Masyarakat Tagih Janji Bupati Wakatobi Selesaikan Persoalan BBM dan Dualisme Sara

  • Bagikan
Masa aksi berdialog dengan Bupati Wakatobi di ruang kerjanya (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)
Masa aksi berdialog dengan Bupati Wakatobi di ruang kerjanya (Foto: Amran Mustar Ode/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: WAKATOBI – Lembaga Advokasi Hak Asasi Manusia (Ledham) bersama Lembaga Asosiasi Pelindung dan Pembela Hak Nelayan Wakatobi menggelar aksi unjuk rasa menagih janji Bupati Wakatobi untuk menuntaskan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) dan penyelesaian dualisme sara (Adat) Mandati, Selasa (7 Juni 2022).

Aksi yang dilakukan di depan kantor Bupati Wakatobi ini mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan Satpol-PP.

Salah seorang orator aksi, Roziq mengatakan, saat aksi beberapa Minggu lalu Bupati Wakatobi Haliana telah berjanji kepada nelayan akan menyelesaikan persoalan tingginya harga BBM selama tujuh hari, tapi kenyataannya sampai sekarang belum juga dituntaskan.

“Untuk itu kami minta janji dan tanggung jawab pemerintah daerah yang katanya akan menyelesaikan persoalannya BBM dalam waktu tujuh hari,” ungkapnya.

Roziq mengungkapkan, tingginya harga BBM di Wakatobi khususnya jenis pertalite sangat meresahkan masyarakat karena sampai saat ini harga BBM belum dapat dikendalikan oleh pemerintah.

Menurutnya, Pemda Wakatobi harusnya lebih peka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat atau nelayan di Wakatobi.

Pasalnya, harga BBM jenis pertalite mencapai Rp20 ribu per 1,5 liter, pertamax Rp20 ribu per 1,3 liter, dan solar subsidi Rp 175 ribu hingga Rp 200 ribuh per cerigen 20 liter. Padahal harga BBM yang ditetapkan oleh pemerintah pusat perliternya yaitu pertalite Rp7.650, pertamax Rp 12.750 dan solar subsidi Rp 5.150 per liter.

Orator lain, Ali Munir, mendesak agar Bupati Wakatobi Haliana segera menyelesaikan persoalan dualisme sara (adat) di Mandati, Kecamatan Wangi-wangi Selatan.

Ia menjelaskan, terkait persoalan dualisme sara ini telah ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bisa menjadi pegangan Bupati Wakatobi membuat keputusan untuk mengukuhkan sara yang sah.

“Kalau bisa bupati buat surat keputusan dan menetapkan mana yang sah secara aturan, agar jangan ada lagi dualisme,” paparnya.

Apa lagi saat ini katanya, ada oknum yang mengaku-ngaku sebagai sara padahal jika dilihat dalam putusan MK mereka bukanlah sara yang sah.

Menanggapi aspirasi masyarakat itu, Bupati Wakatobi Haliana mengaku, resah dengan adanya dualisme sara di Mandati, bahkan menurutnya dualisme itu juga terjadi dalam sara Wanse.

Menurutnya, ia sudah pernah bicarakan persoalan dualisme ini dengan Wali Kota Baubau, namun ternyata di kesultanan Buton juga terjadi hal yang sama.

Ia berniat untuk menyatukan dualisme sara ini, karena keduanya ada kaitan keluarga dengannya.

Haliana meminta agar diberikan waktu untuk menyelesaikan persoalan dualisme sara. (C)

Laporan: Amran Mustar Ode
Editor: Hasrul Tamrin

  • Bagikan