Mensos RI: Ponpes Benteng NKRI

  • Bagikan
Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa. (Foto: Adryan Lusa/SULTRAKINI.COM)

SULTRAKINI.COM: KONAWE SELATAN – Menteri Sosial RI, Khofifah Indar Parawansa menilai keberadaan pondok pesantren (Ponpes) mampu menjadi benteng pertahanan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-undang Dasar 1945.Peran para santri dianggap membentuk karakter bangsa yang berlatarbelakang keberagaman etnis, agama dan bahasa.

“Pondok pesantren bekerja membentuk akhlak anak didik yang nantinya menjadi pewaris bangsa. Tentunya memberikan pendidikan berbasiskan agama Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang sejuk, Islam yang toleran,” kata Khofifah saat menghadiri Halalbihalal di Pondok Pesantren Minhajut Thullab, Konawe Selatan, Senin (17/7/2017).

Begitu juga hadirnya ulama dan pengaruh pondok pesantren yang berfungsi strategis mengayomi dan alat pemersatu umat. Apalagi Indonesia saat ini, sedang menghadapi ujian dan tantangan maraknya gerakan mengancam kebhinekaan dan persatuan bangsa.

Ditanyai terkait adanya aksi yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dengan sistem Khilafah menurut Khofifah, pendiri bangsa telah menyepakati bentuk negara dan sistem pemerintahan yang merampung semua kelompok, golongan dan agama di Indonesia.

“Kita menempatkan posisi kita sebagai orang Indonesia yang beragama Islam, bukan menempatkan sebagai orang Islam yang kebetulan berada di Indonesia. Dengan begitu ada rasa tanggung jawab manakala bangsa ini diganggu. Itu adalah manifestasi nyata dari Hubbul Wathan minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman),” ujar Khofifah.

Menurutnya, penyebaran radikalisme telah menyasar kaum pelajar dan mahasiswa. “Pergerakan mereka tidak statis. Penyebaran pengaruh juga dilakukan dengan serangkaian perekrutan anggota baru, pelatihan dan pendidikan kader yang dilakukan secara masif. Saya harap kita semua harus meningkatkan kewaspadaan. Minimal jangan sampai merasuk kepada keluarga kita,” ucapnya.

Khofifiah menuturkan, selain pengaruh pengajar, radikalisme juga terjadi akibat derasnya arus informasi yang beredar di media sosial dan internet. Lantaran tidak ada filter, informasi yang beredar pun menjadi tidak terkendali. Perspektif kemaslahatan umum harus ditata kembali. Termasuk dalam hal berguru dan mencari ilmu. Kata dia, mayoritas orang mencari ilmu lewat gadget. Alhasil, banyak yang menjadi sesat karena tidak mengetahui asal muasal dalil dan sumber informasi tersebut. (ADV)

“Jadi kalau mau berguru atau mencari ilmu harus jelas siapa yang menjadi junjugan sehingga tidak salah ajar,” terangnya.

Laporan: Adryan Lusa

  • Bagikan