Menggagas Tameng Budaya Sultra dari Pengaruh Asing

  • Bagikan
Pelaksanaan debat publik perdana pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2018-2023 di Hotel Grand Clarion Kendari, Kamis (5/4/2018) malam. (Foto: Wayan Sukanta/SULTRAKINI.COM)
Pelaksanaan debat publik perdana pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2018-2023 di Hotel Grand Clarion Kendari, Kamis (5/4/2018) malam. (Foto: Wayan Sukanta/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Debat publik perdana pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara periode 2018-2023, tak lepas dari unsur budaya sebagai topik pembahasannya di Hotel Grand Clarion Kendari, Kamis (5/4/2018) malam.

Menjawab tantangan kedepan, budaya memungkinkan akan terkontaminasi dengan pengaruh luar Sultra. Apalagi didukung kemajuan teknologi dan kemudahan akses teknologi informasi dan sistem transportasi. Pengaruh tersebut, salah satunya bisa bersumber dari pengunjung atau para turis yang berwisata ke Provinsi Sultra. Bagaimana program kongkrit untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalam ajaran agama dan pelestarian budaya di Sultra?

Paslon Rusda Mahmud-Sjafei Kahar, mendapat pertanyaan dari para panelis tentang topik itu melalui lot pertanyaan secara acak.

Calon Wakil Gubernur Sjafei, maju memberikan jawabannya. Menurut dia, Sultra memiliki ragam suku, agama, dan budaya. Jika disatukan, maka menghasilkan kekuatan penangkal budaya luar. Untuk mempertahankan budaya lokal perlu adanya penguatan kegiatan-kegiatan keagamaan dan olahraga. Melalui olahraga, masyarakat dianggapnya bisa meningkatkan ketahanan budaya, mental, dan menangkal pengaruh budaya luar yang tidak diinginkan. Disatu sisi, peran pemerintah setempat juga dibutuhkan.

“Menghidupkan kegiatan keagamaan, di sisi lain adalah kegiatan olahrga agar bisa dihidupkan. Kalau dulu banyak kegiatan olahraga, jarang yang duduk di deker-deker. Sekarang terbalik, dia olahraga sedikit, lebih banyak duduk di deker-deker dan mereka itulah yang banyak menimbulkan masalah,” ujarnya.

Lain halnya Hugua, mewakili nomor urut 2 yang mendapatkan pertanyaan yang sama. Dia mengaku, unsur budaya dan pariwisata menjadi satu kesatuan. Budaya yang kuat, dibutuhkan penguatan dari lembaga adat, kesultanan dan lainnya untuk mempengaruhi sistem kemasyarakatan. Selain itu, datangnya para turis di Sultra, perlu diberikan pemahaman oleh lembaga adat terkait etika atau budaya Sultra dengan tujuan untuk menghargainya.

“Pada tahun 2023, Sultra dihuni manusia yang punya kearifan, adat istiadat luhur, nilai agama yang tinggi dan lainnya. Bicara pariwisata, kita bicara penetrasi masuknya orang dari luar menikmati alam lingkungan, budaya di kawasan kita. Saya pastikan lembaga adat, kesultanan, kearifan budaya dan kesultanan Buton, saya terapkan secara menyeluruh ke dalam sistem kemasyarakatan. Bahkan turis yang datang (ke Wakatobi) dibriefing (pemahaman) oleh lembaga adat ‘Bro, kalau datang ke sini nanti seperti ini, anda tidak boleh sembarangan’, ternyata kalau pendekatan kultur, tamu akan senang,” ucapnya.

Sementara itu, pasangan Ali Mazi-Lukman Abunawas tetap memasukkan unsur budaya di dalam visi misinya, yakni Sultra berbudaya. Namun pertanyaan yang sama dengan kedua paslon dari panelis tidak didapatkan pasangan berakronim AMAN ini melalui pencabutan lot.

Pelaksanaan debat publik perdana tersebut turut melibatkan para panelis dari Universitas Halu Oleo Kendari, di antaranya Prof. Muh. Zamrun, Prof. Dr. Ir. Weka Widianti, Prof. Dr. Ir. H. R. Marzuki Iswandi, Prof. Ir. H. La Sara, dan Prof. Dr. Hasanuddin Bua.

  • Bagikan