Mahasiswa USN Kolaka Raih Sarjana dari Jualan Siomai

  • Bagikan
Anang bersama ayahnya di tempat jualan siomai. foto:liputan6.com

SULTRAKINI.COM: Siang itu perasaan bangga campur haru berkecamuk dalam diri Anang Satria Metere (24). Ia baru saja diyudisium sebagai sarjana Administrasi Publik, Universitas Sembilan Belas November (USN) Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sesaat setelah mendapat gelar sarjana, Kamis (14 Februari 2019), ia bergegas ke sekolah MTsN Kolaka untuk menemui ayahnya, Suhardin Metere (52) yang sedang berjualan siomai di sana.

Di sana Anang langsung memeluk erat ayahnya, sebagai ungkapan tanda syukur.
Video aksi Anang itu kemudian viral di media sosial.

Selama menempuh kuliah, Anang harus tegar menghadapi cobaan hidup. Sering disindir rekannya di kampus karena berdagang siomai, Anang tetap tegar. Pernah, dia beberapa kali diusir dari beberapa sekolah tempatnya berjualan.

Alasan pihak sekolah, dagangannya sering membuat kotor halaman. Padahal, dia memarkir gerobaknya jauh di depan pagar sekolah.

Saat pindah berjualan di sekolah lain, Anang sering dianggap saingan ibu-ibu kantin. Sering disuruh pergi saat melayani anak sekolah yang membeli siomai. Satpam berdalih Anang tak memiliki izin.

“Saya harus berjualan. Kalau tidak, mungkin tak akan selesai kuliah saya,” cerita Anang Satria Metere, seperti dikutip Liputan6.com, Senin (18 Februari 2019).

Di kampus, Anang mampu bersaing dengan rekan-rekannya. Menempuh kuliah selama lima tahun, IPK terakhir Anang mencapai 3,50.

Padahal, sore setelah pulang kampus, Anang harus mendorong gerobak cilok berkilo-kilo meter jauhnya. Pada akhir pekan, dia malah harus berjualan hingga malam hari.

“Sehari bisa dapat Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu, itu dipakai biaya hidup dan kuliah,” ujarnya.
Dosen di kampus ada juga menawarinya bekerja di kampus. Saat itu, dia diberi tugas menjaga warung kopi. “Tapi saya pilih keluar setelah 6 bulan,” katanya.

Selama lima tahun kuliah di USN, Anang bercerita tak pernah sekali pun membeli pulpen. Ayahnya yang juga pedagang siomai memberinya pulpen bekas.

“Saya biasa pungut pulpen yang dibuang anak sekolah, pulpen saya bawa pulang ke rumah,” ujar ayah Anang, Suhardin Metere.

Bukan saja Anang, tetapi dua saudaranya yang masih bersekolah juga tak pernah membeli pulpen. Sebab, ada saja anak sekolah yang membuang pulpen begitu tintanya tinggal sedikit atau hampir habis.

“Kalau mereka buang, saya ambil, sering ada pulpen yang tintanya masih penuh,” katanya.
Anang mengakui untuk urusan uang kuliah, dia kadang sering mengutang. Anang bercerita, beberapa kali dia harus mengutang biaya SPP karena uang hasil jualannya belum cukup.
“Kalau sudah begitu, dosen kadang mengerti. Tapi malu juga kalau diketahui teman-teman,” cerita Anang.

Anang mengaku akan tetap melakoni jualan siomai kendati sudah mendapat gelar sarjana.
“Belum ada lapangan kerja yang sesuai,” katanya.

Anang mengaku tak malu dengan status sarjananya. Sebab, dia masih akan mengikuti wisuda dalam waktu dekat. “Saya juga berutang untuk wisuda, utang saya Rp 1,2 juta. Mau dicari di mana kalau tak berjualan,” ujarnya.

Kata Anang, ibunya Tri Suhartini sering memberinya semangat. Sejak kuliah, ibunya sering menagih Anang agar menyelesaikan studi dengan segera.

“Sekarang, sering diberitahu ibu jika tak kerja maka tak makan, itu yang selalu saya ingat,” ujarnya.

Laporan: Shen Keanu (Liputan6.com)

  • Bagikan