Mahasiswa Kembali Tuntut Kematian Randy, Muka Pejabat Polisi Dilempari Batu

  • Bagikan
Direktur Polisi Air (Dirpol Air) Polda Sultra Kombes Pol Andi Anugrah terkena lemparan batu. (Foto: Istimewa).
Direktur Polisi Air (Dirpol Air) Polda Sultra Kombes Pol Andi Anugrah terkena lemparan batu. (Foto: Istimewa).

SULTRAKINI.COM: Ratusan massa kembali mendatangi Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) Senin (28 Oktober 2019) untuk menuntut kematian dua mahasiswa Universitas Halu Oleo yang tertembak saat aksi unjuk rasa di DPRD Sultra pada 26 September lalu diusut tuntas dan transparan.

Seperti juga demonstrasi sebelumnya, aksi kali ini kembali berujung bentrok antara massa dengan pihak kepolisian. Direktur Polisi Air (Dirpol Air) Polda Sultra Kombes Pol Andi Anugrah dilarikan ke rumah sakit Bhayangkara akibat luka pada bagian mukanya terkena lemparan batu.

Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sultra AKBP Harry Goldenhardt membenarkan kejadian tersebut. Ia menjelaskan Kombes Pol Andi Anugrah menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari.

Andi Anugrah terkena lemparan batu pada sore hari, ketika polisi membubarkan massa pengunjukrasa di Bundaran Tank Anduonohu.

Massa pengunjukrasa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Sultra Bersatu (Formasub) berunjukrasa di persimpangan jalan Mapolda Sultra sejak pukul 11.00 Wita.

Aksi ini awalnya berjalan tertib. Pimpinan massa berorasi secara bergantian untuk menyampaikan tuntutan agar pelaku penembak Randy dan Yusuf Kardawi diusut tuntas dan diproses sesuai hukum secara transparan.

Mereka menuntut untuk bertemu Kapolda Sultra selaku tim investigasi kasus tewasnya Randy dan Yusuf Kardawi. Karena sudah satu bulan lebih, kasus penembakan yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo tersebut belum juga terungkap.

“Kami meminta bertemu agar tim investigasi menjelaskan sejauh mana perkembangan kasus ini,” teriak salah seorang pimpinan pengunjukrasa.

Sekitar pukul 13.10 WITA kerumunan massa mulai merangsek maju dengan cara merusak kawat berduri yang dipasang polisi. Di sini polisi coba mengingatkan agar massa tetap tertib.

Di sini, salah seorang demonstran diamankan dan diseret masuk ke dalam barikade polisi. Mahasiswa lalu melempari petugas dengan batu, kayu, mau pun benda lainnya. Polisi pun membalas dengan semprotan water cannon.

Menjelang sore hari aksi unjuk rasa memanas di Bundaran Tank Anduonohu. Sekitar satu kilometer dari Mapolda Sultra. Di lokasi ini pihak kepolisian juga mengamankan dua orang yang kedapatan membawa badik dan busur.

Polisi beberapa kali menyampaikan imbauan agar massa segera membubarkan diri karena telah mengganggu ketertiban umum.

Polisi juga melarang warga yang mengabadikan gambar atau video pada penanganan aksi unjuk rasa tersebut. Bahkan ada warga kedapatan merekam dan kemudian diminta untuk menghapus videonya dan diamankan karena ditemukan membawa badik.

Warga tersebut ikut dipukuli hingga mukanya babak belur. Saat itu pun ikut diamankan warga lainnya yang juga kedapatan membawa badik. Keduanya di amankan di Mapolda Sultra.

Selain di perempatan depan Mapolda Sultra dan Bundaran Tank, aksi mahasiswa juga berlangsung di pertigaan kampus UHO, sehingga mengganggu pengendara dari arah pasar baru harus memutar balik karena tidak bisa melanjutkan perjalanan. Mahasiswa memblokade jalan dengan membakar ban dan kayu di pertigaan tersebut.

Aksi unjuk rasa memprotes kematian Yusuf dan Randi, telah berlangsung berkali-kali dengan korban berjatuhan baik dari aparat kepolisian dan TNi juga dari pihak mahasiswa.

Sebutlah pada aksi protes 22 Oktober lalu, satu anggota Polisi dari Intelmob Polda Sultra, Brigadir Pol MR terluka akibat dikeroyok massa. Tak hanya Polisi, satu anggota TNI yang mencoba melerai massa juga terluka terkena pukulan. Sedangkan sejumlah mahasiswa dilarikan ke rumah sakit akibat terkena pukulan dan tendangan laras pada bagian kepala dan dada.

Sementara itu dari Jakarta Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengumumkan bahwa Polri menyatakan 6 anggota Polres Kendari berinisial DK, GM, MI, MA, H, dan E terbukti bersalah saat melakukan pengamanan unjuk rasa mahasiswa UHO di depan kantor DPRD Sultra pada 26 September lalu, dengan agenda menolak RUU kontroversial.

“Enam personel Polda Sultra yang melakukan pelanggaran disiplin sehubungan membawa senjata api pada kegiatan pengamanan unjuk rasa kawan-kawan mahasiswa, saat ini sudah diputuskan keenam anggota tersebut dinyatakan bersalah karena melanggar aturan disiplin tersebut,” kata Asep di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).

Keenam anggota Polri tersebut, kata Asep, diberikan hukuman disiplin berlapis. Hukuman tersebut mulai dari teguran lisan, penundaan kenaikan pangkat, serta kurungan selama 21 hari.

“Oleh karenanya secara keseluruhan diberikan hukuman disiplin. Yang pertama teguran lisan, penundaan satu tahun kenaikan pangkat, dan juga mereka ditempatkan di tempat khusus selama 21 hari,” jelas Asep.

Unjuk rasa 26 September lalu berujung maut bagi dua mahasiswa UHO. Dua mahasiswa yaitu Randi dan Yusuf meninggal dunia. Randi tewas akibat tertembak, sedangkan Yusuf tewas akibat hantaman benda tumpul. Sementara itu, seorang ibu hamil, Putri, tersasar peluru tajam saat berada di dalam rumahnya.

Untuk menguji apakah peluru yang membunuh Randi dan menyasar Putri berasal dari senjata kepolisian, Polri melakukan uji balistik dan labfor hingga ke Belanda dan Australia.

Sidang disiplin yang dilakukan Bidang Propam Polda Sultra dan diawasi langsung Karo Provost Div Propam Polri Brigjen Hendro Pandowo, terungkap fakta enam oknum polisi yang membawa senpi mengaku tak mendengar instruksi Kapolres lantaran tak mengikuti apel.

Laporan: Shen Keanu

  • Bagikan