Meramal Masa Depan ABR

  • Bagikan

Oleh Hasruddin Jaya
(Mahasiswa Buton Utara)Pilkada serentak yang dilangsungkan pada 9 Desember 2015 lalu, diikuti oleh beberapa kabupaten yang ada di Sulawesi Tenggara. Termasuk Buton Utara yang tidak mau absen dalam kontestasi Pilkada.Keikutsertaan Buton Utara dalam Pilkada disambut baik dan antusias oleh seluruh kalangan masyarakat Buton Utara. Hal ini dibuktikan dengan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam mengikuti dan mengawal tahapan Pilkada, mulai dari pendaftaran, kampanye, debat kandidat hingga penyaluran hak pilih.Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam mengikuti dan mengawal jalannya Pilkada Buton Utara, menjadi salah satu bukti bahwa masyarakat cukup paham dan sadar dalam berdemokrasi. Ditambah lagi pemenang Pilkada, Abu Hasan-Ramadio yang hadir dengan slogan Perubahan dan Anti Money Politik, menjadi bukti kuat bahwa kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi itu sudah tinggi.Kemenangan Abu Hasan-Ramadio di Pilkada 9 Desember kemarin tentu bukanlah kemenangan parta pengusung (PDI-P, Demokrat, PKB) semata. Tetapi itu adalah kemenangan bersama, yakni partai pengusung dan rakyat (akar rumput). Sebab dalam negara demokrasi rakyatlah yang memegang peranan penting.Dalam proses pelaksanaan pemerintahan, Abu Hasan-Ramadio dituntut untuk lebih aktif dan tanggap terhadap persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Dan menempatkan kepentingan rakyat sebagai hal yang utama ketimbang kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok.Dilihat dari masa tugas Abu Hasan-Ramadio yang baru berjalan 1 bulan lebih, dihitung mulai dari hari pelantikan, sudah dihiasi dengan berbagai macam dinamika mulai dari persoalan bagi-bagi proyek, porsi kekuasaan, hingga kepada persoalan mendasar yakni persoalan ibukota. Dinamika itu bukan tidak mungkin akan terus menghiasi pemerintahan Abu Hasan-Ramadio.Jika dilihat secara seksama potensi konflik yang akan muncul dan menghiasi pemerintahan Abu Hasan-Ramadio, yakni; Pertama, konflik ibukota. Amanah UU No. 14 tahun 2007 pasal 7 cukup jelas dan gamblang menyebutkan bahwa Ibukota Kabupaten Buton Utara adalah Buranga, Kecamatan Bonegunu. Tetapi mantan Bupati Buton Utara Muh. Ridwan Zakaria justru menghentikan pembangunan kantor di Buranga dan memusatkan pembangunan dan pemerintahan di Ereke, Kecamatan Kulisusu.Hal ini menjadi titik awal terjadinya konflik sosial-politik di tengah tengah masyarakat Kabupaten Buton Utara. Puncaknya pada tahun 2011 terjadi pembakaran dan pengrusakan beberapa fasilitas negara, seperti mobil dinas dan kantor pemerintah oleh masyarakat setempat yang tidak sepakat dengan kebijakan sepihak Muh. Ridwan Zakaria.Polemik ibukota Kabupaten Buton Utara terus berlanjut hingga hari ini. Bila dilematis ini tidak disikapi secara arif dan bijak oleh ABR, maka saya pastikan akan menjadi kado terburuk dalam masa pemerintahannya. Memang kita akui ini merupakan dosa politik tatanan kekuasaan lama, tapi arusnya jelas akan bermuara pada pemerintahan yang baru. Untuk soal ini saya jadi teringat dengan kisah tragedi Ken Arok yang membabat habis tujuh turunan penguasa Singasari.Secara geopolitik, ketika tuntutan ibukota ini tidak tersahuti maka disinilah cikal bakal keretakan kekuasaan. Disebabkan Ramadio adalah figur representatif masyarakat Bonegunu-Kambowa (Bonekawa). Mau tidak mau kita pasti akan mengakui hal itu karena masyarakat Bonekawa cepat diletupkan oleh kelompok oposisi. Pasalnya, mereka diasosiasikan sebagai masyarakat terpinggirkan dari pembangunan atas alibi penempatan ibukota.Kedua, konflik bagi-bagi proyek. Abu Hasan-Ramadio yang terpilih sebagai kepala daerah di Pilkada 9 Desember 2015, hampir bisa dipastikan bahwa itu adalah kemenangan rakyat akar rumput yang dengan sadar mendukung dan menjatuhkan pilihan kepada Abu Hasan-Ramadio. Walau kadang dimanfaatkan oleh sekelompok orang dengan mengambil keuntungan dari mereka.Prosesi pembagian paket (lelang proyek) beberapa minggu yang lalu memberikan kita gambaran atau perbandingan untuk meneropong (meramal) masa depan Abu Hasan-Ramadio.Banyaknya para pendukung yang berlomba-lomba dan berebut paket proyek akan menjadikan pemerintahan Abu Hasan-Ramadio kebingungan mau diberikan sama siapa paket proyek. Jika dalam prosesi pembagian paket proyek tidak adil dan merata tentu akan membuat sebagian pihak merasa kecewa dan berujung pada terjadinya konflik atau balik melawan bersama dengan kelompok oposisi.Ketiga, porsi kekuasaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa di era demokrasi yang tidak sehat ini setiap orang khususnya pejabat menjatuhkan pilihannya dengan beberapa tawaran (kepentingan), hal ini menjadi lumrah di dunia perpolitikan Indonesia khususnya di Buton Utara.Dikhawatirkan pembagian kursi kekuasaan (bagi-bagi jabatan), hanya dilandaskan politik balas budi atau tanda terima kasih sebagaimana layaknya kultur politik kita. Namun keputusan ini akan berimbas pada posisi dilematis pemerintahan ABR. Artinya, ketika ABR melahirkan keputusan yang dirasa sepihak tanpa melibatkan orang orang yang mengantarkan dirinya pada kekuasaan, disini titik keseimbangan ABR akan goyang. Yakni akan memperbesar atau memperlebar kelompok-kelompok oposisi.Keempat, eksistensi partai pengusung. Saya masih teringat dengan maklumat Abu Hasan. Ia pernah mengatakan bahwa, \”saya lebih memilih menjadi kader negarawan daripada kader politik\”.Pernyataan itu bisa jadi \”ya\” manakala ia tidak terlahir dari partai pengusung. Secara kultur, mustahil kepala daerah yang lahir dari partai pengusung tidak akan terlembagakan secara politik. Pada posisi ini, Abu Hasan akan berlabuh dimana?Saya yakini partai pengusung tidak akan tinggal diam, untuk berebut legitimasi kekuasaan di Buton Utara, menjadikan Abu Hasan sebagai kader partai merupakan langkah politis yang paling strategis. Lalu parpol mana pula yang akan berlabuh?Menurut hemat penulis, sebagai sebuah ramalan langkah yang paling tepat adalah melakukan langkah preventif dalam kerja-kerja politik. Menukil Albert Einstein, ia katakan \”tiga rumus kerja yakni, hindari kekacauan menemukan cara sederhana, dari ranah konflik menemukan keharmonisan, ditengah kesulitan selalu terdapat kesempatan\”. Rumus itu belum terlambat, berikan kesempatan kepada Abu Hasan-Ramadio untuk bekerja.(*)

  • Bagikan