Maraknya Penggunaan Jimat Ketika Seleksi CPNS, Apa Tanggapan PBNU?

  • Bagikan
Jimat. (Foto: Finance.detik.com)
Jimat. (Foto: Finance.detik.com)

SULTRAKINI.COM: Penerimaan CPNS tiap tahunnya selalu dilengkapi dengan berbagai hal unik, mulai dari prosedur pendaftaran hingga berbagai hal yang dilakukan oleh pelamar. Satu hal yang sering dijumpai dalam seleksi CPNS adalah pelamar menggunakan jimat ataupun meminta pertolongan dukun.

Jelang penerimaan CPNS 2019, beredar isu-isu yang membicarakan tentang maraknya penjual jimat di media sosial. Hal ini membuat para pengguna medsos tersebut terheran-heran terhadap munculnya para penjual jimat saat penerimaan CPNS ini.

Penggunaan jimat saat proses penerimaan CPNS ternyata memang sering dijumpai dalam tahap-tahap penyeleksiannya. Misalnya, seleksi CPNS 2018, keberadaan jimat tersebut terdeteksi oleh para petugas ketika menggeledah peserta CPNS sebelum masuk ke dalam ruangan tes.

Maraknya penggunaan jimat ini, Pengamat Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Dr. Sunu Wasono, mengatakan fenomena tersebut terjadi karena tingginya persaingan sehingga pelamar merasa perlu pemulus di seleksi tersebut.

Dr. Sunu menilai, jika dalam konsepsi orang Jawa, jimat-jimat itu disebut sebagai piandel atau suatu pegangan agar lebih mantap.

“Nah, saking ketatnya, barangkali orang mencari cara-cara yang sifatnya sebetulnya tidak rasional, cara-cara bantuan dukun dan lain sebagainya. Tapi, itu memang sekarang kan ada kecenderungan orang untuk memanfaatkan hal-hal yang ghaib ya, yang tidak masuk akal itu untuk tujuan-tujuan praktis,” ucapnya, Minggu (10 November 2019) dilansir dari Kompas.com.

Pendapat senada diungkapkan oleh Sosiolog dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Bagong Suyanto. Ia mengatakan, penggunaan jimat itu merupakan tindakan yang non rasional. Menurutnya juga, Manusia bila menghadapi ketidakpastian, biasanya akan menuju kepada hal-hal yang non rasional. Dimana menurut Bagong tindakan non rasional ini adalah dengan mencari penyelesaian diluar tindakan yang masuk akal atau rasional.

“Bila pelamar CPNS mencari menggunakan jimat, ya karena dalam pandangan mereka melamar menjadi pegawai negeri itu dianggap sebagai momen yang penuh dengan ketidakpastian,” ucap Bagong.

Tanggapan di atas memperlihatkan jika jimat yang di perjualbelikan tersebut merupakan cara lain yang digunakan para

peserta untuk memantapkan hati mereka saat melakukan tes dan membuat mereka lebih percaya diri. Meskipun cara tersebut bagi sebagian orang dianggap tidak masuk akal.

Lantas, bagaimanakah pendapat ulama mengenai maraknya jimat ketika seleksi CPNS?

Dalam keyakinan Islam tradisional, benda-benda yang sifatnya memberi tuah dan dipercaya menjadi manifestasi kehadiran Tuhan atau Allah. Padahal pemuka agama menganggap hal tersebut bertentangan dengan kepercayaan agama.

Hasan Basri selaku Pengurus Lembaga Seni dan Budaya Muslimin (Lesbumi) dan selaku Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mencermati jika keberadaan jimat yang dipercayai oleh sebagian penganut Islam tradisional ini terdapat konsep tajalli yang dijadikan sebagai landasannya.

“Bagi para tokoh yang mencapai tingkat spiritual tinggi, benda-benda tertentu itu dialami sebagai tanda atau manifestasi bahwa Allah ada di dalam segala sesuatu. Segala sesuatu ada di dalam Allah,” ujar Hasan kepada Alinea.id.

Hasan kembali menuturkan, penggunaan sarana bantu seperti jimat tersebut berakar dari ajaran tasawuf yang kemudian diterapkan sebagai taktik pengobatan alternatif yang menjadi tren belakangan ini. Namun, untuk penganut Islam modern, hal tersebut justru dipandang bertentangan dengan kebenaran ajaran agama.

Hasan yang juga selaku kiai di beberapa pesantren seperti Kali Opak, Piyungan, Bantul, Yogyakarta menegaskan jika penggunaan jimat tersebut tergantung kepercayaan setiap orang, fenomena ini juga sebenarnya bersifat sangat pribadi.

Sehingga baik-buruknya tidak bisa hanya diukur dari pertimbangan rasionalitas.

“Ini tak ada kaitannya dengan rasionalitas masyarakat. Tapi penggunaan jimat itu tergantung pada orientasinya,” katanya.

Karena penggunaan jimat ini yang sifatnya pribadi dan berasal dari diri sendiri, sehingga ia menyarankan agar kita kembali memahami pentingnya ajaran agama agar terhindar dari dampak buruk seperti halnya penipuan.

“Belajarlah kembali tradisi Islam yang benar, sehingga tidak salah masuk kamar dukun. Jangan sampai tertipu lalu membayar sekian juta rupiah,” katanya.

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitabnya Al-Qoulus Sadiid menjelaskan perincian hukum memakai jimat. Bahwa seseorang yang memakai jimat itu bisa divonis melakukan syirik besar, dan bisa pula syirik kecil, tergantung keyakinan pemakainya, berikut ini penjelasannya.

Beliau rahimahullah menjelaskan bahwa, jika seseorang meyakini bahwa jimat tersebut menolak atau menyingkirkan mara bahaya (dengan sendirinya, terlepas dari izin Allah), maka ini adalah perbuatan syirik besar. Yaitu syirik dalam Rububiyyah, yang mana ia meyakini ada selain Allah, yang menjadi tandingan-Nya dalam menciptakan dan mengatur alam semesta. Di samping itu, (perbuatan tersebut juga) termasuk bentuk kesyirikan dalam ibadah, yang mana ia telah menyembah jimat tersebut dan menggantungkan keinginan dan harapan hatinya kepadanya, guna mendapatkan manfaat darinya.

Dari berbagai sumber
Laporan: Nurul Sadrina Sari

  • Bagikan