Membangun Etika Politik dalam Pilkada 15 Februari 2017

  • Bagikan
(ist)

Oleh: Muammar Asmie*

Pilkada dimaknai sebagai momentum penting yang diharapkan menghasilkan calon-calon pemimpin yang membawa kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik. Salah satu daerah yang juga akan menyambut pesta demokrasi ini adalah Kabupaten Bombana dimana daerah yang telah berumur 15 tahun berdasarkan Undang-Undang 29 tahun 2003, merupakan hasil pemekaran Kabupaten Buton. Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Bombana 2017, mengusung dua pasangan calon Bupati yang akan dipilih oleh seluruh masyarakat Bombana sebagai bagian dari proses demokrasi.

Ada beberapa hal yang mengemuka empat bulan belakangan ini terkait Pilkada, khususnya nuansa kampanye di Kabupaten Bombana yang penting untuk segera dicermati untuk menjadi bahan perenungan bersama. Penggunaan isu SARA dan simbol-simbol agama adalah beberapa dari sekian banyak masalah dalam praktek politik praktis yang masih begitu kental terasa di kabupaten yang tergolong relatif masih muda ini. Maka berangkat dari ironi ini dan sebagai orang yang lahir dan besar di kota ini, hal ini memberikan dorongan serta motivasi untuk memberikan sumbangsih pemikiran kritis terhadap fenomena yang terjadi.

Terkait isu SARA, sedikit memberikan gambaran yang singkat terhadap pluralisme di kota ini khususnya etnis pribumi maupun pendatang. Kota Bombana dikenal sebagai wilayah yang dihuni oleh suku Moronene sebagai penduduk asli dan salah satu etnis terbesar di Sulawesi Tenggara. Disamping itu, eksistensi suku Bugis tidak dapat di nafikan keberadaannya. Kedua suku tersebut senantiasa hidup berdampingan, sejalan dan memiliki sejarah panjang dalam membangun dan menciptakan suasana kondusif bersama suku-suku minoritas lainnya.

Fenomena yang terjadi seiring dengan Pilkada serentak yang sedang dihelat dan atau sementara dilaksanakan, kemudian menimbulkan hadirnya provokator berjubah politisi yang menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaan semata termasuk melalui cara kampanye politik bernuansa SARA. Pesan-pesan kampanye hitam yang dikemas secara eksplisit dengan menitikberatkan keharusan pemimpin mempunyai kesamaan suku, ras, budaya, agama, dan golongan yang kemudian mendiskreditkan etnis lain semata untuk menarik simpati masyarakat dalam Pilkada saat ini. Hal ini kemudian diperparah ketika sejumlah oknum politisi “menjual” simbol-simbol agama yang tentunya membuat situasi makin miris. 

Budaya kampanye politik semakin tergerus oleh kepentingan-kepentingan pragmatis yang berpotensi mencederai keharmonisan antara kedua etnis yang notabene merupakan suku mayoritas bahkan seluruh masyarakat Bombana. Seharusnya, tagline pemilih cerdas dan Pilkada sehat tidak hanya sebagai slogan sosialisasi atas upaya perbaikan demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah 2017, akan tetapi, menghidupkan kembali marwah etika politik dalam berbangsa dan bernegara merujuk kepada nilai-nilai Pancasila dan konstitusi yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Ideologi bangsa Indonesia terletak pada esensi dan nilai Pancasila yang merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Hal tersebut kemudian tidak serta merta menafikan etika sebagai bentuk pengejewantahan hukum dan moralitas. Etika merupakan bentuk sikap atau proses tingkah laku manusia kepada sesama manusia lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia dibedakan dengan hewan karena bertindak dengan sadar dan atas kemauannya sendiri. Demikian pula manusia bertanggung jawab atas perbuatannya. Tuntutan pertanggungjawaban itu bukanlah ciptaan etika politik, melainkan masyarakat sendiri. Tuntutan tersebut dapat didiamkan, tetapi tidak akan hilang.

Etika politik hadir bukan untuk mengkhotbahi para politisi atau untuk langsung mempertanyakan legitimasi moral pelbagai tindakan politis, terkhusus momentum pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah 2017 yang banyak menuai polemik kampanye. Sebaliknya, etika politik menuntut pelbagai klaim politis atas komitmen, konsitensi, dan integritas dalam kampanye-kampanye politik untuk menata masyarakat sehingga dapat dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip moral dasar.

Franz Magnis Suseno berpendapat bahwa fungsi utama etika politik sebagai sarana kritik ideologi. Dengan kata lain, kebenaran yang dituntut terdiri atas proses pencarian prinsip-prinsip yang benar. Hasil pencarian kebenaran tersebut, kebenaran praktis yang berelevansi luas bagi kehidupan masyarakat, dengan sendirinya pantas untuk selalu disuarakan.

Bila dikaitkan dengan hukum dan moralitas maka menurut L.A. Hart dalam bukunya ‘the concept of law’ bahwa salah satu fungsi pokok hukum adalah menjadi pedoman tindakan bagi individu tanpa harus menanyakan maknanya pada pengadilan atau kepada pejabat hukum lainnya. Imperatif hukum merupakan sifat hukum dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan moralitas sebagai prinsip-prinsip pengejewantahan hukum dalam menginterpretasikan tindakan-tindakan manusia dalam etika berpolitik.

Sebagaimana ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Perubahan Pertama Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 mengatur tentang larangan dalam kampanye dengan ancaman hukuman yakni “setiap orang yang melakukan penghinaan  dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 bulan dan paling lama 18 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu dan paling banyak Rp 6 juta”, salah satunya menggunakan isu SARA dan simbol-simbol agama dalam kampanye politik sebagai wacana dalam meraup simpati publik merupakan bentuk kemunafikan dan ketidakadilan yang akan menyebabkan konfrontasi-konfrontasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan demikian, harapan penulis bahwa budaya politik seperti ini harus ditanggapi, direnungkan secara bersama untuk kemudian dibenahi dalam rangka memberikan pencerahan dengan mengedepankan etika politik. Harapan yang tersisa semoga Pilkada Serentak 15 Februari 2017 terkhusus di Kabupaten Bombana dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar membawa Kota dan masyarakat Bombana kearah yang dicita-citakan.

Aamiin  

 

Tentang Penulis

Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Hukum Kenegaraan UGM

Putra Daerah Bombana

Hp: 08114037015

Email: [email protected]

  • Bagikan