Menggiring Pemilih Sultra Anti-Golput, Pengamat: APK Kurang Berkontribusi

  • Bagikan
Seminar nasional Politik beradab, politisi bermutu guna mewujudkan pendidikan politik yang baik di PlazaInn Hotel Kendari, Senin (19/2/2019). (Foto: Andi Fajar Wangsa/SULTRAKINI.COM)
Seminar nasional Politik beradab, politisi bermutu guna mewujudkan pendidikan politik yang baik di PlazaInn Hotel Kendari, Senin (19/2/2019). (Foto: Andi Fajar Wangsa/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Kurang dari dua bulan, masyarakat Indonesia akan menentukan hak pilihnya pada pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif. Mulai dari sosialisasi sampai turun ke lapangan dilakukan penyelenggara pemilu agar meningkatkan partisipasi pemilih.

Tepatnya, 17 April 2019, lima kertas suara akan diisi pemilih untuk menentukan siapa yang lebih pantas menjadi wakil rakyat dan menggiring arah pembangunan Indonesia. Namun pemilih juga perlu memahami, seperti apa politik beradab, politisi bermutu guna mewujudkan pendidikan politik yang baik.

Melalui seminar nasional Prodi Ilmu Politik, Universitas Halu Oleo (UHO) bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum dan lembaga lainnya, pemilih dididik cerdas menentukan pilihannya. Salah satu medianya, penandatanganan deklarasi anti-golput oleh para pemilih pemula di PlazaInn Hotel Kendari, Senin (18/2/2019). Pemateri berkompeten juga dihadirkan dalam seminar tersebut.

“Kami lihat kan ini tahun politik, event-nya sangat menarik dan jarang, apalagi tahun 2019 bukan cuma pemilihan presiden, ada juga pemilihan legislatif yang kurang diperhatikan masyarakat luas. Ini tugas kami sebagai mahasiswa ilmu politik, kami bikin event sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat luas, salah satunya tentang pemilih pemula,” jelas Ketua Panitia Seminar, Wa Ode Sitti Halifa Mellnia.

Atmosfer Pemilu di Sultra

KPU Sultra mendata, 1.723.539 orang menjadi pemilih wajib berdasarkan rekapitulasi penyempurnaan Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan Dua (DPTHP-2) Sultra pemilu 2019. Khusus Kota Kendari, tercatat 208.846 orang.

(Baca: Pemilu 2019, Jumlah Pemilih Sultra mencapai 1.723.539 Orang)

Banyaknya pemilih wajib tersebut, tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pelenggara pemilu serta unsur lainnya, termasuk masyarakat agar pemilu sukses terselenggara di Sultra.

Pengamat Politik Sultra, Muhammad Najib Husain, menjelaskan melihat kecenderungan partisipasi pemilih untuk dua kali pemilihan presiden terjadi penurunan. Sedangkan pemilihan legislatif-dua kali sebelumnya itu terjadi fluktuasi. Apabila perhatian sebatas ditujukan pada pilpres, bisa jadi berimbas pada pemilihan legislatif. Akibatnya, tingkat partisipasi masyarakat akan turun. Meski KPU harapnya partisipasi berada di antara 75 persen sampai 80 persen.

“Kita tahu bersama untuk pemilihan legislatif 2014 tidak ada partai yang jadi pemenang, tapi yang jadi pemenang itu golput. Angka golput lebih tinggi dibandingkan angka persentase oleh PDIP,” Najib kepada Sultrakini.com, Selasa (19/2/2019).

“Saya prediksikan terjadi penurunan jumlah pemilih. Tinggal sekarang masih ada beberapa upaya bisa dilakukan KPU, misalnya debat (caleg), termasuk bagaimana kerja-kerja caleg di lapangan agar tingkat pemilih tinggi,” sambungnya.

Menurut Ketua Prodi Ilmu Politik, Fisip UHO ini, kecenderungan masyarakat Sultra hanya pada pilpres dan terkesan lemah dalam pileg. Padahal, masyarakat nantinya dihadapkan lima kertas suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Di satu sisi, efisiensi Alat Peraga Kampanye caleg tidak banyak membantu dalam partisipasi pemilih. Artinya, pengaruh APK tidak signifikan untuk menambah elektabilitas para caleg melalui jumlah suara.

“Kita tidak bisa berharap banyak dari alat peraga kampanye, pengaruhnya tidak signifikan untuk menambah suara, kalau untuk tingkat pekenalkan diri mungkin iya, karena baliho yang dipasang tidak bisa memberikan gambaran siapa caleg-caleg. Kedua, pendekatan door to door itu jauh dari efektif dibandingkan alat peraga kampanye,” ucapnya.

Dia menambahkan, perlu politik beradab sebagai salah satu pendidikan politik.

Politik beradab merupakan aplikasi praktik politik yang berdasarkan nilai-nilai kebenaran. Jauh dari upaya curang, misalnya black campaign dan hoaks, termasuk menggunakan diksi-diksi yang tidak sopan.

Selain itu, sosialisasi mekanisme pencoblosan dan memberikan ruang kepada publik untuk mengawasi langkah-langkah penyelenggara pemilu dan para caleg. Begitu juga, peran relawan utusan KPU Sultra sepantasnya memberikan pemahaman pemilu kepada masyarakat. Sebab mereka dianggap masih bingung dengan tugasnya di lapangan.

“Harapan saya supaya (pemilu) tersosialisasi dengan baik, tetap ada ruang diberikan untuk menyampaikan kepada masyarakat, misalnya pentingnya masyarakat mengawasi langkah-langkah dari para caleg,” terangnya.

“Butuh sebuah partisipasi masyarakat mengawal pemilu, dan itu terkesan tidak menjadi perhatian, dan itu sangat membahayakan sebenarnya bagaimana caleg misalnya lebih leluasa melakukan money politic dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.

Seminar nasional tersebut dihadiri 300 peserta dari kalangan mahasiswa dan siswa sebagai pemilih pemula, sejumlah LSM perempuan, dan disabilitas.

Laporan: Andi Fajar Wangsa
Editor: Sarini Ido

  • Bagikan