terpasang. Ini ada apa? Kok yang lain tidak tersentuh? Lalu tambang yang lain bebas beroperasi padahal pelanggarannya sama bahkan ada yang lebih parah.
Kasus pertambangan bukan sekedar ilegal mining semata, namun realitas di balik teka teki itu berakhir deskriminalisasi. Bukan itu saja, ironis berimbas kepada pengusaha lokal asli daerah menjadi suatu pengalihan, target dari scenario kolaborasi oligarki Tambang.
Sebagai kesimpulan, jika supremasi hukum benar-benar mau di tegakkan kami siap sebagai jarum kompas mengawal penindakan oknum tambang ilegal tentunya dengan dasar asas keterbukaan, keadilan serta kepastian hukum. Dengan demikian di pastikan tak satupun tambang di konut yang akan beroperasi.
Namun persoalan yang mendasar juga perlu diingat bahwa ekonomi kerakyatan cukup membantu pemerintah dari profit sektor pertambangan terutama kontribusi riil dari pihak pengusaha lokal itu sendiri yang faham kondisi daerahnya serta tinggal bersama di lingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.
Tidak hanya itu di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya pengusaha lokal juga ikut berperan aktif bahkan dalam situasi bencana alam tidak hanya sekedar materi, juga turun langsung memberikan bimbingan psikologis terhadap keluarga yang terdampak.
Oleh nya itu penegak hukum layaknya lebih selektif memberikan pembinaan hukum kepada pengusaha lokal yang jika kekurangannya dalam melaksanakan pengelolaan tambang masih jauh dengan kaidah-kaidah sesuai yang di amanat kan undang-undang. (**)