Pakai Ganja, Dijamin Bikin Miskin Motivasi

  • Bagikan
Ilustrasi. (Foto: Google)

SULTRAKINI.COM: Ciri-ciri pengguna ganja: matanya merah dan menerawang, bibirnya berwarna kecokelatan dengan bicara yang tak jelas runtutnya.

Selain daya ingat yang menurun, ternyata ada ciri lain bagi mereka, yaitu miskin motivasi. Para peneliti di Inggris menemukan proses penurunan minat orang yang terbiasa merokok ganja itu. Rupanya sosok ini menghasilkan lebih sedikit zat kimia dalam otak yang terkait dengan motivasi.

Para peneliti di Inggris memindai otak dari 19 pengguna ganja reguler dan 19 non-pengguna dari jenis kelamin dan usia yang sama. Mereka menggunakan positron emission tomography (PET) yang membantu mengukur distribusi bahan kimia di seluruh otak.

Mereka menemukan bahwa pengguna ganja jangka panjang cenderung menghasilkan zat dopamin lebih sedikit. Zat kimia ini berada dalam otak dan berperan penting dalam motivasi.

Responden penelitian yang merokok ganja secara teratur sejak usia muda ternyata memiliki tingkat dopamin yang rendah di area otak striatum. Itu sebabnya pengguna ganja memiliki sedikit motivasi. “Namun sindrom tersebut ada yang kontroversial,” kata pemimpin penulis studi, Michael Bloomfield, peneliti di Institute of Clinical Sciences di Imperial College London, seperti dilansir laman Live Science.

Orang-orang dalam penelitian ini menggunakan ganja cukup berat. Mereka mulai menggunakan obat antara usia 12 dan 18 tahun, sehingga mengalami gejala psikosis sementara saat di bawah pengaruh ganja. Beberapa gejala termasuk mengalami sensasi atau pikiran aneh. Tiba-tiba mereka mengaku sedang terancam oleh kekuatan yang tidak diketahui.

Memang, hasil penelitian ini memerlukan pemahaman terhadap hubungan potensial antara pengguna ganja kronis dan penyakit mental. Penelitian sebelumnya tentang efek ganja pada otak menunjukkan bahwa penggunaan ganja kronis dapat memicu peradangan otak.

Situasi ini mempengaruhi koordinasi dan aktivitas pembelajaran. Bahkan si pengguna akan memiliki risiko tinggi terhadap skizofrenia. Hasil rinci penelitian dipublikasikan dalam jurnal Biological Psychiatry.

Sumber: Tempo.co

  • Bagikan