Nur Alam Banding atas Vonis 12 Tahun Penjara dan Hak Politiknya Dicabut

  • Bagikan
Nur Alam merangkul putrinya sesaat sebelum sidang di Pengadilan Tipikor beberapa waktu lalu. (Foto: Antara/Tempo.co.id)

SULTRAKINI.COM: JAKARTA – Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam divonis 12 tahun penjara oleh hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta atas kasus korupsi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda itu tak dibayar maka diganti kurungan penjara selama enam bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Siti Diah Basariah saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/3/2018), sekitar pukul 22.54 WIB.

Kontributor SultraKini.com di Jakarta, Naomi, melaporkan bahwa Nur Alam mengajukan banding atas vonis tersebut.

“Atas nama Allah yang Maha Kuasa, saya menyatakan saat ini untuk menempuh banding. Semoga yang mulia dapat memahami rasa keadilan yang juga patut dipertimbangkan kepada saya sebagai salah satu bagian dari aparatur negara yang telah mendedikasikan diri buat bangsa dan negara dan berusaha melakukan pembelaan kami. Karena pada akhir saya yang merasakan secara langsung maka saya menyatakan pada saat ini tanpa menunda waktu menyatakan banding yang mulia,” ujar Nur Alam di hadapan hakim.

Pembacaan vonis disaksikan langsung oleh Tina Nur Alam (istri terdakwa) yang juga anggota DPR RI daerah pemilihan Sultra, serta sejumlah tokoh Sultra seperti Lukman Abunawas (calon wakil Gubernur Sultra), Masyhur Masie Abunawas (mantan Walikota Kendari), La Ode Masihu Kamaluddin (Rektor Unilaki), serta Tony Herbiansyah (Bupati Kolaka Timur).

Vonis tersebut lebih ringan enam tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang menuntut dihukum 18 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Selain itu, hakim juga memvonis mantan Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sultra tersebut dicabut hak politiknya selama lima tahun yang berlaku usai menjalani hukuman kelak.

JPU KPK menyatakan Nur Alam memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2.781.000.000 melalui pemberian IUP Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Billy Indonesia. Dia juga memperkaya korporasi PT Billy Indonesia sebesar Rp 1.593.604.454.137. Sedangkan negara dikatakan dirugikan sebesar Rp 4.325.130.590.137 atau Rp 1.593.604.454.137.

Sehari sebelum vonis dibacakan, kuasa hukum Nur Alam, Ahmad Rifai kepada wartawan di Jakarta menjelaskan kliennya tidak terbukti melakukan kerugian negara atas pemberian izin tambang.

Kuasa hukum merujuk hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kerugiaan negara tidak terbukti karena auditor dari BPKP bukan dari BPK. Ahli yang menghitung kerugian negara bukan bidangnya, kalau sesuai aturan MA itu yang menghitung BPK,” jelas Rifai.

Namun majelis hakim menilai Nur Alam telah memenuhi unsur pada Pasal 3 juncto Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Selain itu hakim menilai Nur Alam terbukti melanggar Pasal 12 B UU nomor 31 tahun tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sebelumnya, Tim Kuasa Hukum Nur Alam, Didik Supriyanto menegaskan akan menempuh jalur hukum dengan melakukan banding terhadap putusan hakim.

“Kami pasti banding karena kami menilai Pak Nur Alam tidak bersalah. Begitu juga sebaliknya,” ujar Didik.

Laporan: shen

  • Bagikan