SULTRAKINI.COM: KENDARI – Nilai tukar rupiah di Indonesia melemah 3,44 persen. Hal itu disebabkan Bank Amerika Serikat melakukan kenaikan suku bunga selama 2018 sebanyak empat kali suku bunga acuan, hal ini menjadi guncangan di pasar keuangan maupun pasar modal.
Seperti negara-negara lainnya di dunia, mengalami tekanan pelemahan nilai tukar mata uang seiring dengan adanya perbaikan kondisi ekonomi di Amerika Serikat ,di antaranya Filipina 3,72 persen, India 4,76 persen, Brazil 6,83 persen, Rusia 8,93 persen.
“Pelemahan Rupiah masih lebih rendah daripada negara peers ditopang oleh fundamental ekonomi yang kuat dan langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sultra, Minot Purwahono, Jumat (8/5/2018).
Stance kebijakan Bank Indonesia dengan melemahnya nilai tukar uang, yaitu melakukan stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), Lelang Forex Swap Menstabilkan suku bunga di pasar uang, penyesuaian BI 7DRR rate dengan prioritas stabilisasi, Lelang Forex Swap, dan menstabilkan suku bunga di pasar uang.
“Melemahnya nilai tukar rupiah, BI melakukan stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara,” ucap Minot.
Beberapa hal penyebab melemahnya nilai tukar Rupiah, di antaranya meningkatnya permintaan Dolar Amerika Aliran dana ke Amerika Serikat, Fed Fund Rate naik lebih cepat, Perbaikan Perekonomian Amerika Serikat, dan aliran dana ke Amerika Serikat
Nilai tukar uang rupiah 24 Mei 2018 14,205 dan pada 7 Juni 2018 melemah 13,868 Rp/USD.
Terjadinya tekanan terhadap nilai tukar rupiah, mendorong BI untuk meningkatkan kembali BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen.
“Kenaikan tersebut merupakan kenaikan yang kedua kali pada Mei 2018 sebagai upaya jangka pendek untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah,” terang Minot.
Laporan: Rifin
Editor: Sarini Ido