Market Share Perbankan Syariah di Sultra Akhir 2019 Tumbuh 4,35 Persen

  • Bagikan
Kepala Bagian Pengawasan Perbankan Kantor Wilayah OJK Sultra, Maulana Yusuf. (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sulawesi Tenggara menyampaikan, market share perbankan syariah di Sultra pada akhir 2019 sebesar 4,35 persen, sedikit menurun dari tahun sebelumnya sebesar 4,63 persen.

Kepala Bagian Pengawasan Perbankan Kantor Wilayah Otoritas Jasa Keuagan (OJK) Sultra, Maulana Yusuf, mengatakan per Desember 2019 kondisi keuangan perbankan syariah di Sultra walaupun market share menurun tetapi menunjukkan aset, pembiayaan, dan dana pihak ketiga (DPK) adanya peningkatan. Hal ini terjadi karena masyarakat Sultra memiliki keinginan yang sangat tinggi untuk menggunakan produk jasa keuangan syariah.

“Aset perbankan syariah di akhir 2019 sebesar Rp 1,63 triliun, pembiayaan Rp 1,22 triliun, dan DPK Rp 1,13 triliun. Ini meningkat sejak tiga tahun terakhir mulai 2017 hingga 2019,” terang Maulana, Selasa (18/2/2020).

Secara Yoy, lanjut Maulana, aset perbankan syariah tumbuh 13,16 persen, pembiayaan tumbuh 14,56 persen, dan DPK tumbuh 21,21 persen.

“Jadi intermediasi perbankan cukup baik dengan Fun to Deposit Ratio (FDR) sebesar 107,59 persen sedangkan Non Performing Fund (NPF) masih terjaga di angka 3,58 persen,” kata Maulan.

Ditambahkan Kepala Sub bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sultra, Ridhony, masyarakat tidak perlu ragu dalam menggunakan produk syariah dikarenakan perbankan syariah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada bab II menjelaskan mengenai asas, tujuan, dan fungsi.

“Perbankan syariah diatur dalam UU tersebut tentang prinsip syariah yang digunakan, serta menganut demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Ketentuan fungsi bank syariah juga dipaparkan dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional yang meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat,” jelas Ridhony.

Dalam UU perbankan syariah, Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas, jika ketentuan dalam UU dilanggar, ada sanksi administratif diberikan kepada pihak perbankan syariah.

“Perbankan syariah pasti syariah, OJK dan dewan pengawas terus mengawasi perbankan syariah mulai dari pasar modal dan industri jasa keuangannya harus berbasis syariah,” jelasnya.

Undang-undang tentang Perbankan Syariah ini mulai berlaku sejak diundangkan pada 16 Juli 2008.

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan