Nur Alam Belum Ditahan KPK, Ibu-ibu Bersorak Allahu Akbar

  • Bagikan
Nur Alam di gedung KPK, Senin (24/10/2016).

SULTRAKNI.COM: Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, lolos dari penahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) walaupun sudah diperiksa sekitar sembilan jam, Senin (24/10/2016).

Pendukung Nur Alam yang kebanyakan kaum ibu menunggu di pelataran KPK sejak siang bersuka cita. Mereka bersorak Allahu Akbar, Alhamdulillah, dan Hidup Nur Alam. “Hidup pak gubernur, pak gubernur tidak korupsi,” teriak yang lain. Tak lama mereka ikut membubarkan diri setelah Nur Alam meninggalkan KPK.

Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, penahanan terhadap seorang tersangka, termasuk Nur Alam merupakan kewenangan penyidik. “Soal penahanan sepenuhnya menjadi pertimbangan penyidik,” katanya.

Sekitar pukul 19.10 WIB, Nur Alam yang mengenakan batik berwarna merah terlihat keluar lobi Gedung KPK. Lembaga anti rasuah itu barusan merampungkan pemeriksaan tersangka kasus dugaan korupsi pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

Dikawal sejumlah pria berbadan tegap, Nur Alam bergeming saat dikonfirmasi wartawan ihwal kasus yang menjerat dirinya. Termasuk mengenai adanya aliran dana sebesar US$ 4,5 juta dari Richorp International yang merupakan rekan bisnis PT Billy Indonesia yang berafiliasi dengan PT AHB. 

“Silakan tanya lawyer saya,” ujar Nur Alam singkat.

Pengacara Nur Alam, Ahmad Rivai, menjelaskan kliennya dicecar sekitar 20 pertanyaan oleh penyidik KPK dengan pokok pemeriksaan mengenai proses terbitnya IUP kepada PT AHB. 

Nur Alam juga dikonfirmasi soal hubungannya dengan konsultan politiknya, Direktur Jaringan Suara Indonesia, Widdi Aswindi yang juga Direktur PT Billy Indonesia, serta PNS Sekretariat Daerah Pemprov Sultra bernama Ridho.

Rivai mengklaim gubernur mempunyai kewenangan memberikan IUP kepada PT AHB lantaran lahan konsesi tambang nikel yang digarap perusahaan itu berada di dua Kabupaten, yakni Kabupaten Buton dan Bombana.

Rivai juga membantah kliennya menerima imbal balik atau kick back atas pemberian IUP kepada PT AHB. Termasuk aliran uang dari Richorp International yang sempat diusut Kejaksaan Agung pada 2014 berdasar laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Tidak ada (aliran uang). Nggak ada,” katanya.

Diketahui, KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Nur Alam diduga telah menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT AHB. Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra selama periode 2009-2014.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Bagikan