Nur Alam Gugat KPK, Persoalkan Status Penyidik Novel

  • Bagikan

SULTRAKINI.COM: Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam tidak terima dirinya dijadikan tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Penetapan tersangka itu tidak sah,“ kata kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail di Jakrta, Jumat (16/9/2016).

Untuk itu Nur Alam mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Kami telah mendaftarkan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Maqdir Ismail.

Permohonan praperadilan Nur Alam telah terdaftar di PN Jaksel dengan nomor: 127/Pid.Prap/2016 PN.Jkt. Sel.

Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 23 Agustus 2016 atas dugaan menerima imbal balik atas penerbitan sejumlah izin pertambangan PT Anugrah Harisma Barakah, perusahaan pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Buton dan Bombana.

Nur Alam dinilai melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. 

Maqdir menjelaskan, sangkaan KPK terkait dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak berdasar karena persoalan IUP itu telah digugat oleh PT Prima Nusa Sentosa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Bahkan gugatan tersebut sudah mendapat putusan di tingkat Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa penerbitan IUP sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang ada.

“Berdasarkan ketentuan Pasal 37 huruf b Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara adalah menjadi kewenangan gubernur untuk penerbitan izinnya,” ujarnya.

Hal lain yang menjadi dasar gugatan Nur Alam kepada KPK bahwa hingga kini KPK belum mendapat angka pasti soal kerugian negara. Padahal, total kerugian negara dalam dugaan korupsi merukapan elemen pokok sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi No.003/PUU-IV/2006, tanggal 25 Juli 2006.

“Tidak ada perhitungan kerugian keuangan negara yang jumlahnya nyata dan pasti serta dilakukan oleh ahli yang berwenang menurut UU yakni BPK,” ungkap Maqdir.

Lagi pulaselama ini KPK belum pernah memeriksa Nur Alam, tapi tiba-tiba sudah ditetapkan sebagai tersangka, 

“KPK benar-benar mengakhiri proses penyelidikan tanpa ada keterangan dari Nur Alam,” kata pengacara itu.

Namun demikian KPK pernah memanggil gubernur Sultra dua periode itu untuk dimintai keterangan pada 15 Maret 2016, namun tidak hadir. Sepekan kemudian, surat pemanggilan yang sama diterima Nur Alam. 

Tetapi Maqdir mempersoalkan isi surat tersebut. “Isinya bernada ancaman karena tercantum ‘Apabila tidak hadir lagi, KPK tetap akan melanjutkan penyelidikan tanpa keterangan saudara,’” ujar Maqdir.

Maqdir juga mempersoakan penyidik KPK yang menangani kau Nur Alam selama ini. Menurutnya, penyidik KPK Novel Baswedan, penyelidik KPK Harun Al Rasyid, dan Direktur Penyelidikan KPK Herry Mulyanto, bukan polisi aktif. “Dengan begitu, mereka tidak sah menjadi penegak hukum, ini diatur di UU KPK,” beber Maqdir.

  • Bagikan