Majelis Hakim Tidak Hadir, Sidang Kasus Jalil Ditunda

  • Bagikan
Almarhum Abdul Jalil Arkam (kanan) bersama Ibunda Rahmawati. (Foto: Dok.Keluarga Abdul Jalil Arkam/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Sidang pemeriksaan saksi kasus Abdul Jalil Arkam di Pengadilan Negeri Kendari ditunda hingga Kamis mendatang. Hal tersebut disebabkan salah satu majelis hakim tidak hadir dalam proses persidangan, Rabu (25/10/2017).

Menurut Kuasa Hukum keluarga korban, Anselmus, dalam  persidangan itu pihaknya menyiapkan lima orang saksi dari pihak keluarga korban. “Adanya penundaan ini sudah biasa, olehnya itu kami tetap menunggu hingga sidang dilanjutkan sesuai jadwal yang telah ditentukan,” ujar Anselmus, Rabu (25/10/2017).

Sementara itu ibu korban, Rahmatia tidak berkomentar banyak terkait adanya penundaan persidangan tersebut. “Kami tentunya masih tetap menunggu hingga ini berlanjut. Jelasnya proses persidangan akan terus tetap saya ikuti hingga usai,” ucap Rahmatia.

Diberitakan sebelumnya, Abdul Jalil Arkam (24) merupakan pegawai honorer di di Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tewasnya jalil berawal, ketika dia diamankan oleh tim gabungan Reskrim Polresta Kendari pada Selasa, 7 Juli 2016 sekitar pukul 00.00 Wita di kediamannya Desa Tobimeita Kecamatan Abeli, atas dugaan sebagai otak aksi pembegalan di 24 tempat kejadian perkara (TKP) di Kota Kendari, serta delapan orang korbannya adalah perempuan yang diperkosa secara bergiliran oleh komplotannya. Jalil diketahui telah sekian lama menjadi target operasi polisi atas kasus tersebut.

Dalam penyergapan itu, aparat kepolisian melayangkan tembakan ke arah Jalil yang menurut pihaknya mencoba melawan dan melarikan diri. Akibatnya, betis kirinya tertembus peluru hingga mengalami pendarahan hebat dan menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Bhayangkara Kendari.

Merasa janggal dengan kematian Jalil, tim advokasi yang tergabung dalam delapan organisasi ikut mengawal kasus yang diduga akibat dianiaya oleh oknum polisi tersebut. Mereka menganggap, proses penangkapan melanggar SOP kepolisian. Dimana waktu itu kepolisian tidak memperkenalkan diri kepada korban an keluarganya, tidak membawa surat tugas, aparat tidak menunjukkan surat perintah seperti yang diatur dalam KUHP, aparat tidak membawa tokoh masyarakat maupun ketua TR setempat. Termasuk adanya indikasi upaya kekerasan dan penganiayaan terlebih dahulu.

Laporan: Wayan Sukanta

  • Bagikan