Makna Pesta Adat ‘Ma Ata A’ Warga Cia-Cia Laporo Kota Baubau

  • Bagikan
Wakil Wali Kota Baubau (tengah) bersama tokoh adat Cia-cia usai pesta adat Ma Ata A (Foto: Ist)
Wakil Wali Kota Baubau (tengah) bersama tokoh adat Cia-cia usai pesta adat Ma Ata A (Foto: Ist)

SULTRAKINI.COM: BAUBAU – Masyarakat suku Cia-cia Laporo, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar pesta adat Ma Ata’a (bersenang-senang) di Pelataran Galampa, Kelurahan Karya Baru, Kecamatan Sorawolio, Selasa, 1 September 2020.

Konon, pesta adat Ma Ata’a merupakan pesta adat turun temurun bagi masyarakat Cia-Cia yang sudah ratusan tahun dilakukan berdasarkan kebijakan Kesultanan Buton pada saat itu. Biasanya dilakukan ketika akan memasuki musim tanam baru atau sesudah panen.

Gelaran pesta adat ini, makanan dan minuman disajikan sebagai wujud kesyukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya. Selain itu, juga ditandai dengan beberapa prosesi khusus yang bermakna.

Wakil Wali Kota Baubau, La Ode Ahmad Monianse, yang turut menghadiri acara pesta adat Ma Ata’a mengaku sangat mengapresiasi gelaran adat masyarakat Cia-cia Desa Laporo dan sebisa mungkin agar tetap dilestarikan.

“Saya sebagai Wali Kota Baubau sangat mengapresiasi acara ini agar kita semua bisa lestarikan budaya,” ucapnya.

Monianse mengatakan acara Ma Ata’a bermakna spiritual dimana dalam prosesi adat masyarakat memuja Allah SWT dan bukan kepada yang lain untuk sebuah keselamatan, kesejahteraan, dan keberlangsungan kehidupan.

Selain itu, katanya, Ma Ata’a memiliki arti bersenang-senang dimana masyarakat merasa bersyukur karena telah berhasil dalam masa panen musim timur dan musim barat.

“Namun demikian selain bermakna spiritual juga bermakna edukasi (pendidikan), mendidik generasi-generasi berikutnya tentang bagaimana kita bekerjasama dalam sebuah komunitas yang saling menghargai, saling mengayomi, saling menyayangi sehingga komunitas ini akan terus hidup berkembang” kata Monianse.

Menurut Monianse, upacara adat ini juga berbasis pada adat dan budaya masyarakat pertanian yang merupakan sebuah budaya yang tidak bisa dilupakan. Hal ini berkesesuaian dengan visi besar Kota Baubau dengan yaitu membangun masyarakat Baubau yang maju, sejahtera, dan berbudaya.

“Dimana salah satu poin dari sejahtera itu terdapat pada ketahanan pangan kita,” ujarnya.

Pada kesempatan itu juga, Monianse mengungkap, bahwa Pemerintah Kota Baubau sudah memplot (menandai) 2 kecamatan yang menjadi lumbung pangan buat Kota Baubau yaitu Kecamatan Bungi dan Kecamatan Sorawolio. Dimana dalam waktu dekat akan dilakukan peninjauan langsung oleh Ketua DPRD Kota Baubau bersama Camat Sorawololio. (C)

Laporan: Aisyah Welina
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan