Mengenal SMAP, Sistem yang Digodok Balai Karantina Pertanian Kendari

  • Bagikan
Public Hearing Balai Karantina Pertanian Kelas II Kendari, Senin (19/11/2018). (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)
Public Hearing Balai Karantina Pertanian Kelas II Kendari, Senin (19/11/2018). (Foto: Wa Rifin/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Balai Karantina Pertanian kelas II Kendari membahas penetapan standar pelayanan publik terintegrasi Sistem Manajemen Mutu (SMM) SNI ISO 9001:2015 dan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) SNI ISO 37001:2016 di salah satu hotel di Kota Kendari, Senin (19/11/2018).

Kepala Balai Karantina Pertanian kelas II Kendari, Laode Muhammad Mastari, mengatakan sosialisasi dan publik hearing penetapan standar tersebut guna adanya perubahan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari PP 48 Tahun 2012 menjadi PP 35 Tahun 2016 (sudah disosialisasikan) dan penggabungan SPP dengan SMM ISO 9001:2015 serta penerapan SMAP ISO 37001:2016.

“Perubahan tarif PNBP diatur oleh Kementerian Keuangan sehingga karantina mensosialisasikan perubahan tersebut,” terang Laode Muhammad Mastari.

Ia menjelaskan, PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan, selalu dievaluasi setiap ada aturan atau kebijakan baru yang akan diterapkan.

“Tarif PNBP seperti pemeriksaan bervariasi sesuai dengan jenis hewan, misal pemeriksaan darah sapi berbeda tarifnya dengan yang lainnya,” jelasnya.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Mastrio Susilo, mengapresiasi kinerja Karantina Pertanian kelas II Kendari dalam menyusun SMAP untuk mengantisipasi adanya pungli antar pemerintah yang memberikan layanan dan masyarakat yang menerimanya.

“Ini merupakan amanah UU kelayakan pelayanan publik harus sesuai dengan SPP dan Karantina Pertanian sudah menyusunnya. Pada 2016, Ombudsman juga melakukan penilaian kepada Karantina Pertanian kelas II Kendari dengan nilai 105 dan itu baik,” ucap Mastrio Susilo.

Efektif dan efesien pelayanan karantina kepada masayarakat tanpa adanya pungli selalu menjadi tujuan utama, sehingga tatap muka antara petugas dan masyarakat dilakukan secara minimalis dipantau oleh cctv.

“Kebanyakan terjadinya pungutan liar karena masyarakat mempercepat pengurusan dan petugas juga menerimanya. Adanya kebijakan baru ini diharapkan tidak ada lagi pungutan. Ombudsman juga terus mengontrol pengelolaan layanan dalam mengatasi pungutan liar ini,” tambahnya.

Laporan: Wa Rifin
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan