Masih Adilkah Hukum di Negeri Ini

  • Bagikan
keadilan dinegeri ini foto: media indonesia

SULTRAKINI.COM: Masih teringat diingatan kita atas pembakaran kalimat tauhid oleh oknum banser. Pada tanggal 5 November 2018 Pengadilan Negeri Garut menjatuhkan vonis penjara 10 hari kepada pembakar kalimat tauhid.

Berdasarkan keputusan hakim, pembakar kalimat tauhid terbukti melanggar pasal 174 KUHP tentang Menganggu Rapat Umum. Pembakar kalimat tauhid dijatuhi vonis 10 hari penjara dan denda Rp 2 ribu. Keduanya dikenai tindak pidana ringan (Tipiring). Sidang digelar di PN Garut, Jalan Merdeka Tarogong Kidul, Senin (05/11/2018). Majelis Hakim Hasanudin membacakan putusan sekitar pukul 12.50 WIB (Detik New,5/11/2018).

Dengan divonis 10 hari penjara dan Rp 2 ribu apakah akan memberi jera ? Apakah tidak akan terjadi lagi penista agama ? Inilah akibat system kapitalisme-demokrasi yang diterapkan. Hukuman yang diberikan kepada penista agama islam tidak memberi jera. Hukum yang diterapkan adalah hukum buatan manusia yang bisa direvisi bila itu bertentangan dengan para kapitalis.

Pandangan Islam terhadap Penista Agama

Berbeda dengan kapitalisme. Islam telah menetapkan hukuman bagi penista agama islam adalah hukuman mati. Para ulama tak berbeda pendapat bahwa muslim yang melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, dalam keadaan dia tahu telah melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, maka dia telah murtad dan layak mendapatkan hukuman mati. Imam Nawawi berkata: “Para ulama sepakat bahwa barang siapa yang menghina Al-Qur’an, atau mendustakan suatu hukum atau berita yang dibawa Al-Qur’an, atau menafikan sesuatu yang telah ditetapkan Al-Qur’an, atau menetapkan sesuatu yang telah dinafikan oleh Al-Qur’an atau meragukan sesuatu dari yang demikian itu, sedang dia mengetahuinya, maka dia telah kafir (Imam Nawawi Al Majmu’, Juz II,hal,170: (Ahmad Salim Malham, Fadhurahman fi Al Ahkam Al Fiqiyyah Al Khashshah bil Qur’an, hal.480).

Demikian pula non muslim yang melakukan penghinaan terhadap Al-Qur’an, maka hukumannya adalah hukuman mati, sama dengan hukuman untuk orang muslim yang menghina Al-Qur’an. Berdasarkan kesamaan kedudukan non muslim dan muslim dihadapan hokum islam dalam Negara islam (khilafah) Syekh Ali bin Nayit Al Syahdud dalam kitabnya Al Khulashah fi Ahkam ahli Al Dzimmah wa Al Musta manin berkata: “Jika seorang dari Ahludz Dzalimah (warga Negara non muslim) melakukan suatu kejahatan yang terkategori huduud seperti berzina,menuduh zina,mencuri atau berbagai (qath’ut thariq), maka dia dijatuhi hukuman dengan hukuman yang telah ditentukan untuk kejahatan-kejahatan tersebut, kedudukan mereka dalam hal ini sama dengan kaum muslim.’(Ali bin Nayit Al Syahdud dalam kitabnya Al Khulashah fi Ahkam ahli Al Dzimmah wa Al Musta manin hal.36).

Imam Ibnu Qoyyim telah menjelaskan dengan rinci dalam kitabnya Ahkam Ahli Al Dzimmah, bahwa jumhur utama (yaitu mazhab maliki, syafi’I,hambali) sepakat jika seorang ahlidz dzimmah melakukan penghinaan kepada islam, maka batallah perjanjiannya sebagai warga Negara dan layak dihukum mati ( Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah,Ahkam Ahlidz Dzalimah,hal.1356-1376).

Hanya saja perlu ditegaskan disini, bahwa yang berhak yang menjatuhkan hukuman mati untuk penghina Al-Qur’an bukan sembarang individu atau kelompok, melainkan hanyalah imam (khalifah) atau wakilnya dalam Negara islam (khilafah) setelah imam atau wakilnya melakukan proses pembuktian di peradilan dan melakukan istitabah (meminta terpidana untuk bertaubat /masuk islam ) tapi terpidana tidak mau bertaubat. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz XXII, hal.194).Waallahu A’lam Bi Shawab).

Oleh: Sitti Sarni,S.P (Founder Komunitas Pejuang Islam)

  • Bagikan