SULTRAKINI.COM: BUTON – Bupati Buton, Samsu Umar Abdul Samiun ramai diberitakan oleh Media baik lokal maupun nasional telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus suap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar.
Dikonfirmasi atas hal ini, Wakil Bupati Buton, La Bakry menyangkal hal tersebut. Menurutnya berita yang menyatakan Umar Samiun telah ditetapkan sebagai tersangka, tidak benar.
Karena, kata La Bakry, tadi malam (Selasa Malam), kebenaran informasi tersebut telah dibantah langsung oleh KPK. “Eh tidak ada itu,tadi malam sudah dibantah juga sendiri oleh KPK,” katanya.
Menurut dia, penetapan status tersangka bagi Umar Samiun itu hanya isu yang dilakukan oleh orang usil. Sebab, kata La Bakry, kasus tersebut sudah selesai karena telah disidangkan. Sehingga jika ada pemberitaan yang menyatakan Umar Samiun tersangka, itu tidak benar.
“Kan sudah selesai sidang itu, Akil Mochtar itu sudah diputus dan kasus Grafitasi itukan yang kena pejabat negaranya, dan itu sudah tuntas kok, cuman hanya orang-orang usil saja itu,” jelasnya.
Disinggung terkait pemberitaan di salah satu media nasional terkait penetapkan Umar Samiun sebagai tersangka, La Bakry mengatakan kalau pemberitaan di media tersebut terlambat. Menurutnya sebelum berita itu terbit, hari ini (Rabu), KPK pada Selasa malam (18/10/2016) sudah membantah itu.
“Dia terlambat itu (menyebut nama media nasional), karena tadi malam KPK sendiri sudah membantah itu,jadi tidak benar itu kalau Umar Samiun tersangka,” tandasnya.
Untuk informasi, berikut pernyataan Wakil Ketua KPK, Thony Saut Situmorang dikutip dari salah satu media nasional. Dinyatakan Satu, Umar Samiun ditetapkan tersangka pemberi suap kepada mantan Ketua MK, Akil Mochtar.
Pemberian suap itu dimaksudakan utk pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Buton Tahun 2011 yang disidangkan di MK. “Umar samiun sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Saut.
Dari sumber internal KPK menyebutkan Umar Samiun dijerat dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU No 31/1999. Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 6 Ayat (1) huruf a mengataur tentang perbuatan pidana yang memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili. Pasal ini mengatur pelakunya dipidana Penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.