Maju Pilkada 2020, Bakal Calon Kepala Daerah Wajib Lolos Tes Kesehatan, Ini Ketentuannya

  • Bagikan
Rapat koordinasi KPU Sultra. (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mewajibkan semua bakal calon bupati dan wakil bupati yang akan berlaga di pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 mengikuti tes kesehatan.

Total tujuh wilayah di Provinsi Sultra akan selenggarakan Pilkada 2020, yakni Kabupaten Konawe Selatan, Konawe Utara, Konawe Kepulauan, Kolaka Timur, Muna, Buton Utara, dan Kabupaten Wakatobi.

Para bakal calon kepala daerah di tujuh wilayah itu diwajibkan tes kesehatan yang rencananya digelar sepekan, yakni 4-11 September 2020. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 tentang Juknis standar kemampuan jasmani dan rohani, serta standar pemeriksaan kesehatan dan bebas penyalahgunaan narkotika dalam Pilkada 2020.

Ketua KPU Sultra, Abdul Natsir Muthalib, mengatakan para bakal calon tidak hanya bakal dites kesehatan dan psikologinya, mereka juga wajib lolos tes penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang nantinya diperiksa di laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sebagai laboratorium untuk pemeriksaan narkotika dan psikotropika.

Sementara itu, protokol tes kesehatan akan disusun dan ditetapkan oleh masing-masing KPU kabupaten penyelenggara Pilkada 2020 dan dikoordinasikan oleh KPU Sultra. Sementara tim dokter yang berhak dan boleh menjadi bagian dari tim tes kesehatan-bakal calon harus memenuhi beberapa syarat.

Misalnya, syarat dokter pemeriksa kesehatan, yaitu mesti tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengantongi STR dan SIP yang berlaku, dan harus ditunjuk IDI wilayah atau IDI cabang.

“Kriterianya itu minimal bekerja lima tahun sebagai dokter dan tiga tahun lebih sebagai spesialis di keahlian masing-masing atau atas rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis cabang terkait,” ujarnya, Kamis (13/8/2020).

Dokter yang menjadi tim pemeriksa kesehatan calon dipastikan bukan anggota partai dan juga bukan dokter pribadi bakal calon bupati dan wakil bupati atau juga bukan sanak keluarga atau kerabat dari kandidat.

Selain dokter spesialis, KPU akan melibatkan ahli psikologi. Syaratnya, yang bersangkutan tercatat sebagai anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang berlaku.

“Ia juga mesti mengantongi sertifikat sebutan psikolog (SSP) yang dikeluarkan oleh HIMPSI, termasuk memiliki surat izin praktik psikologi (SIPP) yang masih berlaku,” tambahnya.

Syarat lainnya, kata Abdul Natsir, psikolog itu minimal mempunyai pengalaman dalam melaksanakan tes psikologi sekurang-kurangnya lima tahun dan khusus untuk wawancara mendalam dapat dilakukan oleh psikolog dengan pengalaman sepuluh tahun, termasuk mempunyai kemampuan melakukan asesmen dengan alat yang ditetapkan PP HIMPSI.

“Psikolognya juga tidak mempunyai konflik kepentingan dengan calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah, termasuk tidak berafiliasi dengan partai politik serta tidak pernah mendapatkan sanksi etik maupun hukuman karena pelanggaran pidana,” terangnya.

Berikutnya, para bakal calon wajib lolos tes penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang nantinya diperiksa di laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan sebagai laboratorium untuk pemeriksaan narkotika dan psikotropika. Salah satunya Balai Laboratorium Narkotika dan Psikotropika BNN. Selanjutnya, laboratorium harus didukung sarana dan prasarana yang memadai serta sumberdaya manusia profesional.

“Kandidat nanti-diperiksa urine dengan volume minimal 25 milimeter sudah termasuk 10 persen cadangan rapid test urine, sebagai penggantian apabila ada rapid test yang rusak atau memerlukan uji ulang,” tambahnya.

Abdul Natsir menyampaikan, hasil pemeriksaan paling lambat 12 September 2020 ke KPU kabupaten/kota penyelenggara pilkada.

“Oh ya, bakal pasangan calon hanya akan dilayani memeriksakan kesehatan jika sudah mendaftar dan diberi pengantar pemeriksaan oleh KPU kabupaten,” sambungnya.

Alur Pemeriksaan

  1. KPU berkoordinasi dengan IDI Sultra, BNNP Sultra, HIMPSI Sultra, dan RSU Bahteramas untuk menyusun: standar pemeriksaan kesehatan jasmani, rohani dan bebas penyalahgunaan narkotika, dan standar kemampuan secara jasmani dan rohani yang ditetapkan dengan Keputusan KPU.
  2. KPU menyampaikan standar pemeriksaan kepada KPU kabupaten/kota.
  3. KPU kabupaten/kota berkoordinasi dengan pengurus IDI, BNN, dan HIMPSI tingkat daerah untuk membentuk tim pemeriksa kesehatan yang terdiri atas: dokter, ahli psikologi; dan pemeriksa bebas penyalahgunaan narkotika.
  4. Tim pemeriksa terdiri atas: ketua yang dipilih dari anggota tim dan anggota.
  5. KPU kabupaten/kota menyampaikan standar pemeriksaan dari tim pemeriksa kepada pimpinan parpol yang mengusulkan bakal calon.
  6. KPU kabupaten/kota menetapkan RS di daerah berdasarkan rekomendasi IDI dengan Keputusan KP kabupaten/kota.
  7. KPU kabupaten/kota menyampaikan nama rumah sakit pemerintah yang ditunjuk kepada parpol pengusung calon.
  8. Tim pemeriksa kesehatan menggelar pleno menetapkan kesimpulan yang menyatakan: calon mampu atau tidak mampu secara jasmani dan rohani; positif atau negatif menyalahgunakan narkotika yang ditandatangani oleh ketua tim pemeriksa kesehatan.
  9. Tim pemeriksa kesehatan menyampaikan kesimpulan dengan lampiran seluruh hasil pemeriksaan kesehatan calon kepada KPU kabupaten/kota sebagai pemenuhan kelengkapan persyaratan calon.
  10. Kesimpulan dan seluruh hasil pemeriksaan kesehatan bersifat final dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan pembanding. (B)

Laporan: La Niati
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan